Infrastruktur Ala Kapitalis Menyengsarakan Rakyat

Oleh: Ummi Fatih

Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah

Hujan deras yang mengguyur wilayah Bandung Timur menyebabkan beberapa titik ambles dan longsor. Sebuah tebing di perumahan Bukit Mekar Indah, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, longsor dan menimpa kantor RW 21, Jum’at sore beberapa waktu yang lalu tepatnya tanggal 7/2/2020. (Tribunjabar.id)

Bahkan tidak hanya dilanda longsor, jalan di perumahan Bukit Mekar Indah tersebut pun mengalami ambles. Menurut pihak RT setempat, tebing sisi jalan yang mengalami ambles diperkirakan 10 meter. “Tebing yang longsor itu (tingginya) sekitar 8-10 meter “,  ujar ketua RT 05 Bukit Mekar Indah,  Deni Rustandi.

Hujan adalah rahmat dari Allah Swt, namun hujan akan menjadi bencana bila manusia tidak bisa menjaga alam ini sesuai syariat-Nya. Berulang kali bahkan sudah menjadi langganan beberapa wilayah di kabupaten Bandung seperti Bale Endah, Dayeuh Kolot, Bojongsoang selalu dilanda banjir setiap musim penghujan. Hal itu pula yang terjadi pada tahun ini, bencana banjir juga longsor hingga amblesnya jalan pun terjadi setelah guyuran hujan yang terus menerus. Mengapa hal tersebut bisa berulang  setiap kali hujan mengguyur dengan deras?

Bila kita lihat akar permasalahannya, bukan hanya disebabkan dari sisi tingginya curah hujan saja, tapi dilihat juga dari bagaimana kelayakan, ketahanan, dan kekuatan sebuah jalan saat dibuat. Terlebih jalan umum yang akan berakibat fatal jika sampai rusak karena akan berpengaruh terhadap aktivitas masyarakat.

Dalam sistem kapitalis saat ini, meraup untung sebanyak mungkin adalah sesuatu yang wajar, bukan hal yang aneh. Karena memang begitu tabiatnya sejak lahir. Tanpa mengindahkan halal atau haram. Jauh panggang dari api. Jalan yang peruntukannya seharusnya bagi kepentingan rakyat, namun kenyataannya seolah hanya dibuat demi kepentingan orang yang berduit saja. Ditambah pembangunan yang terkesan abai terhadap keselamatan masyarakat serta kurangnya kontrol negara dalam kenyamanan dan pemeliharaan infrastruktur, termasuk  jalan sebagai alat transportasi masyarakat.

Infrastruktur yang seharusnya menjadi bagian tanggung jawab negara, lebih banyak berlepas tangan dan diserahkan kepada masyarakat sendiri untuk menanganinya. Tanggapan cepat untuk menanggulangi masalah banjir dan longsor pun seakan hanya mimpi, apalagi jika lokasi bencana berada di wilayah terpencil atau jauh dari akses ke kota. Begitu juga dana yang dialokasikan untuk pembangunan jalan, dalam sistem kapitalis, mereka mendapatkan pinjaman dari bank dunia yang berbasis ribawi yang diharamkan dalam Islam.

Lain halnya dengan Islam, menurut Ibnu Taymiyyah, aktivitas ekonomi dan pengembangan sosial atau infrastruktur semisal transportasi dan komunikasi yang memakan biaya tinggi, negara wajib memiliki kewajiban menanggungnya. (Karim.Ekonomi Makro Islam). 

Dalam pandangan Islam dikatakan pula bahwa setiap pembangunan sarana publik seperti jalan dilakukan dalam rangka melayani kemaslahatan umum. Negara berkewajiban menyediakan sarana jalan sesuai kebutuhan riil di tengah-tengah masyarakat dengan kualitas yang baik dan gratis. Jalan tidak hanya dipandang  sekedar untuk percepatan ekonomi, sehingga daerah-daerah yang dinilai kurang ekonomis meski masyarakatnya sangat membutuhkan tidak diperhatikan. Sebab jalan merupakan sarana untuk memudahkan perpindahan orang dan barang dalam melaksanakan setiap aktivitasnya baik untuk ekonomi,  menuntut ilmu, silaturrahmi, rekreasi,  dan sebagainya. Sehingga pemeliharaan jalan akan sangat diperhatikan oleh khalifah sebagai pengurus rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:

“Imam (pemimpin) itu pengurus rakyatnya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas  rakyat yang diurusnya” (HR. al Bukhari dan Ahmad).

Dalam sistem Islam, khalifah sebagai kepala negara tidak hanya memperhatikan masalah fisik jalannya saja. Akan tetapi akan diperhatikan  pula alokasi dananya secara jelas. Terdapat berbagai pos pendapatan dalam negara Islam yang bersumber dari baitul mal, semisal ghanimah, fa’i, usyr, dan zakat sebagai  sumber pendapatan negara yang bisa dipergunakan untuk pelayanan publik. Pos-pos pendapatan dalam sistem keuangan baitul mal  terdiri dari tiga pos pemasukan yang utama diantaranya:

Pertama, bagian fa’i dan kharaj. Fa’i adalah salah satu bentuk rampasan perang.  Dan kharaj adalah retribusi atas tanah atau hasil produksi tanah dimana para pemilik tanah taklukan tersebut. Dengan tanah yang produktif maka pungutan ini tidak akan membenahi rakyat,  baik muslim maupun non muslim.

Kedua, bagian kepemilikan umum. Kepemilikan umum meliputi segala sesuatu yang menjadi kebutuhan vital bagi masyarakat seperti barang tambang yang jumlahnya sangat banyak. Dan hal tersebut tidak bisa secara alaminya dimanfaatkan oleh individu atau perorangan tapi akan dikelola negara dan hasilnya dipakai untuk kepentingan masyarakat salah satunya pembangunan infrastruktur jalan.

Ketiga, sadaqah. Bagian sadaqah terdiri dari zakat uang dan perdagangan, zakat perdagangan,  zakat pertanian dan buah-buahan serta zakat hewan ternak meliputi unta, sapi, dan kambing.

Demikianlah begitu rinci dan detailnya sistem Islam memaparkan bagaimana  persoalan infrastruktur khususnya jalan. Tidak hanya diperhatikan pemeliharaan dan pengontrolan, akan tetapi hingga ke alokasi pendanaan bagi pembuatan infrastruktur tersebut yang harus sesuai syariat Islam. Maka hanya dalam naungan sistem Islamlah semua itu bisa terwujud. 

Wallahu a’lam bi ash shawab