Tahapan Pilkada 2020 di tujuh kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara (Sultra) sedang berjalan. Akan tetapi Bawaslu lemah secara konstitusi untuk melakukan pengawasan pada pemilihan kepala daerah.
Landasan hukum penyelenggaraan Pemilu di tuangkan melalui Undang-Undang No 7 tahun 2017, yang mana didalamnya mengatur tiga lembaga yang memiliki kewenangan dalam pelaksanaan Pemilu yaitu KPU, BAWASLU dan DKPP.
Sementara dalam melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) diatur dalam Undang-Undang Pilkada Nomor 10 tahun 2016, yang mana didalamnya telah diatur bahwa yang melaksanakan pengawasan dalam Pilkada adalah PANWASLU bukan Bawaslu.
Dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 ini melalui pasal 23 ayat 1 dan seterusnya tertuang Frasa Panwaslu sehingga selama Frasa ini belum mengalami perubahan, maka Bawaslu tidak memiliki kewenangan dalam melakukan pengawasan dalam tahapan Pilkada melainkan Panwaslu.
Secara histori pengawasan pemilihan umum memang benar dalam sejarah pengawasan pemilu, bahwa Bawaslu saai ini adalah merupakan bagian dari panwas yang sebelumnya diatur oleh Undang-Undang kepemiluan. Akan tetapi dalam melaksanakan pemilihan umum kita menganut sistem hukum positif yaitu Undang-Undang. Bukan berdasarkan Dokma, teori maupun sejarah.
Selain Undang-Undang kepemiluan, Bawaslu juga terjebak dalam kewenangannya menggunakan dana daerah yang dituangkan dalam Hibah NPHD. Sementara dana NPHD telah siap digunakan dari tujuh kabupaten/kota yang sudah siap melaksanakan Pilkada.
Artinya dana NPHD hanya dapat digunakan oleh lembaga yang berwenang, jika digunakan oleh lembaga yang tidak memiliki kapasitas atas penggunaan dana tersebut, maka jelas bahwa terjadi perbuatan melawan hukum serta dapat dikategorikan temuan tindak pidana korupsi.
Selain itu, dalam pelaksanaan pemilihan umum para penyelenggara harus tertib pada tiga hal, yaitu tertib hukum atau berkepastian hukum, tertib administrasi serta tertib pada etik. Bagaimana selanjutnya jika terjadi ajudikasi tentang Pilkada tersebut, apakah Bawaslu dapat mengadili perkara?
Tentu kita akan masuk dalam ranah dilematis, karena Bawaslu tidak memiliki kewenangan tersebut melainkan Panwaslu yang kapasitasnya secara adhock untuk mengawasi Pilkada.
Persoalan ini pemerintah harus cepat tanggap dengan situasi ketidak jelasan pengawasan Pemilu. Tentu solusi yang paling tepat dengan putusan MK selaku lembaga yang memiliki kapasitas dalam meninjau kembali (Judicial Review) Undang-Undang. Bukan dengan surat edaran/mandat Bawaslu yang dijadikan legalitas untuk melakukan pengawasan.
SUTAMIN REMBASA KETUA PRESIDIUM JADI KONSEL