Corona Mewabah, Kita Harus Muhasabah

Hana Annisa Afriliani, S.S
(Aktivis Dakwah dan Penulis Buku)

Pasca menjadi sorotan dunia karena kasus penindasan Muslim Uighur, kini Cina kembali geger. Namun kali ini oleh penyebaran virus menular yang mematikan, yakni Corona. Virus ini asal kemunculannya adalah di Kota Wuhan, Hebei, Cina. Belum diketahui secara pasti darimana sumber virus ini berasal. Namun menurut pemerintah Cina, virus ini ditularkan dari binatang liar yang biasa dikonsumsi oleh warga Cina, seperti kelelawar, katak, tikus, biawak, dll.

Penularan virus corona ini sangat cepat. Meski baru muncul pada akhir Desember 2019 lalu, virus ini telah berekspansi ke berbagai negara di luar cina. Sebanyak 16 negara telah dilaporan terinfeksi virus corona, diantaranya singapura, Malaysia, Hongkong, Vietnam, Thailand, Australia, Korea Selatan, hingga Amerika Serikat.

Iklan Pemkot Baubau

Di Cina sendiri, sampai Rabu (29 Januari 2020) dilaporkan sudah 132 orang meninggal dunia akibar virus corona ini. Sementara sebanyak 5.974 orang terinfeksi virus tersebut. (Kompas.com/29-01-2020)

Suara.com (28-01-2020) melansir bahwa Kasus yang terdeteksi di luar China terjadi pada warga berusia dua sampai 74 tahun (median usia 45 tahun) dan 71 persen terjadi pada laki-laki.

Selain itu, dari 37 kasus yang terjadi di luar China, 36 di antaranya terjadi pada orang yang punya riwayat perjalanan ke China, 34 di antaranya punya riwayat perjalanan ke Wuhan.

Dengan semakin mewabahnya virus corona tersebut, akhirnya pemerintah Indonesia sendiri telah resmi mengeluarkan peringatan kunjungan atau travel warning bagi masyarakat untuk bepergian ke Provinsi Hubei, China. Namun demikian, pemerintah tidak menutup arus masuk para turis asal Cina ke Indonesia, dengan alasan HAM dan pertimbangan ekonomi.

Sebagaimana diberitakan beberapa hari lalu, sebanyak 170 orang turis asal Cina mendarat di Sumatera Barat dengan tujuan berwisata selama 6 hari. Namun ternyata hal tersebut mendapat reaksi penolakan dari masyarakat setempat, termasuk dari para ulama di Bukittinggi yang tergabung dalam
Gerakan Nasional Penyelamat Fatwa (GNPF). Mereka mendesak agar para turis asal Cina tersebut dipulangkan demi melindungi warga Indonesia dari penularan virus corona.

Namun sayang, pemerintah tidak sigap dalam merespon penolakan masyarakat tersebut. Pemprov Sumbar menyatakan tidak berwenangan memulangkan para turis tersebut. Menurutnya, pemulangan hanya bisa dilakukan dengan kehendak agen perjalanan atau dari pemerintah pusat, yakni oleh Kementrian Hukum dan HAM, yakni dirjen imigrasi.

Pun halnya dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) hanya melabeli wabah virus corona sebagai keadaan darurat bagi China. Bukan darurat global. Padahal jelas virus Corona telah menjadi ancaman serius bagi rakyat di seluruh dunia.

Mewabahnya virus Corona semestinya juga menjadikan kita bermuhasabah diri. Ya, sebab sejatinya di balik mewabahnya virus tersebut, ada aturan syariat Islam yang dilanggar, yakni soal makan makanan yang halal dan thayib.

Allah SWT berfirman:

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi” (TQS.Al-Baqarah:168)

Lebih khusus lagi Allah mengharamkan makanan-makanan tertentu yang disebutkan dalam nash-nash syara, baik Alquran maupun hadist Rasulullah Saw.

Allah Swt berfirman:

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.“ (QS Al Maidah : 3)

“Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang melarang memakan setiap hewan bertaring yang buas”(Muttafaqun ‘Alaih).

Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Fathul Bari mengatakan,

وَمِنْ الْمُسْتَثْنَى أَيْضًا التِّمْسَاح لِكَوْنِهِ يَعْدُو بِنَابِهِ

“Termasuk hewan yang dikecualikan dari kehalalan untuk dimakan adalah buaya karena ia memiliki taring untuk menyerang mangsanya.”

Jelaslah bahwa dalam syariat Islam terkandung maslahat bagi seluruh umat manusia. Dalam perkara makanan saja, jika kita bersandar pada aturan syariat, yakni makan makanan yang halal dan toyib niscaya kita akan memiliki tubuh yang sehat dan bugar. Jadi makan bukan asal makan, yang penting mengenyangkan, melainkan tunduk pada aturan Allah Swt. Hal tersebut juga sebagai wujud ketakwaan kita kepada Allah.

Mewabahnya virus corona semestinya menajadi bahan muhasabah bagi kita, yakni untuk tunduk pada aturan Allah dalam segala aspek kehidupan, bukannya mengikuti hawa nafsu semata. Dan kita juga harussemakin menyadari akan kekuasaan Allah Yang Maha Besar. Amat mudah bagi Allah untuk menegur hambanya, karena sungguh Dialah Sang Pemilik Skenario Kehidupan. Lantas apa yang membuat kita masih pilah-pilih terhadap syariatNya? Padahal semua hal yang datang dari Allah pasti ya g terbaik. Wallahu’alam.

Hana Annisa Afriliani, S.S (Aktivis Dakwah dan Penulis Buku)