Uyghur Kelabu
“(Di Cina) Qur’an dibakar, masjid ditutup, sekolah teologi Islam-Madrasah dilarang, cendekiawan dibunuh satu per satu. Terlepas dari itu semua, Muslim tetap diam.” Begitu cuitan pesepakbola Mesut Ozil di akun sosial media pribadinya tentang Muslim Uyghur pada Jumat (13/12/2019).
Cuitan pesepakbola Jerman ini, membuat negeri tirai bambu kalang kabut. Cina membantah cuitan pesepakbola dari Klub Arsenal tersebut. Bahkan stasiun televisi CCTV mencabut tayangan laga Liga Primer antara Arsenal dan Manchester United dari daftar acaranya.
Kendati demikian, nampaknya dunia telah mencium busuknya perlakuan Cina terhadap Muslim Uyghur. Hal ini terungkap dari pengakuan beberapa muslim Uyghur yang pernah ditahan di kamp yang disebut Cina sebagai pusat pelatihan pencegah tindakan ekstrimisme.
Sebagaimana penuturan Ruqiye Perhat. Mahasiswa yang pernah menghabiskan empat tahun di penjara usai kerusuhan Urumqi di Xinjiang 2009. Dia menceritakan setiap perempuan atau laki-laki di bawah usia 35 tahun biasanya diperkosa dan dilecehkan secara seksual di dalam kamp. Dia mengaku diperkosa berulang kali oleh penjaga Han Cina.
Gulzira Mogdyn, 38 tahun, dipenjara dalam kondisi hamil 10 minggu. Hal ini diketahui usai percakapan WhatsApp di teleponnya, terbuka. Para pejabat mengatakan bahwa ia tidak diizinkan memiliki anak yang kemudian berlanjut dengan tindakan aborsi tanpa anestesi keesokan harinya. (Tempo.co. 9/10/2019)
Cerita di atas adalah sekelumit kisah penderitaan saudara kita di Xinjiang. Masih banyak cerita pilu muslim Uyghur lainnya. Media telah ramai memberitakan, bahwa Cina menahan tidak kurang dari dua juta muslim Uyghur. Menekan muslim uyghur untuk meninggalkan aqidah mereka. Hal ini dilakukan Cina untuk memberantas paham ekstrimisme maupun terorisme.
Harapan Kosong
Jerit tangis Uyghur disambut dengan diamnya negeri-negeri muslim. Indonesia sebagai negeri muslim terbesar di dunia, seharusnya menjadi negara terdepan dalam membela muslim Uyghur. Namun, realitanya Indonesia tidak bisa berbuat banyak. Bahkan untuk sekedar mengecam.
Jeratan hutang Cina membuat Indonesia memilih bungkam. Pengamat politik internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, sebagaimana dilansir CNNIndonesia.com. pada 18/12/2019, mengatakan, “Ketergantungan ekonomi yang tinggi atas Cina di bidang perdagangan dan investasi, dalam konteks bilateral dan CAFTA, memaksa RI berpikir amat panjang dan mendalam sebelum membuat sebuah kebijakan atas praktik pelanggaran HAM yang terjadi di Xinjiang,”
Hal senada disampaikan Sophie Richardson, direktur Human Rights Watch di Cina. Dia mengatakan bahwa Cina menggunakan kekuatan diplomatik dan keuangannya untuk menutup kecaman.
Dua puluh dua negara menyatakan dukungannya terhadap Muslim Uyghur melalui surat yang ditujukan kepada Dewan Hak Asasi Manusia di PBB. Namun, tak berselang lama, tiga puluh tujuh negara menyusul dengan menyatakan dukungannya terhadap kebijakan Cina di Xinjiang. Ironisnya, negara-negara Timur-Tengah yang mayoritas muslim masuk dalam negara pendukung tersebut.
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa salam, “Nyaris tiba saatnya banyak umat yang memperebutkan kalian, seperti orang-orang makan yang memperebutkan hidangannya. Maka, ada seorang bertanya :”Apakah karena sedikitnya kami pada hari itu?” Beliau menjawab: “Justru jumlah kalian banyak pada hari itu, tetapi ibarat buih di atas air. Sungguh Allah akan mencabut rasa takut kepada kalian dari dada musuh kalian dan menimpakan kalian penyakit wahn. “Seorang bertanya: Apakah wahn itu, wahai Rasulullah? Beliau bersabda :”Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Khilafah Perisai Umat
Apa yang terjadi pada muslim Uyghur, bukanlah bencana pertama yang menimpa kaum muslimin. Di belahan bumi lain, rudal-rudal Israel dengan angkuh memerahkan bumi Al Aqsha. Muslim Suriah dan Rohingya menjalani hidupnya dalam bayang-bayang ketakutan.
Sementara negeri muslim yang lain seolah lupa akan sabda baginda Nabi shalallahu ‘alayhi wa salam : “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal kasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur tubuh akan merasakan panas dan demam.” (HR. Muslim)
Sekat-sekat nasionalisme telah membius Ukhuwah Islamiyyah. Perbedaan warna bendera negara menjadikan kaum muslim acuh tak acuh dengan nasib muslim yang lain. Enggan mengulurkan tangan bagi saudara mereka yang sejatinya sangat membutuhkan bantuan.
Lalu kepada siapa umat harus mengadukan nasib mereka? Kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa? Bukankah berulang kali masalah kaum muslimin dibahas di sana, namun masalah tak kunjung usai? Banyak negara maju yang berusaha mengakomodir kepentingan mereka di sana. Sementara kaum muslim? Tetap terabaikan!
Sejatinya umat Islam butuh perisai yang mampu melindungi mereka. Perisai yang menjamin keamanan mereka dalam mengaplikasikan iman. Perisai yang melindungi mereka dari segala penindasan dan kedzaliman. Perisai tersebut adalah khilafah. Al ummah turidu Khilafah Islamiyyah. Wallahu a’lam.
Oleh : Depy SW