Banjir Meronta, Nasib Jakarta Terlunta

Oleh : Risnawati (Penulis Jurus Jitu Marketing Dakwah)

Banjir tahun 2020 ini merupakan banjir paling parah. Jakarta dilanda banjir sebanyak enam kali dalam dua bulan terakhir di awal 2020. Pada bulan Februari, dalam arsip berita Kompas terdapat tiga kali peristiwa banjir di Jakarta. Ditambah satu peristiwa banjir yang terjadi pada 25 Februari 2020. Banjir pertama bulan Februari terjadi pada 2 Februari 2020. Banjir tersebut menggenangi 25 ruas jalan yang tersebar di wilayah Jakarta yang disebabkan oleh hujan deras. Genangan terpantau muncul di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat.

Akibat banjir, sejumlah fasilitas umum tak dapat digunakan. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan Jakarta dilanda banjir sebanyak enam kali dalam dua bulan terakhir. Warga melintas di depan halte bus sekolah di Jalan Perintis Kemerdekaan, Jakarta Utara, Selasa (25/2/2020).  Selain penanggulangan, langkah antisipasi perlu terus dikerjakan mengingat sepanjang Maret 2020 Jakarta masih berpotensi banjir dengan kategori menengah.

Dalam kurun waktu dua bulan, DKI Jakarta enam kali direndam banjir dengan luasan wilayah yang signifikan. Di luar itu, ada pula dua kali kejadian banjir dengan wilayah terdampak yang minim (2-4 titik banjir). Banjir pertama pada tahun ini terjadi tepat saat tahun baru, yakni pada 1 Januari 2020. Banjir disebabkan oleh curah hujan yang mencapai 377 milimeter per hari. Angka ini lebih tinggi daripada curah hujan yang menenggelamkan sebagian besar wilayah Jakarta pada 2007.

Banjir pada awal tahun memaksa sejumlah 36.445 orang mengungsi di 247 titik pengungsian. Pascabanjir, genangan masih ada di beberapa titik hingga 8 Januari 2020. Masih pada bulan yang sama, banjir kembali terjadi akibat hujan yang mengguyur Jakarta pada Sabtu (18/1/2020) dini hari. Sedikitnya 17 ruas jalan dan permukiman di wilayah Jakarta tergenang air.

Jakarta Berpotensi Banjir

Tantangan bagi Pemprov DKI Jakarta kali akan lebih berat dalam memenuhi kebutuhan warganya akan keamanan dari banjir, terutama karena Jakarta masih harus menghadapi potensi banjir setidaknya hingga akhir April 2020. Bahkan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika meramalkan bahwa sepanjang Maret 2020, Jakarta akan terancam banjir kategori menengah yang meliputi seluruh wilayah. Potensi banjir baru mulai turun pada bulan April 2020 dengan penurunan potensi menjadi kategori rendah.

Potensi banjir yang dirilis oleh BMKG ini menghubungkan kemungkinan banjir dengan besarnya curah hujan yang akan terjadi di suatu wilayah. Oleh karena itu, berbagai persiapan yang tak dapat diabaikan adalah persoalan terkait menampung dan menyalurkan curah hujan yang tinggi sepanjang Maret 2020 di wilayah DKI Jakarta.

Hal itu berhubungan langsung dengan berbagai kegiatan rutin yang perlu terus dijalankan, seperti pengerukan saluran air di sekitar rumah hingga pengerukan sungai, pengecekan pompa-pompa dan sistem peringatan dini di DKI Jakarta. Selain itu, perlu juga kegiatan antisipasi yang lebih bersifat terstruktur, antara lain berupa pembenahan saluran air, penambahan sumur resapan, pembesaran lubang saluran pembuangan, hingga penambahan dan pemerataan jumlah saluran air.

Selain ancaman curah hujan di wilayah DKI yang berpotensi mengakibatkan banjir, terdapat ancaman dari hulu dan hilir yang perlu terus diperhatikan. Ancaman dari hulu berupa hujan kiriman, sedangkan ancaman dari hilir berupa kondisi laut pasang yang menghambat aliran akhir air ke laut.

Berbagai tindakan antisipasi yang terukur dan terbuka untuk dievaluasi, sebagai respons atas ramalan BMKG di atas, akan melengkapi tindakan penanggulangan banjir yang selalu dilakukan dengan sigap oleh Pemprov DKI Jakarta selama ini. (Litbang Kompas)

Kapitalisme, Akar Masalahnya

Jika kita telaah lebih jauh sebenarnya permasalahn banjir ini bukanlah hal yang baru, khusus untuk kawasan ibu kota ini sudah menjadi bencana tahunan yang berulang, dengan berbagai kebijakan dan strategi dari kepala daerah untuk mengatasinya.

Lantas, apa sebenarnya yang menyebabkan wilayah Jakarta dan sekitarnya selalu menjadi langganan banjir?.

Ada beberapa hal yang bisa menjadi penyebab banjir, namun yang menonjol terkait penyebab Jakarta kebanjiran adalah, fakta bahwa banjir di Jakarta tidak hanya terjadi satu atau dua kali saja (insidental). Ini berarti ada yang kurang tepat secara sistemik dalam pengaturan tata kelola kota.

 Harus diakui bahwa tata kelola kota dalam sistem kapitalisme saat ini secara terang benderang mengabaikan amdal. Benar, bahwa sistem kapitalisme memberi ruang yang luas bagi penguasa dan pemilik modal (pengusaha) untuk meraih keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Maka tak heran saat profit oriented menjadi tujuan utama dari pemangku kebijakan, akan muncul banyak aturan yang memberikan kemudahan dalam pembangunan industri, perkantoran, dan bisnis menggiurkan lainnya semacam villa dan hotel mewah. Dan maraknya pembangunan tidak diiringi dengan efek kelanjutannya pada lingkungan sekitar.Ditambah lagi saat ini tidak banyak ruang terbuka hijau (RTH) dan daerah resapan air. Sedikitnya ruang terbuka hijau, maka kemungkinan air terserap akan semakin kecil juga.Jikapun ada solusi ingin menambah jumlah gorong-gorong dan kanal-kanal maka akan sangat sulit dilakukan.

Selain itu, Jakarta masih menjadi magnet untuk mengais rezeki bagi sebagian masyarakat di negeri ini. Sehingga banyak orang yang memilihuntuk bertahanhidup di Jakarta.Belum meratanya peluang kerja, menjadi salah satu faktor yang mendorong seseorang untuk mengundi nasib di Ibukota.Padatnya jumlah penduduk di Ibukota tentu berimbas pada banyaknya jumlah sampah yang ada. Saat ini plastik masih mendominasi sampah yang tersebar di masyarakat. Kondisi ini tentunya semakin diperparah dengan kebiasaan masyarakat yang belum sadar pentingnya membuang sampah pada tempatnya. Selain itu sampah plastik tidak bisa terurai dengan baik. Hingga akhirnya sampah banyak menumpuk di got-got, dan sungai-sungai. Kemudian menghambat aliran air, dan menyebabkan sungai meluap hingga terjadilah banjir.

Maka, banjir yang terjadi lagi di Jakarta dan sekitarnya tidak akan tuntas hanya dengan penyelesaian secara teknis saja. Harus ada usaha serius secara bersama-sama untuk mencampakkan kapitalisme. Dimana kapitalisme telah terbukti melahirkan banyak kebijakan yang hanya berpihak pada kepentingan penguasa dan pengusaha. Bahkan nilai-nilai kapitalisme telah nyata mengabaikan ekologi alam dan hajat hidup manusia.Tak heran jika kerusakan dan bencana akan terjadi secara berulang.

Islam Solusi Komprehensif

Allah SWT berfirman dalam QS. Ar-Rum ayat 41 : “ Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Islam datang sebagai rahmat bagi seluruh alam, termasuk Indonesia. Kebijakan yang di tawarkan konsep Islam tersebut mencakup sebelum terjadi banjir artinya ada antisipasi, saat terjadi banjir artinya ada penanggulangan banjir, dan pasca terjadinya banjir. Secara rinci konsep sistem Islam mengatasi masalah banjir.

Islam memberikan solusi bagi setiap persoalan kehidupan. Islam yang merupakan rahmat untuk seluruh alam mempunyai solusi yang bisa mengatasi masalah banjir dan genangannya. Sistem Islam tentu memiliki kebijakan efektif dan efisien dalam mengatasi masalah banjir. Ini pernah diterapkan pada masa kejayaan peradaban Islam dahulu oleh para khalifah.

Di masa keemasan Islam, bendungan-bendungan dengan berbagai macam tipe telah dibangun untuk mencegah banjir maupun untuk keperluan irigasi.  Pada masa khilafah Islam, secara berkala, khilafah mengeruk lumpur-lumpur di sungai, atau daerah aliran air, agar tidak terjadi pendangkalan. Tidak hanya itu saja, khilafah juga melakukan penjagaan yang sangat ketat bagi kebersihan sungai, danau, dan kanal, dengan cara memberikan sanksi bagi siapa saja yang mengotori atau mencemari sungai, kanal, atau danau.  Dan Berbeda dengan kapitalisme, Islam mengatur kepemilikan, lahan-lahan yang mempunyai pengaruh terhadap kemaslahatan rakyat banyak tidak boleh dimiliki oleh swasta, tapi harus dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat banyak, bukan hanya pemilik modal saja. Islam mengatur perkara tata ruang, pembangunan, konversi lahan.

Dalam Islam kawasan konservasi dan resapan air, dengan berbagai tanaman dan pohon yang ada di dalamnya, tidak boleh dikonversi menjadi pemukiman yang bisa merusak fungsinya. Ini juga merupakan lahan milik umum, dan termasuk dalam kategori hima (daerah yang diproteksi) agar tidak dirusak atau dialihfungsikan.

Jika tata ruang ini tidak diindahkan, maka daerah-daerah di bawahnya akan terkena dampaknya, yaitu tergenang air kiriman dari kawasan puncak, karena air tersebut tidak lagi bisa diserap oleh kawasan di atasnya, karena telah dialihfungsikan. Sistem Islam memperhatikan kepentingan ummat secara detail.

Demikianlah selain sebagai solusi banjir, Islam pun menjadi solusi dalam permasalahan kehidupan lainnya. Di sinilah maka pentingnya bagi kita semua untuk melihat akar masalah ini adalah sistemik, maka solusinya pun juga harus secara sistemik dengan kembali pada bagaimana Islam memberikan solusi atas setiap persoalan hidup manusia secara konfrehensif.

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hadid [57] ayat 22 dan 23: “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah (22). (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri (23)”. Wallahu’alam bish shawab