Toleransi Beragama Menurut Islam

Toleransi Beragama Menurut Islam
WIDA ELIANA WAROBATUL BAYT

Toleransi secara bahasa berasal dari bahasa latin “tolerare”, toleransi berarti sabar dan menahan diri. Toleransi juga dapat berarti suatu sikap saling menghormati dan menghargai antar kelompok atau antar individu dalam masyarakat atau dalam lingkup lainnya. Sikap toleransi dapat menghindari terjadinya diskriminasi, walaupun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu kelompok masyarakat.

Agama Islam adalah agama yang sangat menjungjung tinggi keadilan. Keadilan bagi siapa saja, yaitu menempatkan sesuatu sesuai tempatnya dan memberikan hak sesuai dengan haknya. Begitu juga dalam toleransi beragama. Saat ini, tampak begitu massif arus opini tentang intoleransi. Seolah negeri ini darurat intoleransi. Islam melarang keras berbuat zalim degan agama selain Islam dengan merampas hak-hak mereka. Allah Swt berfirman:

Allah tidak melarang kalian untuk berbuat lebih baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian dalam urusan agama dan tidak pula mengusir kalian dari negeri kalian. Sungguh Allah menyukai kaum yang berlaku adil (TQS al- Mumtahanah 60:8).

Toleransi harus jelas batasnya tidak boleh kebablasan, semisal mengucapkan “selamat natal” dan menghadiri acara ibadah atau ritual agama lainnya karena  jika sudah urusan agama, tidak ada toleransi dan saling mendukung.

Beberapa bukti bahwa Islam adalah agama yang menjungjung toleransi terhadap agama lainnya dan tentunya bukan toleransi yang kebablasan diantaranya:

Ajaran berbuat baik terhadap keluarga dan kerabat meskipun non Muslim. Islampun melarang keras membunuh kafir dzimmi, kafir musta’min dan kafir mu’ahad kecuali jika mereka memerangi kaum Muslimin dalam agama Islam. “siapa saja yang membunuh kafir dzimmi tidak akan mencium bau syurga, padahal bau syurga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun” . (HR an-Nasa’i)

Dalam lintasan sejarah peradaban Islam, praktik toleransi sangat nyata. Hal ini berlangsung selama ribuan tahun sejak masa Rasulullah Muhamad Saw. Tentu sangat lekat dalam ingatan kisah Rasulullah Saw, yang menyuapi pengemis buta disudut pasar setiap harinya padahal pengemis itu adalah seorang yahudi. Rasulullah Saw juga pernah menjenguk orang yahudi yang sedang sakit. Padahal yahudi tersebut sering meludahi Beliau.

Para Khalifah pengganti Beliau juga menunjukan sikap toleransi yang sangat jelas saat Khalifah Umar bin al Khathtab ra. Membebaskan Yerusalem Palestina, beliau menjamin penduduk Yerusalem tetap memeluk agamanya. Kisah manis kerukunan umat beragama direkam dengan indah oleh Will Durant dalam bukunya, The Story of Civilization. Dia menggambarkan keharmonisan antara pemeluk Islam, Yahudi dan Kristen di Spayol di era Khilafah Bani Umayyah.

Toleransi tentu berbeda dengan Sinkretisme. Sinkretisme adalah pencampuradukan keyakinan, paham atau aliran keagamaan. Sayangnya pencampuradukan ajaran agama ini sering dijadikan patokan untuk mengukur toleransi kehidupan beragama. Misal, seorang Muslim yang mengucapkan selamat natal kepada orang Kristen akan dikatagorikan sebagai toleran. Sebaliknya, Muslim yang enggan mengucapkan selamat natal akan dituduh intoleran dan radikal. Padahal pencampuradukan ajaran agama merupakan refleksi dari paham pluralisme, yang haram hukumnya dalam Islam. Keharaman pluralisme juga telah difatwakan oleh MUI tahun 2005.

Narasi intoleransi yang dikampayekan kepada umat Islam tak bisa dilepaskan dari agenda Barat. Tak aneh jika AS akan terus mendikte negara manapun, termasuk dalam urusan kehidupan beragama umat Islam, terutama negara yang memiliki posisi geostrategis dan kekayaan alam yang menguntungkan AS.

Islam sudah mempraktikan toleransi dengan baik sejak 15 abad yang lalu hingga semua pihak merasakan kerukunan umat beragama dan kesejahteraan yang sesungguhnya. Oleh karena itu umat Islam tak memerlukan parameter, indeks dan ukuran-ukuran yang lain. Cukuplah akidah dan Syariah Islam menjadi ukuran dan pegangan hidupnya. Keduanya menjadi kunci kebangkitan Islam. Sejarah telah mencatat dengan tinta emas bahwa dengan berpegang teguh pada akidah dan syariah Islam, umat Islam tampil sebagai umat terbaik yang membawa rahmat bagi seluruh alam.

Islam mengajak kepada umatnya untuk selalu menjalin kehidupan yang harmonis antara sesama umat manusia. Agama Islam merupakan agama yang penuh dengan toleransi. Toleransi dalam Islam bukan hanya terdapat dalam ajaran secara tekstual, tetapi juga telah menjadi karakter dan tabiat hampir seluruh umat Islam dari zaman Muhammad SAW sampai sekarang ini. Toleransi dalam Islam sudah ada sejak dulu, yaitu sejak zaman nabi Muhammad SAW sampai sekarang. Kebenaran toleransi antar umat beragama dalam Islam seharusnya tidak diragukan lagi apalagi dengan adanya bukti-bukti nyata.  Wallahu a’lam bii ash shawab

WIDA ELIANA WAROBATUL BAYT