Kurikulum Pendidikan Adalah Ruh Negara

NOVI ISMATUL MAULA

Pendidikan tidak terlepas dari kurikulum. Karena kurikulum merupakan jantung pendidikan. Majunya suatu negara bisa dilihat dari output pendidikannya. Apakah mencetak manusia-manusia sukses, beriman dan beradab? Atau justru hanya mencetak manusia yang jauh dari harapan?

Baru-baru ini menteri pendidikan dan kebudayaan Nadiem Makarim  meluncurkan program baru dalam dunia pendidikan di Perguruan Tinggi, yang bertajuk “Kampus Merdeka” ini kelanjutan dari program “Merdeka Belajar”. “Perguruan tinggi di Indonesia harus menjadi ujung tombak yg bergerak tercepat, karena dia begitu dekat dengan dunia pekerjaan, dia harus yang berinovasi tercepat dari semua unit pendidikan,” ujar Nadiem di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Jumat, 25 Januari 2020. (Tempo.co, 25/01/2020).

Iklan Pemkot Baubau

Seperti yang di kutip oleh Tempo.co, Nadiem Makarim 4 program, yakni

1. Mudahnya membuka studi baru

2. Perubahan Sistem Akreditasi

3.kemudahan Perguruan tinggi menjadi Badan Hukum

4.  Mahasiswa bisa magang 3 semester.

Semua itu tujuannya untuk memenuhi kebutuhan industri. Karena menurut Nadiem perguruan tinggi harus menjadi ujung tombak tercepat, karena dekat dengan dunia kerja. Dengan begitu semakin tampaklah liberalisasi dalam dunia pendidikan. Negara melepaskan tanggung jawabnya dalam masalah pendidikan, yang nantinya akan diserahkan kepada kebutuhan pasar. Maka yang akan masuk ke dalam kampus-kampus adalah program-program yang sejalan dengan industrialisasi.

Ini jauh dari hakikat adanya perguruan tinggi di tengah masyarakat. Yang seharusnya mencetak manusia-manusia ahli, manusia-manusia yang kritis, logis, yang peka terhadap nasib rakyat. Namun faktanya  perguruan tinggi hanya menghasilkan budak industri.

Wajar saja, karena negeri ini memang mengadopsi sistem kapitalisme dan liberalisme, maka dunia pendidikan pun sejalan dengan sistem yang ada saat ini. Maka sangat jauh dari harapan akan menghasilkan generasi yang mampu membangun peradaban baru, peradaban yang gemilang. Karena posisi negeri ini pun hanya membebek pada negara pengusung sistem kapitalisme liberalisme.

Padahal masalah pekerjaan dalam kacamata muslim yang sesungguhnya adalah perkara kecil. Yang itu mudah didapat. Karena mereka memiliki visi besar, lebih dari sekedar mencari uang. Visi membangun peradaban yang unggul, yang kegemilangannya akan menguasai seluruh dunia. Bahkan mampu mengalahkan kekuatan, keadigdayaan negara barat. Justru kelak mereka akan mengekor terhadap kaum muslimin. karena kurikulum dalam sistem islam lahir dari wahyu, Al-Qur’an dan hadist. Kurikulum yang mudah dipelajari, simpel, namun hasilnya luar biasa.

Bukan seperti kurikulum hari ini yang sudah berkali-kali ganti kurikulum, namun hasilnya justru semakin menjadi beban bagi tenaga pendidik maupun murid. Wajar saja ganti kurikulum bukannya mengurangi permasalahan justru semakin menjadi beban. Karena kurikulumnya lahir tanpa landasan yang jelas. Padahal kurikulum adalah Ruh negara dalam membangun sebuah peradaban.

Generasi unggul, yang cerdas, beriman  hanya mampu dicetak oleh sistem yang bukan berasal dari manusia. Tapi berasal dari Sang Pencipta Manusia dan Alam semesta ini. Sistem yang berasal dari langit. Ini bukan hal yang utopis, karena sejarah telah membuktikan, islam mampu mencetak generasi terbaik, generasi ahli. Mereka beriman dan bertaqwa, namun mereka juga menghasilkan karya untuk memecahkan permasalahan umat. Seperti, Ibnu Sina sebagai bapak kedokteran, Alkhawarizmi pakar matematika, Maryam Asturlabi Penemu konsep Kompas, Muhammad al-Fatih penakluk konstantinopel pada usia 21 tahun usia yang masih sangat belia, yang sebelumnya di usia 14 tahun ia sudah menjadi walikota.

Adakah sistem yang mampu mencetak generasi seperti mereka? Hanya dalam sistem islam yang mampu memcetak generasi pemimpin, generaai unggu dan generasi ahli. Bukan arahan industri, tapi arahan negara sesuai dengan visinya.

NOVI ISMATUL MAULA