Telah maklum diketahui bahwa melakukan kebaikan merupakan sesuatu hal yang diwajibkan di dalam Islam. Semua aturan Islam diperuntukkan bagi kebaikan manusia.
Rasulullah Saw bersabda:
اناللّهكتبالاحسانعلىكلشيئفاذاقتلتمفاحسنواالقتلة.واذاذبحتمفاحسنواالذبحة.
Sesungguhnya Alloh telah mewajibkan berbuat baik dalam segala sesuatu. Maka bila kamu akan membunuh, bunuhlah dengan cara yang baik. Dan bila kamu akan menyembelih, sembelihlah dengan cara yang baik.
Di dalam hadits tersebut terdapat tuntutan melakukan perbuatan – perbuatan baik yang disyariatkan.
Disebut melakukan sholat yang baik tatkala syarat dan rukunnya terpenuhi. Di antara syarat pelaksanaan sholat wajib adalah memperhatikan waktu – waktunya. Alloh swt menyatakan:
انالصلاةكانتعلىالمؤمنينكتاباموقوتا.
Sesungguhnya sholat yang diwajibkan atas orang mukmin berdasarkan waktu – waktu yang telah ditentukan.
Sekiranya sholat tidak memperhatikan waktu pelaksanaannya, tentunya tidak bisa disebut berbuat ihsan dalam sholat.
Pelanggaran terhadap ketentuan ihsan (berbuat kebaikan) akan menimbulkan bencana dan kerusakan. Sedangkan disebut baik itu adalah yang dianggap baik oleh syariat. Sebaliknya disebut buruk adalah yang dianggap buruk oleh syariat. Artinya, melaksanakan ketentuan – ketentuan syariat dalam seluruh bidang kehidupan itulah yang disebut dengan berbuat baik. Sebaliknya meninggalkan ketentuan – ketentuan syariat di dalam mengatur kehidupan manusia itu yang disebut sebagai sebuah kemaksiatan.
Seluruh kemaksiatan yang dilakukan manusia akan berdampak terhadap terjadinya bencana dan kerusakan. Di samping kemaksiatan itu mendatangkan dosa bagi pelakunya.
Kemaksiatan individual tentu dampaknya dirasakan oleh individu tersebut. Akan tetapi kemaksiatan sistem akan berdampak luas pada suatu masyarakat, bangsa dan negara. Dalam hal kemaksiatan sistem ini, Alloh menyatakan:
واتقوافتنةلاتصيبنالذينظلموامنكمخاصة.
Takutlah kepada bencana yang tidak hanya menimpa atas orang – orang yang dholim di antara kalian.
Di dalam sebuah hadits Nabi menyatakan bahwa sesungguhnya Alloh akan mengadzab orang – orang secara umum dikarenakan perbuatan orang – orang khusus (orang – orang tertentu).
Kemaksiatan sistem itu terjadi tatkala orang – orang yang memiliki kewenangan di dalam mengatur urusan rakyatnya mengabaikan aturan – aturan syariat Islam. Mereka mengatur politik, pemerintahan, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, peradilan dan pertahanan keamanan menggunakan ideologi yang berasaskan sekulerisme, baik itu Kapitalisme liberal maupun Komunisme. Dampak kerusakannya juga di seluruh bidang kehidupan. Politik opportunis, pendidikan yang sekuleristik, ekonomi liberalistik, peradilan kompromistik dan kerusakan lainnya. Akibatnya, Alloh pun menimpakan bencana kepada mereka, baik bencana alam maupun bencana kemanusiaan.
Timbul sebuah pertanyaan, apakah benar bahwa bencana itu terjadi karena kemaksiatan? Di Belanda misalnya, sudah tidak pernah lagi terjadi bencana padahal ideologinya jelas sekuler dan liberal. Sedangkan di Indonesia yang notabenenya hampir 80 persen penduduknya muslim, seringkali terkena bencana. Yang terbaru bencana banjir di awal tahun 2020 ini.
Pada tahun 1920 dan 1953, di Belanda pernah terjadi banjir yang cukup besar. 180 ribu orang tenggelam karenanya.
Untuk mengatasi banjir tersebut, pemerintah Belanda membangun sebuah bendungan bernama Oosterscheld yang panjangnya mencapai 9 km. Terdapat padanya pintu – pintu air raksasa. Di samping itu, Belanda menerapkan sistem Polder.
Sistem Polder itu berupa area dataran terendah yang di sekelilingnya dibuat tanggul – tanggul yang terhubung dengan kanal – kanal berupa gorong – gorong maupun sungai yang bermuara ke laut, layak sistem hidrologis yang terintegrasi satu sama lain. Kincir – kincir angin dipasang terpadu dengan Polder ini guna menguras air yang bisa bermanfaat untuk irigasi. Bahkan Belanda membentuk badan khusus yang menangani banjir ini. Tidak tanggung – tanggung alokasi dana yang diperuntukkan untuk berinovasi dalam penanggulangan banjir mencapai sekitar 2,8 milyar US dollar.
Alih – alih pemerintah Belanda melawan air, yang terjadi justru pemerintah Belanda bisa mengendalikan air untuk kebutuhan dan pasokan masyarakatnya. Mereka tidak lagi kuatir akan ancaman kekeringan.
Dari ilustrasi penanganan banjir oleh Belanda tersebut terlihat keseriusan dan kesungguhan mereka. Perangkat kemajuan sains dan teknologi digunakannya untuk mengendalikan sumber daya air. Bermanfaat bagi kebutuhannya dan tetap terjaga kelestarian air tersebut.
Tentunya menjaga kelestarian sumber daya alam termasuk air merupakan hukum Islam. Pelestarian SDA termasuk di dalam cakupan berbuat baik yang diwajibkan Alloh Swt.
Belanda dengan usahanya menjaga kelestarian air sehingga tidak lagi terjadi banjir pasca 1953, bukanlah karena mereka menerapkan syariat Islam dalam mengelola SDA. Akan tetapi lebih karena faktor keuntungan dan kerugian. Ya, ini sesuai dengan standar kehidupannya yang liberal dan sekuler.
Adapun bila kita meneropong kehidupan sosial budaya di Belanda. Bencana kemanusiaan telah dirasakannya sebagai buah kehidupan yang sekuler dan liberal.
Angka perceraian di Belanda sekitar 34 ribu kasus per tahun. Bahkan kota Amsterdam disebut sebagai di antara kota bergelimang dosa di dunia. Di Amsterdam terdapat Red Light distrik, yang menyuguhkan wisata dan kebebasan seks. Para pekerja seks dipajang di etalase kaca yang bisa dipilih oleh pengunjung. Bahkan berbagai menu seks disuguhkan. Menu pelacur/pekerja seks dari beberapa negara disediakan. Mereka legal. Mereka membayar pajak profesi.
Tidak hanya itu, Amsterdam disebut sebagai kota yang paling tidak aman. Tahun 2019, angka perampasan sebesar 226 kasus meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 184 kasus. Penjambretan naik dari 1.194 kasus menjadi 1.235 kasus. Selain Amsterdam, ada 9 kota lainnya yang masuk kategori tidak aman. Kota Herleen, Mastritch, Denhaag, Sitter gellen, Diemen dan lainnya.
Kesimpulannya, kehidupan yang liberal dan sekuler telah menghasilkan potret kehidupan masyarakat yang sakit. Yang tentunya, kerusakan dan berbagai kemaksiatan tersebut akan melahirkan dampak yang serius bagi kemanusiaan tentu saja. Bisa jadi mereka mampu untuk mengatasi bencana banjir dengan kecanggihan teknologinya. Akan tetapi apakah mereka sanggup untuk mengatasi bencana kemanusiaan yang melanda masyarakatnya? Bencana kemanusiaan yang notabenenya adalah kemaksiatan tetap berpotensi untuk mendatangkan bencana alam berupa gempa bumi, tsunami, dan semisalnya yang tentunya menjadi hak seutuhnya dari Alloh, Dzat yang menguasai alam semesta.
Pelajaran yang bisa diambil adalah berikut ini. _Pertama_, dalam hal teknis strategis yang berkaitan dengan teknologi, kaum muslimin boleh mempelajarinya dari bangsa manapun. Sains dan teknologi sifatnya universal.
Sebagai contoh, kaum muslimin bisa mengambil teknologi sistem Polder guna mengatasi banjir. Termasuk penataan sistem hidrologis terpadu yang sudah diadopsi Belanda.
Kedua_, Bencana kemanusiaan yang terjadi dari sistem liberal sekuler Barat seharusnya menyadarkan kaum muslimin khususnya di negeri ini. Kehidupan yang sekuler hanya melahirkan berbagai macam bencana baik bencana alam termasuk juga bencana kemanusiaan. Sudah semestinya kaum muslimin melaksanakan kewajiban untuk berbuat baik atas segala sesuatu dalam seluruh bidang kehidupannya. Kewajiban berbuat baik atas segala sesuatu hanya bisa dilaksanakan dengan menerapkan aturan syariat Islam dalam semua bidang kehidupan. Asas keimanan akan menjadi jaminan keistiqomahan dalam mengambil aturan Islam. Dengan demikian kemaslahatan hidup akan bisa diwujudkan.
oleh Ainul Mizan (Penulis tinggal di Malang)