Setiap tahunnya, tanggal 1 Desember diperingati sebagai Hari Aids Sedunia. Apakah dengan peringatan tersebut dapat menanggulangi Aids secara tuntas?
Melansir laman WHO, tema Hari Aids Sedunia tahun ini adalah “Komunitas Membuat Perbedaan”. Peringatan tahun ini dianggap sebagai kesempatan penting untuk penanggulangan Aids di tingkat internasional, nasional, dan lokal.
Dilansir kompas.com, pada tanggal 30 November 2019, berdasarkan data UNAIDS, pada akhir 2018 sebanyak 37,9 juta orang di dunia hidup dengan HIV dan 7.700.000 orang meninggal karena Aids. Masih banyak orang yang tidak dapat mengakses layanan pencegahan HIV karena adanya diskriminasi, kekerasan, bahkan penganiayaan.
Akar munculnya penyakit HIV/Aids ini terkait dengan perilaku sosial yang erat hubungannya dengan moral. Sebab, jika ditelusuri, munculnya HIV/Aids terjadi karena aktivitas sosial yang menyimpang dari tuntunan agama. Seperti perilaku seks bebas, aborsi, dan kecanduan narkoba yang makin merebak saat ini.
Virus mengerikan ini pertama kali ditemukan tahun 1978 di San Fransisco Amerika Serikat pada kalangan homoseksual, suatu perilaku yang ditentang dalam agama manapun. Di Indonesia, kasus HIV/Aids ini pertama kali ditemukan pada turis asing di Bali tahun 1981. Kita tahu, bagaimana perilaku seks turis asing, meski tak semuanya penganut seks bebas.
Peringatan Hari Aids setiap tahunnya tidak membuat upaya pencegahan penyebaran HIV/Aids efektif. Bahkan, bisa dibilang sia-sia. Buktinya, makin gencar pencegahan HIV/Aids makin meluas penyebarannya.
Media utama penularan HIV/Aids adalah seks bebas. Oleh karena itu mencegahnya harus menghilangkan praktik seks bebas itu sendiri. Hal ini bisa dilakukan melalui pendidikan Islam yang menyeluruh dan komprehensif, dimana seorang individu muslim dipahamkan untuk kembali terikat pada hukum-hukum Islam dalam interaksi sosial. Seperti larangan mendekati zina dan berzina itu sendiri, larangan berkhalwat (berdua-duaan laki-laki dan perempuan bukan mahram), larangan ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan), selalu menutup aurat, memalingkan pandangan dari aurat, larangan masuk rumah tanpa izin, dan lain sebagainya. Sementara itu, kepada pelaku seks bebas, segera dijatuhi hukuman setimpal agar jera dan tidak ditiru masyarakat umum, misal pezina dirajam, pelaku aborsi dipenjara, dan lain sebagainya.
Di sisi lain, seks bebas muncul karena maraknya pornografi dan pornoaksi. Negara wajib melarang pornografi dan pornoaksi, tempat prostitusi, tempat hiburan malam dan lokasi maksiat lainnya. Industri hiburan yang menjajakan pornografi dan pornoaksi harus ditutup. Semua harus dikenakan sanksi, pelaku pornografi dan pornoaksi harus dihukum berat, termasuk perilaku menyimpang seperti homoseksual.
Sementara itu, kepada penderita HIV/Aids, negara harus melakukan pendataan konkrit. Negara bisa memaksa pihak-pihak yang dicurigai rentan terinfeksi HIV/Aids untuk diperiksa darahnya. Selanjutnya penderita dikarantina, dipisahkan dari interaksi dengan masyarakat umum. Karantina dimaksudkan bukan bentuk diskriminasi. Karena negara wajib menjamin hak-hak hidupnya. Bahkan negara wajib menggratiskan biaya pengobatannya, memberikan santunan selama dikarantina, diberikan akses pendidikan, peribadatan, dan keterampilan.
Di sisi lain, negara wajib mengerahkan segenap kemampuannya untuk membiayai penelitian guna menemukan obat HIV/Aids. Dengan demikian, diharapkan penderita bisa disembuhkan.
Demikianlah, penanggulangan HIV/Aids ini bisa efektif jika masyarakat dididik dan dipahamkan kembali untuk berpegang teguh pada ajaran agama. Masyarakat yang paham bahwa hubungan seks adalah sakral dan hanya bisa dilakukan dengan pasangan sah melalui pernikahan akan membentuk kehidupan sosial yang sehat.
Telah jelas kerusakan yang ditimbulkan aturan hidup selain Islam. Liberalisme telah merusak keluarga muslim dan menghancurkan masa depan generasi.
Tak ada lagi jalan keluar yang dapat menyelamatkan masyarakat melainkan syariah Islam. Saatnya kembali pada aturan Allah Swt. yang telah menjamin kebaikan dan keberkahan hidup. Sungguh, hanya dengan menerapkan syariah Islam secara kafah, kehidupan dan kehormatan umat manusia akan terlindungi. Wallahu a’lam bishshawab.[*]
Yanyan Supiyanti, A.Md Pendidik Generasi, Member Akademi Menulis Kreatif