“Kado Pahit” Tahun Baru 2020

Oleh : Zakiyya

Ibu rumah tangga dan pegiat dakwah

Iklan Pemkot Baubau

Gegap gempita perayaan tahun baru baru saja berakhir. Semua orang menyambut tahun baru dengan penuh kegembiraan dan harapan besar bahwa di tahun yang baru akan lebih baik dari tahun yang lalu. Namun siapa yang menyangka, ternyata awal tahun 2020 ini Indonesia mendapat kado pahit berupa banjir.

Sebagian wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi dikepung banjir pasca hujan dengan intensitas tinggi yang terjadi sejak Selasa (31/12/2019). Hingga Kamis (2/12/2019), di Bekasi, ribuan rumah penduduk di bantaran sungai Bekasi wilayah Jatiasih terendam hingga 1-1,5 meter atau seleher orang dewasa akibat air kiriman dari Bogor.

“Menurut data BNPB, dampak bencana banjir dan longsor mengakibatkan 293 kelurahan dan 74 kecamatan. Jumlah pengungsi Jabodetabek yaitu 35.502 dengan korban meninggal sebanyak 67 orang. Banjir juga menyebabkan kerusakan fasilitas sosial, fasilitas umum dan perumahan penduduk,” kata Muhadjir Effendy di kantor Kamenko PMK, Jln Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (7/1/2020). “Data korban di masing-masing wilayah, jumlah pengungsi sampai saat ini di DKI Jakarta sebanyak 3.685 pengungsi dan yang meninggal dunia 16 orang, di Jawa Barat 15.400 pengungsi dan 31 orang meninggal dunia. Di Banten 16.821 pengungsi dan 20 meninggal dunia, dan 1 hilang, belum ketemu maksudnya,” sambungnya. (detikNews 7/1/2020)

Hujan kerap diidentikkan dengan banjir. Banyak orang yang merasa was-was ketika musim penghujan datang. Apalagi bila hujan besar yang turun. Padahal sejatinya hujan adalah rahmat dari Allah yang harus kita syukuri dan tidak perlu kita takuti. Namun jika banjir terjadi, apakah patut kita salahkan Allah Swt. yang telah menurunkannya? Banjir bukan baru sekali ini terjadi di Indonesia. Beberapa tahun ke belakang bila musim hujan tiba, banjir dan longsor kerap terjadi. Tidak hanya menelan korban berupa harta namun juga jiwa. Hal ini tentu perlu kita teliti, mengapa terus terjadi.

Banjir yang selalu menelan korban berupa harta maupun nyawa tidak bisa dipandang enteng. Ada sebab mengapa hal tersebut selalu berulang. Hal ini tentu tidak lepas dari peran pemerintah dalam mengatur tata kota, saluran air maupun ruang hijau agar dapat menyerap air bila ada hujan besar datang. Lihatlah betapa masifnya pembangunan di kota-kota maupun desa yang hampir tidak menyisakan sedikit pun ruang untuk tumbuhnya tanaman-tanaman atau pohon-pohon. Seolah semua lahan kosong adalah sesuatu yang bisa menghasilkan uang tanpa mengindahkan lingkungan sekitar. Hal ini tentu hanya dapat terjadi pada sistem kapitalis-sekuler yang hanya ingin meraup keuntungan semata tanpa melihat bagaimana dampaknya bagi rakyat. Bila hal ini dibiarkan tentu hal yang sama akan terus terjadi setiap tahun yang berimbas pada kesengsaraan rakyat dan trauma yang berkepanjangan bila musim penghujan tiba.

Penggundulan hutan, pembukaan lahan dengan cara membakar hutan, buang sampah sembarangan, pembangunan pemukiman tanpa mengindahkan lingkungan dan lain sebagainya merupakan penyebab-penyebab terjadinya banjir yang tentu saja harus segera dihentikan aktivitasnya. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya lingkungan terutama keberadaan pepohonan yang dapat mencegah terjadinya banjir.

Penanggulangan bencana pun tampak tidak tuntas dikerjakan pemerintah. Lalu di manakah pemerintah yang seharusnya menjadi pihak pertama dalam memberikan bantuan? Sistem kapitalis-sekuler saat ini mendorong pemerintah cenderung bersikap abai dengan penderitaan rakyatnya. Mereka disibukkan dengan pembangunan-pembangunan bersama investor asing yang dapat mendatangkan sejumlah keuntungan bagi dirinya sendiri. Penderitaan rakyat bukanlah prioritas utama bagi mereka. Padahal mereka adalah pelayan rakyat yang tentu saja tugas utama mereka adalah melayani rakyat apalagi di saat-saat seperti ini.

Bencana atau musibah pada hakikatnya adalah ujian dari Allah Swt. yang patut kita muhasabahi. Sebagai seorang muslim, ketika ditimpa bencana, seharusnya kita segera beristigfar dan bermuhasabah. Apakah selama ini kita telah berbuat dosa atau berbuat kerusakan yang mengundang murka Allah Swt. Seperti firman Allah Swt.:

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS ar-Rum: 41)

Bencana alam baik karena faktor alam maupun akibat ulah tangan manusia merupakan qada dari Allah Swt. yang harus diterima dengan penuh keridaan dan kesabaran. Seorang mukmin diperintahkan untuk mengambil pelajaran dari setiap musibah agar ia memperbaiki diri dan kembali taat kepada Allah Swt. Namun bagaimana dengan pemerintah saat ini yang menerapkan sistem kapitalis-sekuler? Pemerintah saat ini dalam menanggulangi bencana yang terjadi hanya mengandalkan analisis dari segi ilmiah dan keilmuan semata. Semua penyebab musibah itu tidak pernah mereka kaitkan dengan kelalaiannya untuk menaati hukum dan aturan Allah Swt. dalam mengatur urusan masyarakat dan negara ini.

Dan semua itu terjadi akibat tidak diterapkannya syariat Islam di negeri ini. Pemerintah terkesan lambat dalam menanggulangi bencana terutama membantu korban bencana. Seolah tidak ada rasa takut akan murka Allah karena mengabaikan korban bencana. Penerapan sistem kapitalis-sekuler saat ini yang memisahkan agama dari kehidupan mengakibatkan tergerusnya hati dari rasa simpati dan empati.

Sementara dalam Islam, konteks penanganan terhadap musibah, khilafah menggariskan kebijakan-kebijakan komprehensif yang terhimpun dalam manajemen bencana model khilafah Islamiyyah yang tegak di atas akidah Islamiyyah. Manajemen bencana khilafah Islamiyyah meliputi penanganan pra bencana, ketika dan sesudah bencana. Manajemen pra bencana adalah seluruh kegiatan yang ditujukan untuk mencegah atau menghindarkan penduduk dari bencana. Kegiatan ini meliputi pebangunan sarana-sarana fisik untuk mencegah bencana seperti pembangunan kanal, bendungan, tanggul, reboisasi, memelihara kebersihan lingkungan.

Adapun manajemen ketika bencana adalah seluruh kegiatan yang ditujukan untuk mengurangi jumlah korban dan kerugian material akibat bencana. Kegiatan-kegiatan penting yang dilakukan adalah evakuasi korban secepatnya, membuka akses jalan dan komunikasi dengan para korban, serta memblokade atau mengalihkan material bencana ke tempat-tempat yang tidak dihuni manusia.

Sementara manajemen pasca bencana yakni seluruh kegiatan yang ditujukan untuk me-recovery korban bencana agar mereka mendapatkan pelayanan yang baik selama di pengungsian dan memulihkan kondisi psikis mereka agar tidak depresi, stres dan dampak-dampak psikologis lainnya. Begitulah solusi tuntas yang diberikan khilafah terkait penanganan bencana hingga umat tidak akan merasa terabaikan.

Sudah saatnya pemerintah negeri ini yang merupakan negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia, menata dan mengelola negeri ini dengan sistem yang adil dan sempurna yaitu sistem Islam, yang berasal dari Allah Swt yang Maha adil dan Maha sempurna termasuk di dalamnya penanganan bencana. Wallahu a’lam bi shawab