Putri proklamator Ir Soekarno, Sukmawati Soekarnoputri, telah dilaporkan ke polisi sebanyak lima kali terkait dugaan penistaaan agama.
Seluruh laporan mempermasalahkan pernyataan Sukmawati diacara diskusi bertajuk “Bangkitkan Nasionalisme Bersama Kita Tangkal Radikalisme dan Berantas Terorisme”.
Di acara tersebut, Sukmawati membandingkan Pancasila dengan Al Quran serta membandingkan Nabi Muhammad SAW dengan Soekarno. Pasal yang disangkakan dalam seluruh laporan itu adalah Pasal 156a KUHP tentang Penistaan Agama. (Kompas.com)
Terus Berulang
Kasus penistaan agama terus berulang baik berupa penghinaan terhadap Allah, Rusulullah SAW, Al quran maupun terhadap ajaran islam. Namun anehnya, meski terus terjadi tetapi tidak ada penanganan yang serius terhadap penista agama ini.
Walau pun, pemerintah telah membuat undang undang tentang penodaan agama tetapi keadilan dari undang undang tersebut tidak dirasakan oleh masyarakat, karena pada faktanya undang yang dibuat tidak mampu menjerat serta memenjarakan para pelaku penista agama. Justru kasus penodaan agama selalu berujung pada permintaan maaf dan pelakunya dapat melenggang bebas dan tidak tersentuh hukum. Lalu untuk siapa sebenarnya undang undang tersebut dibuat?.
Berulangnya kasus penodaan agama ini, membuktikan bahwa negara gagal dalam menjamin serta melindungi agama. Karena sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, tidak menjadikan agama dan syariat islam sebagai sumber rujukan hukum untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat dan aturan negara. Agama hanya dijadikan sebagai salah satu sumber nilai dan norma belaka, sementara aturan kehidupan di adopsi dari aturan barat.
Kembali pada syariat
Untuk menuntaskan persoalan penista agama, tidak cukup dengan adanya pembuatan undang undang baru serta penegakan hukum semata. Tetapi dibutuhkan perubahan secara sistemik. Dengan mengganti sistem kapitalis sekuler yang mendewakan kebebasan dengan sistem islam dengan menerapkan syariatnya. Selama negara masih mengabaikan syariat islam, serta tidak menjadika syariat islam sebagai sumber rujukan hukum, maka dapat dipastikan kasus penistaan agama akan terus berulang.
Oleh karna itu, negara harus mengembalikan posisi agama beserta syariatnya yang berfubgsi sebagai sumber rujukan untuk mengatur negara dan ummat, dan umat pun wajib untuk melaksanakan serta mentaatinya. Dan meberikan sanksi tegas bagi para pelaku penista agama agar tidak terus berulang. Waullahualam bissawab.
DEWI SARTIKA (PEMERHATI UMAT KONDA)