“Kasih ibu, kepada beta tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi, tak harap kembali. Bagai sang surya, menyinari dunia”.
Itulah lirik lagu tentang ibu yang sarat makna. Sehingga, untuk mengenang jasa-jasanya, maka pada tanggal 22 Desember selalu diperingati sebagai Hari Ibu. Tentunya, perayaan ini menyisakan banyak cerita, baik suka maupun duka. Pun, Hari Ibu dirayakan oleh hampir seluruh dunia dengan makna untuk menghargai peran seorang ibu. Walaupun di beberapa negara berbeda-beda dalam menentukan tanggal perayaannya.
Bertolak dari hal tersebut, terdapat gap yang cukup lebar antara status sebagai ibu dan status sebagai pekerja. Sebagaimana Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) laki-laki cenderung lebih stagnan secara year-on-year. Sedangkan untuk yang perempuan, terlihat ada peningkatan yang lumayan signifikan. Peningkatan tersebut terjadi dari yang sebelumnya 50,89 persen (Agustus 2017) menjadi 51,88 persen (Agustus 2018) (Tirto.id, 05/11/2018).
Bahkan, menurut riset dari Grant Thornton tahun 2017, Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai peningkatan terbaik dalam hal jumlah perempuan yang menduduki posisi senior di perusahaan dengan peningkatan dari 24 persen di tahun 2016 menjadi 28 persen di tahun 2017 (Jawapos.com, 30/11/2017).
Selain itu, secara nasional, total angkatan kerja di Indonesia berjumlah sekitar 114.000.000 jiwa. Dari angka itu, sekitar 38 persennya adalah angkatan kerja perempuan yang berjumlah sekitar 43,3 juta jiwa. 25 Juta di antara angkatan kerja perempuan tersebut masih berada di usia produktif, dan banyak dari mereka yang merupakan seorang ibu (Detik.com, 09/07/2017).
Menilik Peran Ibu yang Terpinggirkan
Menghargai peran seorang ibu sejatinya dapat dilakukan kapanpun. Mengingat pengorbanan mereka yang luar biasa. Sebagaimana dalam sebuah pribahasa “kasih sayang ibu sepanjang masa”. Tentu kalimat itu sudah tak asing lagi bagi kita, yang mana pribahasa tersebut memiliki makna bahwasanya kasih sayang seorang ibu yang diberikan kepada anaknya selamanya seumur hidup.
Sayangnya tak sedikit para ibu saat ini telah jauh dari peran utamanya yakni mendidik anak-anaknya. Alasannya pun beragam, diantaranya: Pertama, ibu yang bekerja. Tak dapat dipungkiri peran perempuan saat ini yang terjun dalam dunia kerja tak sedikit. Baik itu diposisi strategis ataupun tidak. Terlebih jika pekerjaan tersebut menyita banyak waktu. Sehingga tidak menutup kemungkinan kesempatan dalam mendidik anak-anaknya pun bisa jadi terbengkalai.
Kedua, ibu yang menyerahkan pengasuhan anaknya kepada baby sitter. Meskipun banyak pertimbangan seorang ibu menjadikan baby sitter untuk mengasuh anak-anaknya dan pasti ada plus minusnya. Dampak negatif dari hal itu diantaranya dapat menjauhkan kedekatan ibu pada buah hatinya. Terlebih jika dalam waktu yang lama dan sering.
Ketiga, ibu yang minim pemahaman akan pendidikan anak. Hal ini terlihat bagaimana orang tua khususnya seorang ibu yang merasa cukup menyerahkan pendidikan anak-anaknya di sekolah atau di tempat les privat. Sehingga proses edukasi anak di rumah tak terlalu lagi diperhatikan. Karena beranggapan di sekolah dan di tempat-tempat yang menunjang akademik anaknya telah cukup sebagai bekal bagi pendidikan si buah hatinya.
Tak hanya itu, tentu masih banyak lagi yang menambah beban berat ibu dalam menjalankan peran utamanya dalam mendidik buah hatinya. Hal tersebut diantaranya: Lingkungan masyarakat. Karena sesungguhnya pendidikan yang diperoleh anak dalam lingkungan keluarga sejatinya tak cukup, jika peran masyarakat tak mendukung tumbuh kembang anak ke arah yang positif dalam memperoleh pendidikan yang lebih baik. Dalam hal ini seperti minimnya tugas saling nasehat-menasehati dalam hal kebaikan.
Di samping itu, peran di lingkungan sekolah pun tak kalah penting dalam menumbuhkan pendidikan anak, baik kognitif maupun afektif. Apalagi di sekolah terdapat banyak anak yang akan dijumpai dengan berbagai macam karakter yang berbeda-beda. Sehingga tak menutup kemungkinan anak bisa saja terpengaruh dengan sikap teman-temannya yang kurang baik.
Lebih dari itu, peran negara juga sangat besar dalam membantu ibu menciptakan kondisi yang baik untuk pendidikan anak. Misalnya muatan kurikulum pendidikan yang minim dalam menambah ketakwaan anak kepada Sang Pencipta, tayangan-tanyangan media yang tidak memiliki nilai edukasi, apalagi yang dapat merusak moral anak bangsa. Semua itu butuh partisipasi dari negara.
Maka dari itu sangat penting adanya kerja sama antara peran orangtua/keluarga, lingkungan masyarakat, sekolah dan negara guna menciptakan kondisi yang dapat membantu anak untuk tumbuh dan berkembang ke arah yang lebih baik.
Peran Ibu dalam Kacamata Islam
Dalam Islam, ibu memiliki peran yang sangat penting dalam membantu tumbuh kembang anak agar nantinya anak dapat cerdas, baik spiritual maupun akademik. Karena ibu merupakan sekolah utama dan pertama bagi anak-anaknya dan teladan yang terdekat, yang darinya anak memperoleh banyak pelajaran. Sebab kecerdasan, kegigihan, dan tingkah laku sang ibu adalah faktor yang berpengaruh kuat bagi masa depan anak.
Sebagaimana kita bisa mengambil contoh sosok perjuangan Ibu Imam asy-Syafi’i yang membesarkan, mendidik, dan memperhatikannya hingga kemudian Muhammad bin Idris asy-Syafi’i menjadi seorang imam besar. Ia mempelajari Alquran dan berhasil menghafalkannya saat berusia 7 tahun.
Setelah itu, ibunya memperhatikannya agar bisa berkuda dan memanah. Jadilah ia seorang pemanah ulung. 100 anak panah pernah ia muntahkan dari busurnya, tak satu pun meleset dari sasaran. Selain itu, saat beliau baru berusia 15 tahun, Imam asy-Syafi’i sudah diizinkan Imam Malik untuk berfatwa. Hal itu tentu tidak terlepas dari peranan ibunya yang merupakan seorang muslimah yang cerdas dan pelajar ilmu agama.
Olehnya itu, ibu memiliki peran yang begitu besar dalam menentukan masa depan anaknya. Begitu pula orang tua yang berusaha keras dalam mendidik anak-anaknya dalam lingkungan ketaatan kepada Allah, maka pendidikan yang diberikannya tersebut merupakan pemberian yang berharga bagi anak-anaknya. Sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Al-Hakim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya selain pendidikan yang baik. (HR. Al Hakim).
Dengan demikian, peran ibu yang ideal akan sulit tercapai dalam kondisi saat ini, karena kurangnya sinergi antara peran keluarga, masyarakat dan negara untuk menghasilkan generasi yang unggul.Olehnya itu, dalam mendidik generasi penerus bangsa tentu tak hanya cukup mengandalkan peran dari seorang ibu. Selain itu, sesungguhnya hal itu perlu ditunjang dengan pemenuhan kebutuhan keluarga agar nantinya tugas utamanya sebagai ibu tak teralihkan karena kesibukkannya dalam bekerja, sehingga dapat melalaikan peran utamnya. WalLahu a’lam bi ash-shawab.
Fitri Suryani, S.Pd (Guru Asal Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara)