Bukan Sertifikat tapi Mahar

Bukan Sertifikat tapi Mahar
Hamsina Halisi Alfatih.

Menikah merupakan salah satu sunnah nabi muhammad saw. Bukan di agama islam saja, setiap agama pun menjadikan pernikahan sebagai sarana menyatukan antara dua orang perempuan dan laki-laki. Dalam islam sendiri, ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa hukum menikah adalah wajib dan sebagian lagi mengatakan mubah atau sunnah.

Nah berbicara soal pernikahan kembali publik dihebohkan dengan wacana sertifikasi pra nikah. Wacana ini akan diberlakukan ditahun 2020 mendatang dengan masa pelatihan dalam program tersebut selama 3 bulan.

Iklan Pemkot Baubau

Kebayang gak sih jika benar-benar program ini diwajibkan. Meskipun tujuan dari program sertifikasi pra nikah ini adalah tentang perbaikan ekonomi keluarga dan kesehatan reproduksi, namun hal-hal yang tak terpikirkan pun bisa saja terjadi yaitu semakin maraknya perzinahan. Sebab salah syarat jika dua orang insan yang ingin menikah jika tidak lulus pada pelatihan tersebut maka dianggap belum layak untuk menikah.

Padahal rukun nikah dalam islam kan sudah jelas sekali hanya ada lima. Pertama, harus ada mempelai pria. Kedua, harus ada mempelai wanita. Ketiga  harus ada wali nikah. Keempat, harus ada saksi. Dan kelima  ijab qalbu.

Hal ini juga merupakan salah satu bentuk permasalahan yang tak terpikirkan oleh pemerintah. Kenapa demikian? Ketika pelatihan tersebut sebagai syarat sebuah pernikahan, dan jika saja mereka yang tak lulus dengan pelatihan tersebut maka tidak menutup kemungkinan perzinahan tanpa adanya sebuah status pernikahan yang sah akan semakin marak dimana-mana.

Hal ini tentu semakin menambah daftar panjang kasus wanita hamil diluar nikah, bahkan hingga berujung adanya tindakan aborsi. Bayangkan saja sebelum adanya wacana program sertifikasi pra nikah tersebut saja, perzinahan berujung seks bebas semakin marak dimana-mana bahkan hingga dikalangan remaja.

Berbagai data tentang permasalahan generasi bangsa hari ini dapat kita lihat dari berbagai sumber, salah satunya dari laporan komisi perlindungan anak indonesia (kpai). Data ini sering sekali kita jumpai sebagai bahan renungan, meskipun data ini sudah lama.

Data penelitian yang pernah dilakukan oleh kpai (komisi perlindungan anak indonesia) tahun 2012 menyebutkan bahwa 62,7% remaja tidak perawan lagi. Penelitian lain oleh guru besar ilmu obstetri dan ginekologi fkui prof biran affandi menghasilkan data tentang angka pergaulan bebas serta tingginya angka kehamilan diluar pernikahan. Terdapat 51% remaja perkotaan tidak perawan, dan 41% remaja pedesaan juga tidak perawan (jawa pos, 4 oktober 2017).

Sedangkan di kabupaten bojonegoro, data dinas kesehatan tahun 2016 menyebutkan ada 47 kasus kehamilan di luar nikah yang menjadi penyebab mereka ingin melakukan tindakan aborsi (beritabojonegoro, 5 oktober 2016)

Miris dan sangat menyayat hati melihat kondisi generasi bangsa dalam jeratan liberalisasi. Ditambah lagi dengan kebijakan pemerintah yang tak mementingkan masa depan mereka. Di sistem sekulerisme hari ini, permasalahan global yang tiap menit mengintai kehidupan umat semakin memeberikan gambaran betapa buruknya pemerintahan yang tak mampu memberikan solusi atas setiap problematika umat saat ini.

Adapun kebijakan yang dikeluarkan tetapi tidak mampu membawa perubahan yang nyata, justru kebijakan tersebut hanyalah sebuah bentuk kezoliman terhadap umat.

Sertifikasi pra nikah adalah sebuah kebijakan “konyol” pemerintah hanya untuk meraup pundi-pundi rupiah dari masyarakat yang hendak mengikuti pelatihan program sertifikasi layak nikah. Benarkah demikian? Pertanyaannya, ketika mengikuti pelatihan tersebut apakah masyarakat tidak akan diminta untuk membayar biaya sertifikat tersebut? Inilah yang menjadi poin cara “licik” dalam meraup pundi-pundi rupiah.

Bagaimana dengan mereka yang tak lulus, maka mau tidak mau kembalilah mereka untuk bermaksiat, na’udzubillah.

Era kapitalistik bagaikan candu yang membawa kerusakan dalam semua tatanan kehidupan. Disinih pemerintah seharusnya berpikir dalam mengabil sebuah kebijakan terlebih lagi menyangkut kehidupan umat. Maka mau tidak mau kita harus memangkas akar masalah bangsa ini dengan solusi yang lebih baik, agar negara tak gagal dalam meriayah rakyatnya.

Memangkas akar masalah hari ini yaitu sekulerisme-liberalisme tidak akan berhasil dengan kebijakan atau aturan dari akal manusia yang terbatas. Karenanya hadirnya islam sebagai sebuah ideologi memberikan solusi yang pas atas setiap problematika umat hari ini.

Pernikahan dalam islam sudah disebutkan diatas hanya mencangkup 5 rukun saja. Adapun mahar yang harus diberikan adalah bagian dari syarat sebuah pernikahan dan hukumnya adalah wajib. Dalam kitab al-fiqh al-manjhaji dijelaskan:

الصداق واجب على الزوج بمجرد تمام عقد الزواج، سواء سمي في العقد بمقدار معين من المال: كألف ليرة سورية مثلاُ، أو لم يسمِّ، حتى لو اتفق على نفيه، أو عدم تسميته، فالاتفاق باطل، والمهر لازم.

Artinya: “Mas kawin hukumnya wajib bagi suami dengan sebab telah sempurnanya akad nikah, dengan kadar harta yang telah ditentukan, seperti 1000 lira syiria, atau tidak disebutkan, bahkan jika kedua belah pihak sepakat untuk meniadakannya, atau tidak menyebutkannya, maka kesepakatan tersebut batal, dan mas kawin tetap wajib”.

Dalil pensyariatan mahar, bisa kita simak dalam al-qur’an surat an-nisa ayat 4:

وَآتُواْ النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً

Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.”

Tujuan utama dari kewajiban pemberian mahar ini ialah untuk menunjukkan kesungguhan (shidq) niat suami untuk menikahi istri dan menempatkannya pada derajat yang mulia. Dengan mewajibkan mahar ini, islam menunjukkan bahwa wanita merupakan makhluk yang patut dihargai dan punya hak untuk memiliki harta.

Jadi kelayakan nikah hanya mencangkup rukun nikah dan syarat nikah (mahar) saja, bukan di tentukan oleh lulus atau tidaknya pelatihan program sertifikasi pra nikah. Wallahu a’lam bishshowab.

HAMSINA HALISI ALFATIH