Kekerasan Terhadap Anak, Noktah Hitam Pendidikan Kita

Kekerasan Terhadap Anak, Noktah Hitam Pendidikan Kita
Hana Annisa Afriliani,S.S (Tengah)

Oleh.Hana Annisa Afriliani,S.S (Aktivis Dakwah dan Penulis Buku)

Maraknya kasus kekerasan terhadap anak, khususnya di Kota Tangerang, mendorong pemerintah daerah untuk mengantisipasi kejadian tersebut. Sebagaimana dilansir oleh Tangerangnews.com bahwa Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) mendorong para guru untuk memahami jiwa anak didiknya, demi mengantisipasi kekerasan terhadap anak. Hal tersebut diungkapkan dalam kegiatan penguatan pemahaman sekolah ramah anak dan konveksi hak anak, kepada tenaga pendidik atau guru Kota Tangerang di aula Gedung Cisadane, Kota Tangerang, Kamis (28/11/2019).

Iklan Pemkot Baubau

Jelaslah kasus kekerasan terhadap anak tak bisa diabaikan begitu saja, butuh ada penanganan serius dari semua pihak, baik orangtua maupun pemerintah, agar kejadian tersebut tak terus terulang. Oleh karena itu, kita harus memahami hal-hal mendasar yang menjadi penyebab kekerasan tersebut terjadi.

Jika dicermati, kekerasan terhadap anak sejatinya bukan sekadar disebabkan oleh kenakalan anak. Karena bisa jadi, kekerasan ini muncul karena dorongan internal si pelaku itu sendiri. Bisa karena tak sabar  menghadapi anak, depresi, hingga akhirnya menggunakan cara instan untuk ‘menakhlukkan’ anak, yakni cara kekerasan. Hal tersebut jamak kita jumpai baik di lingkungan keluarga maupun sekolah. Sehingga banyak anak yang menjadi korban kekerasan oleh orang-orang terdekatnya sendiri. Seolah-olah kekerasan itu menjadi bagian dari pola didik kita.

Adapun kekerasan tak sekadar berbentuk serangan fisik, namun juga verbal. Ini juga berbahaya. Meski tak menimbulkan luka berdarah, namun sejatinya kekerasan verbal akan menghancurkan jiwa anak. Membuat mereka kehilangan rasa percaya diri.

Dengan demikian, hal yang mendasar atas terjadinya tindak kekerasan terhadap anak adalah kesalahan dalam penerapan sistem pendidikan di negeri ini. Yakni pendidikan yang tidak berorientasi pada pembentukan kesalihan individu, melainkan sekadar ketajaman intelektual. Wajar, sebab pendidikan kita hari ini lebih condong dipersiapkan untuk menciptakan para ‘pekerja’ ketimbang generasi yang bertakwa.

Padahal ketakwaan adalah modal dasar yang menjadikan seseorang beradab dan berakhlakul karimah. Ketakwaan pula yang akan menjadikan seseorang menjadi sosok mulia dan jauh dari penyimpangan terhadap norma apalagi agama.

Penerapan sistem pendidikan Islam akan mewujudkan suasana yang kondusif dan tentram, baik bagi siswa maupun guru. Jika ditilik dari perspektif guru, kekerasan terjadi bisa jadi karena faktor internal guru yang terlampau lelah dan stress, oleh karena itu para guru sering tak sabar mengahadapi ‘kenakalan’ anak. Adapun stress guru disebabkan oleh tekanan hidup yang kian menghimpit. Sebagaimana kita tahu, bahwa penghasilan guru tak seberapa, apalagi guru honorer, tentu tak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akhirnya banyak guru yang harus mencari pekerjaan lain di luar mengajar demi mendapat tambahan penghasilan. Ini jelas tak ideal. Guru menjadi tak fokus terhadap siswanya, kelelahan pun menyergap.

Adapun sistem pendidikan Islam akan menjamin kesejahteraan guru. Sebab Islam memandang para pendidik adalah ujung tombak keberhasilan sebuah pendidikan. Adapun pendidikan merupakan pilar terpenting dalam kemajuan sebuah bangsa. Maka Islam akan menghargai jasa-jasa pada guru dengan memberikan imabalan yang besar terhadapnya.

Sedangkan dari perspektif siswa, sejatinya siswa bermasalah adalah karena kurangnya pendidikan akidah terhadap mereka. Sistem pendidikan hari ini menjadikan sekularisme sebagai asasnya, sehingga wajar jika siswa tak kokoh akidahnya. Mereka hanya disibukkan dengan serangkaian tugas dan asupan materi akademik, tanpa ada pembentukan karakter secara serius. Akhirnya terciptalah jiwa-jiwa yang labil dan emosional. Seolah kekerasan menjadi cara terbaik untuk menyelesaikan masalah.

Maka, tidak ada cara lain menuntaskan berbagai masalah kekerasan di dunia pendidikan kecuali dengan penerapan sistem pendidikan Islam secara sempurna. Karema hanya sistem Islam lah yang akan mampu menciptakan kondisi ideal bagi manusia, baik Muslim maupun nonMuslim.