Oleh: Fitri Suryani, S.Pd
(Guru SMA Negeri di Kabupaten Konawe)
Saat ini, tak ada yang tak tahu tentang perayaan yang jatuh pada tanggal 14 Februari. Ya, apalagi kalau bukan Valentine’s Day. Hal itu tak jarang dirayakan oleh anak remaja maupun orang dewasa. Acara berbagi coklat dan bunga mawar seakan tak lepas dari momen 14 Februari, bahkan hubungan intim bak suami istri pun tak sedikit dijalani oleh mereka yang belum memiliki status sebagai pasangan yang sah.
Sebagaimana dilansir dari Koranbanjar.net bahwasanya menjelang perayaan Valentina Day’s penjualan kondom di Banjarmasin mengalami peningkatan. Parahnya, peningkatan penjualan kondom di Banjarmasin dipengaruhi para pembelinya yang berasal dari kalangan anak muda pria.
Seperti penelusuran yang dilakukan tim koranbanjar.net di salah satu apotek yang berada di Jalan Andalas, Banjarmasin. Pemilik apoteknya mengakui, menjelang hari Valentine penjualan kondom di apoteknya mengalami peningkatan. Menurutnya, khusus menjelang Valentine ini, kebanyakan pembelinya berasal dari anak muda pria berusia 19 hingga 20 tahunan (12/02/2019).
Dari itu, jelang Hari Valentine, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Makassar Iman Hud, mengeluarkan imbauan larangan penjualan kondom secara bebas. Dalam surat imbauannya yang sudah disebar, syarat pembelian alat kontrasepsi di mini market atau apotek harus menunjukkan KTP. Asumsinya, perilaku seks bebas kerap dilakukan kalangan muda-mudi di hari kasih sayang tersebut (Detik.com, 12/02/2020).
Perayaan Valentine’s Day tentu bukan hal baru lagi. Saat hari itu tiba seakan sudah menjadi rahasia umum bagi pasangan kekasih tuk memberi/berbagi seperti coklat dan bunga, bahkan bagi wanita tak sedikit menyerahkan sesuatu yang berharga dalam dirinya kepada lelaki yang menjadi dambaan hidupnya. Alasannya apalagi kalau bukan atas nama cinta.
Sebuah kencan pada hari Valentine seringkali dianggap bahwa pasangan yang sedang kencan terlibat dalam sebuah relasi serius. Sebenarnya Valentine itu merupakan hari Percintaan, bukan hanya kepada pacar ataupun kekasih, Valentine merupakan hari terbesar dalam soal Percintaan dan bukan berarti selain valentine tidak merasakan cinta. (https://id.wikipedia.org/wiki/Hari_Kasih_Sayang).
Dari fakta di atas tentu terbayang bagaimana perayaan tersebut diisi dan dijadikan sebagai hari bagi sebagian orang untuk melampiaskan rasa cintanya, namun cinta yang tidak dibangun dengan landasan yang dibenarkan oleh norma yang berlaku di tengah masyarakat, terlebih norma agama.
Di samping itu, budaya barat yang begitu mengagung-agungkan kebebasan, salah satunya kebebasan berperilaku. Hal itu tentu akan tercermin dari pola pikir dan menghasilkan pola sikap yang liberal pula. Karena bagi mereka naluri berkasih sayang (baca bercinta) merupakan naluri yang harus direalisasikan. Padahal naluri tersebut sejatinya, jika tidak terpenuhi hanya akan membawa pada kegelisahan, tapi tak sampai pada kematian. Karena hal itu bukan merupakan kebutuhan jasmani, yang jika tak dipenuhi akan membawa pada kebinasaan.
Olehnya itu, betapa berhasilnya para sekularis menyebarkan virus kebebasan bertingkah laku. Salah satunya ritual saat perayaan Valentine’s Day yang sudah menjadi hal biasa pada saat ini dan dijadikan sebagai ajang hari maksiat sedunia. Namun, sadar atau tidak, sesungguhnya tak sedikit para remaja ataupun orang dewasa yang telah terjerumus dalam perangkap perayaan 14 Februari tersebut. Padahal sejatinya budaya tersebut berasal dari barat yang begitu mengagung-agungkan budaya liberal.
Lebih dari itu, sesungguhnya Valentine’s Day merupakan budaya yang bukan berasal dari ajaran Islam. Sebagaimana dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Hari_Kasih_Sayang bahwa pertengahan bulan Februari dengan cinta dan kesuburan sudah ada sejak dahulu kala. Menurut tarikh kalender Athena kuno, periode antara pertengahan Januari dengan pertengahan Februari adalah bulan Gamelion, yang dipersembahkan kepada pernikahan suci Dewa Zeus dan Hera.
Di Roma kuno, 15 Februari adalah hari raya Lupercalia, sebuah perayaan Lupercus, dewa kesuburan, yang dilambangkan setengah telanjang dan berpakaian kulit kambing. Sebagai bagian dari ritual penyucian, para pendeta Lupercus meyembahkan korban kambing kepada sang dewa dan kemudian setelah minum anggur, mereka akan lari-lari di jalanan kota Roma sembari membawa potongan-potongan kulit domba dan menyentuh siapa pun yang mereka jumpai. Terutama wanita-wanita muda akan maju secara sukarela karena percaya bahwa dengan itu mereka akan dikarunia kesuburan dan bisa melahirkan dengan mudah.
Selain itu, dari sejumlah literatur sejarah, terutama dari tahun 1400, Valentine dideskripsikan sebagai pastor yang dipenggal oleh Kaisar Claudius II karena membantu pasangan Kristen menikah. Sebelumnya, Kaisar telah mengeluarkan kebijakan, melarang pernikahan. Menurutnya, kondisi lajang membuat tentara jadi lebih baik. Akhirnya, Valentine merasa ini tidak adil. Dia pun merayakan pernikahan atau menikahkan pasangan secara rahasia. Bagai bangkai tikus yang disembunyikan, kaisar akhirnya mengetahuinya.Valentine akhirnya dilemparkan ke dalam penjara dan dijatuhi hukuman mati (Tribunnews.com, 13/02/2019).
Maka untuk mengenang jasanya maka pada tanggal 14 Februari tak luput dari perayaan Valentina’s Day yang merupakan hari bersejarah karena pada hari itu ia meninggal dunia.
Karena itu, telah jelas bagaimana sejarah awal mulanya dan apa saja tradisi-tradisi yang menyertai dalam perayaan tersebut. Bukankah Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam pun telah bersabda yang artinya: “Siapa yang meniru suatu kaum maka dia bagian dari kaum tersebut.” (HR. Abu Daud).
Oleh karena itu, saat ini tidak mudah menciptakan suasana yang jauh dari budaya barat yang liberal, karena begitu banyak aspek yang mendukung terjadinya hal itu. Olehnya itu, peran keluarga, masyarakat dan negara begitu penting dalam memahamkan dan menjauhkan generasi muda saat ini dari budaya-budaya yang dapat merusak norma yang berlaku di masyaakat, terlebih menabrak norma agama. Wallahu a’lam bi ash-shawab.