Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Bank Emok Muncul, Islam Solusinya

6497
×

Bank Emok Muncul, Islam Solusinya

Sebarkan artikel ini
Bank Emok Muncul, Islam Solusinya
Ilustrasi Bank Emok (Bank kelililing)

Praktik rentenir dengan istilah “Bank Emok” (bank keliling) saat ini tengah menjamur di beberapa wilayah di Jawa Barat. Bahkan ada beberapa di antaranya yang berbadan hukum. Anggota komisi B DPRD Kabupaten Bandung, Mochammad Luthfi Hafiyya, meminta setiap pemerintahan desa untuk lebih mengoptimalkannya dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). BUMD dapat mengelola dengan baik akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti terhindar dari jeratan rentenir atau Bank keliling yang kini dikenal dengan nama “Bank Emok.” Asalkan anggotanya melaksanakan hak dan kewajiban sebagai anggota BUMDes, insyaAllah meminta kredit pun bisa cair dari BUMDes, dengan mencatatkan dalam pelaksanaan pembayaran kredit setiap bulannya,” jelas anggota fraksi PDI perjuangan DPRD Kabupaten Bandung ini (TimesIndonesia, 14 Januari 2020).

Kenaikan harga bahan-bahan pokok, iuran BPJS, tarif listrik yang berangsur-angsur naik membuat rakyat tercekik terutama para ibu yang bingung mengatur anggaran rumah tangga. Hal ini mendorong para ibu mencari pinjaman yang dapat ditempuh tanpa harus mengeluarkan ongkos. Bank Emok hadir seolah untuk menjawab kebingungan para ibu. Meskipun dengan bunga yang tidak sedikit namun kehadirannya bisa dibilang sebagai “angin segar” bagi para ibu. Bank Emok atau bisa kita sebut “Bank keliling” kini tengah digandrungi oleh para ibu karena selain mekanisme kerja mereka yang mudah dijangkau karena mereka “berkeliling” menawarkan pinjaman bagi siapa saja yang membutuhkan. Hal ini tentu mempermudah para ibu yang masih harus berkutat dengan banyak tugas rumah tangga yang tentunya menyita waktu. Padahal Bank Emok, disadari atau tidak adalah praktek rentenir yang memiliki “bunga” cukup tinggi.

Karena menjamurnya Bank Emok ini, maka pemerintah bermaksud “meringankan” beban masyarakat dengan merilis BUMDes yaitu koperasi dengan bunga lebih rendah hingga tidak menyulitkan masyarakat. BUMDes ini diharapkan akan mempermudah masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari tanpa harus pusing membayar bunga yang tinggi.

Kehadiran Bank Emok atau BUMDes pada hakikatnya merupakan indikasi betapa sulitnya kehidupan dan mahalnya kesejahteraan bagi rakyat saat ini. Perlu disadari baik Bank Emok maupun BUMDes merupakan praktik ribawi yang kini meski dengan nominal yang berbeda. Hal ini dapat kita simpulkan bahwa betapa kesejahteraan begitu sulit didapat di era kapitalis-sekuler. Pemerintah yang seharusnya memberikan kesejahteraan bagi rakyat tapi justru memberi solusi yang tetap menyengsarakan yaitu masih dalam tataran ribawi.  Walaupun katanya memberi “bunga” lebih ringan, namun tetap saja itu adalah riba. Dan riba itu haram.  Seperti firman Allah Swt. berikut:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (TQS Ali Imran: 130)

Dalam Islam, koperasi ataupun bank keliling tidak diperbolehkan karena adanya kelebihan uang dalam utang / pinjam-meminjam.  Hal ini tentu saja haram karena dalam Islam kelebihan uang tersebut adalah riba. Baik besar ataupun kecil kelebihannya, tetap saja riba. Kesemuanya ini terjadi karena rakyat kesulitan mendapatkan kesejahteraan yang seharusnya didapat. Dan ini sepatutnya didapatkan rakyat dari pemerintah karena kesejahteraan merupakan hak rakyat yang wajib diberikan pemerintah yang merupakan “pelayan” rakyat. Pemerintah wajib memastikan kesejahteraan dan pengurusan kebutuhanasasi dan kolektif rakyat karena rakyat memang bagian dari periayahannya.

Seperti sabda Rasulullah Saw, “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Amir (kepala Negara), dia adalah pemimpin rakyat, maka dia akan diminta pertanggung jawaban atas rakyat yang dipimpinnya.”  (HR Bukhari)

Namun semua itu memang tidak akan dapat terwujud dalam sistem kapitalis-sekuler yang tengah bercokol di negeri kita saat ini. Kesejahteraan lahir dan batin akan dirasakan secara menyeluruh dalam naungan daulah khilafah Islamiyyah yang menerapkan seluruh hukum-hukum Allah Swt. Sang Pemilik alam semesta yang tentunya adil dan menyejahterakan rakyat dari seluruh lapisan masyarakat.

Cara daulah khilafah dalam menyejahterakan rakyat yaitu melalui dua aspek: (1) Penghasilan. Untuk memastikan agar penghasilan domestik daulah khilafah tinggi dan mampu memenuhi kebutuhan seluruh rakyatnya, maka aturan daulah yang berkaitan dengan sumber ekonomi benar-benar diterapkan dengan baik dan benar. Sumber tersebut meliputi: pertanian, perdagangan, industri dan layanan. Seluruh sumber tersebut benar-benar dapat menghasilkan barang dan jasa hingga mampu menjamin penghasilan, penggunaan dan distribusi masyarakat. Inilah mengapa daulah khilafah menetapkan larangan riba dalam perdagangan karena akan merusak ekonomi. Daulah juga memastikan industri kepemilikan umum tidak boleh dikelola swasta, baik domestik maupun asing. Ini juga untuk menjamin tahap penghasilan dan menjamin kemakmuran rakyatnya. (2) Distribusi. Dengan tahap penghasilan yang tinggi, hanya satu yang wajib dipastikan oleh daulah, yaitu pendistribusian barang dan jasa tersebut dengan baik di tengah-tengah masyarakat, sehingga setiap individu dapat dipastikan telah memenuhi seluruh kebutuhannya. Dengan cara itulah daulah khilafah mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.

Baik Bank Emok maupun BUMDes hadir bagaikan “angin segar” di tengah kesulitan hidup sistemik saat ini. Namun bukanlah solusi yang mampu “menyegarkan” kondisi kesejahteraan rakyat apalagi jika sistem kapitalis-sekuler masih tetap digunakan dalam negeri ini. Bukan solusi hakiki yang didapat, malah makin menjerat rakyat dalam pusaran maksiat. Maka hanya sistem Islam dalam naungan daulah khilafah Islamiyyah sajalah rakyat dapat hidup sejahtera, berkah dan aman karena mendapat rida Allah Swt.

Wallahu a’lam bi shawab

Oleh : Zakiyya (Ibu rumah tangga dan pegiat dakwah)

error: Jangan copy kerjamu bos