Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) selain dikenal memiliki keberagaman budaya, Sultra juga dikenal memiliki sumberdaya alam (SDA) yang begitu melimpah. Mulai dari sektor industri, pertambangan, pertanian, perkebunan, perikanan hingga dan pariwisata.Potensi itu, membuat Sultra menjadi salah satu provinsi tujuan utama bagi investor lokal maupun investor asing. Meski menjadi tujuan utama bagi investor, dalam proses investasi juga harus didukung oleh kebijakan pemerintah yang memudahkan para investor masuk, namun menguntungkan bagi daerah. Hal ini yang kemudian menjadi perhatian khusus bagi Gubernur dan Wakil Gubernur Sultra, Ali Mazi dan Lukman Abunawas, perihal memajukan daerah melalui invetasi. Tak tanggung-tanggung, Gubernur Sultra, Ali Mazi menemui Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia (RI), Bahlil Lahadalia di Jakarta untuk membahas mengenai investasi di bumi anoa, Minggu (26/1/2020) lalu. (detiksultra.com).
Sulawesi Tenggara dengan masyarakat yang hidup dengan keberagaman suku. Juga punya alam yang memanjakan netra. Berbagai wisata pantai tersedia, bahkan sungai terpendek di dunia ada di dalamnya. Selain itu nyatanya wilayah di tenggara pulau Celebes ini juga kaya akan sumber daya alam (SDA) . Banyak SDA yang terkandung di bumi Anoa ini yang masih belum terjamah layaknya dara. Tentu saja hal ini menggiurkan tangan-tangan korporat yang tak sabar untuk segera mengeruknya. Agar dapat memungut hasil fantastis demi menambah derajat finansialnya. Provinsi Sulawesi Tenggara kini dipimpin oleh seorang Gubernur bernama Ali Mazi, SH. Beliau pernah menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara periode pertama sejak 18 Januari 2003 hingga 18 Januari 2008.
Sebelum menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi berprofesi sebagai Advokat dan pernah menjadi Advokat /Pengacara PT. Indobuild.co. untuk perpanjangan hak guna bangunan (HGB) Hotel Hilton di kawasan Senayan, Jakarta. Ali Mazi, SH selain menjabat Gubernur Sulawesi Tenggara tahun 2003 hingga tahun 2008, Ali Mazi SH juga pernah menjabat sebagai Ketua BKPRS (Badan Koordinasi Pembangunan Regional Sulawesi) yang membawahi 6 provinsi di Sulawesi yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo dan Sulawesi Barat pada masa bakti tahun 2006-2008.
Setelah kembali menjabat menjadi gubernur beliau sangat semangat menyambut datangnya investor asing. Dalam suatu kesempatan bahkan ia sangat antusias dengan mengatakan bahwa jika investor belum kunjung datang maka kita yang harus menjemputnya. Karena kekayaan Bumi Anoa harus segera dieksekusi agar mendapatkan keuntungan bagi daerah serta mamou berimbas pada kesejahteraan masyarakat. Upaya yang serius dalam menjemput tamu asing ini dapat dilihat dari kegigihannya memperbaiki infrastruktur. Yakni dengan terus mengawal pengerjaan proyek di Sultra seperti pembangunan Bendungan Pelosika, kontroling pertambangan di Sultra, peningkatan kapasitas Bandara Haluoleo dan pelabuhan.
Sumber daya alam sebagaimana amanat konstitusi semestinya diperuntukan bagi hajat hidup rakyat Indonesia secara keseluruhan tanpa kecuali. Namun pada faktanya itu tidak bisa terlaksana sesuai amanat konstitusi. Pasalnya privatisasi tambang telah dihalalkan. Dengan demikian hanya pemilik modal yang mampu mengolah dan menikmati hasil tambang. Rakyat yang tak punya modal hanya dapat residu dari pengolahan hasil tambang.
Polemik pertambangan yang akrab terjadi di negeri ini adalah hasil tambang dapat dinikmati oleh pemilik modal, sementara lain masyarakat sekitar menderita akibat lingkungan yang telah terpolusi. Banyak masyarakat yang harus rela kehilangan mata pencaharian nya ketika pertambangan mulai berjalan diantaranya petani yang tak lagi bisa bercocok tanam karena tanah yang tandus akibat terakumulasi bahan kimia. Petani rumput laut tak lagi dapat berproduksi sebab limbah pertambangan mengalir bebas dilautan juga mencemari sekitaran pantai tempat produksi. Namun di sisi lain tak dapat dipungkiri bahwa manusia membutuhkan minyak bumi dan gas alam agar tetap berlangsungnya kegiatan sehari-hari dengan cara yang lebih praktis. Lalu apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk menangani ketimpangan ini? Saat manusia membutuhkan bensin agar mesin tetap bergerak. Manusia butuh aspal agar kendaraannya dapat berjalan mulus tanpa kendala. Juga butuh gas alam agar hidangan segera tersedia tanpa bergelut dengan kayu bakar dan api membara yang asapnya menghitam di udara. Tapi di sisi lain pertanian, perikanan serta rumput laut merupakan komoditas yang menjadi kebutuhan vital masyarakat demi menghindari kondisi gizi stunting.
Hal yang lumrah jika adanya jarak yang jauh antara pemilik modal dan rakyat jelata dalam era kapitalisme. Di mana pengusaha lebih berkuasa dibanding penguasa. Pengusaha bisa dikatakan sebagai invisible hand, yaitu kekuasaan bayangan yang mampu menggerakan penguasa yg mengatur di suatu wilayah. Adalah sebuah kesalahan jika memberikan kuasa SDA kepada swasta. Semestinya SDA tak boleh diprivatisasi. Sebab itu hak negara, sehingga hanya negara yang boleh menguasainya secara penuh bukan segelintir manusia sahaja. Sehingga perencanaan yang matang menjadi hak penuh negara, dengan pertimbangan jarak pada masyarakat sekitar misalnya. Pada akhirnya keuntungan tidak dinikmati oleh beberapa orang saja, melainkan keuntungan diolah oleh negara dan diperuntukkan kepada rakyat secara keseluruhan.
Islam adalah agama yang sempurna karena megatur ranah Politik juga spiritualitas sekaligus. Telah digambarkan dalam sebuah hadist bahwa Imam at-Tirmidzi meriwayatkan hadis dari penuturan Abyadh bin Hammal. Dalam hadis tersebut diceritakan bahwa Abyad pernah meminta kepada Rasul saw. untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul saw. lalu meluluskan permintaan itu. Namun, beliau segera diingatkan oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (mâu al-iddu).” Rasul saw. kemudian bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut dari dia.” (HR at-Tirmidzi).
Air yang mengalir artinya kekayaan tersebut berjenjang secara terus menerus dalam kegiatan pertambangan tersebut. Dengan demikian kekayaan semacam ini telah semestinya dikuasai penuh oleh negara agar hasilnya mampu menjadikan kesejahteraan masyarakat. Ketidakmampuan mengolah tambang berikut keterampilan alat canggih milik asing selalu menjadi alasan yang terus diulang. Padahal pada faktanya, setiap tahun selalu ada thesis dan disertasi mengenai cabang ilmu terkait yang terus terbit namun tak berguna bak menguap terhisap udara tanpa sisa. Bukankah hasil penelitian anak negeri ini seyogyanya mampu diadaptasi dalam kegiatan pertambangan tanpa mengandalkan asing maupun aseng lagi?
Di antara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada sabda Rasulullah SAW.: “Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api.” (HR Ibnu Majah).
Tambang adalah kepemilikan umum, dan sebagai masyarakat muslim seharusnya kita bangga menjadikan sabda baginda sebagai sesatunya solusi. Rasulullah adalah teladan kepemimpinan yang telah Allaah ridhoi. Sudah sepantasnya kita kembali kepada identitas agama ini dengan bangga terhadap aturan Illaahi Yang Maha Sempurna. Kita tidak dapat mengingkarinya hanya sebab manfaat kekuasaan maupun kekayaan sejumput yang kita peroleh. Sebab tidak boleh menjual jati diri Islam demi sebuah harta maupun tahta. Hal yang demikian tak boleh dibantah apalagi diingkari sedikit pun. Allah SWT berfirman: “Apa saja yang dibawa oleh Rasul kepada kalian, terimalah (dan amalkan). Apa saja yang dia larang atas kalian, tinggalkanlah. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sungguh Allah sangat pedih azab-Nya.” (TQS al-Hasyr [59]: 7). Wallaahu’Alam bish shawwab.
SINDY UTAMI (MAHASISWA FAKULTAS HUKUM USN DAN AKTIVIS BMI KOLAKA)