Gurita Demokrasi Ramai Dibui karena Korupsi

Oleh : Risnawati (Penulis Buku Jurus Jitu Marketing Dakwah)

Korupsi masih menjadi masalah serius di banyak negara, tak terkecuali Indonesia. Berita mengenai penangkapan orang-orang yang terlibat dalam pencurian uang negara tak henti-hentinya menghiasi media. Dari pemerintah pusat hingga daerah tak luput dalam jerat korupsi. Tak tanggung-tanggung nilai kerugian negara akibat kasus korupsi bahkan mencapai triliunan rupiah. Selain kasus Jiwasraya, masih ada kasus-kasus korupsi yang nilai dan kasusnya juga belum juga rampung hingga kini.

Iklan KPU Sultra

Seperti dilansir dalam Tempo.Co, Jakarta – Tim penyidik Kejaksaan Agung memeriksa 22 saksi untuk kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Kamis, 27 Februari 2020. Tiga di antaranya adalah karyawan dari bank penyimpan dana.

“Penyidik meminta keterangan dari ketiga karyawan bank untuk mendapatkan data dari rekening,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis malam, 27 Februari 2020 .

Sebanyak 19 orang saksi lainnya yang diperiksa hari ini, Jumat, 28 Februari 2020, sebagian besar merupakan pemeriksaan lanjutan atau tambahan dari pemeriksaan sebelumnya yang dianggap belum cukup. Mereka terdiri dari tujuh saksi manajemen PT. AJS, tujuh saksi dari perusahaan emiten yang melantai di bursa saham, satu saksi dari perusahaan manajemen investasi, satu saksi yang keberatan pemblokiran rekening saham/SID dan tiga saksi pegawai tersangka Benny Tjokrosaputro dan PT. Hanson Internasional.

Dilansir juga dalam Akurat.CoTim penyidik Kejaksaan Agung memeriksa 22 Saksi, pada Kamis (27/2/2020) terkait penyidikan perkara tindak pidana Korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono menyebutkan bahwa dari 22 Saksi yang diperiksa tersebut, tiga diantaranya adalah karyawan dari bank tempat penyimpanan dana yang diduga terkait dengan perkara Korupsi PT Asuransi Jiwasraya (PT AJS).

“Penyidik meminta keterangan dari ketiga karyawan bank tersebut untuk mendapatkan data terkait rekening tersebut,” kata Hari di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (27/2/2020) malam.

Demokrasi, Jalan Tol Maraknya Korupsi

Jika ditelaah secara mendalam, korupsi muncul dari sistem yang rusak, sistem demokrasi-kapitalisme. Jadi bukan karena manusia secara pribadi yang tidak bisa menaham diri tapi karena sistemlah yang membuat mereka berbuat maksiat, termasuk korupsi.

Demokrasi memang tak mengenal baik-buruk, apalagi halal-haram. Satu-satunya standar baku yang dijadikan pedoman dalam berbuat adalah kepentingan dan manfaat. Tak bisa dipungkiri, bahwa faktor penyebab korupsi saat ini sebenarnya berpangkal dari demokrasi kapitalisme. Faktor inilah, beserta beberapa faktor lainnya, menjadi penyebab dan penyubur korupsi saat ini. Sistem demokrasi kapitalisme tersebut terwujud dalam nilai-nilai yang menjadi anutan dalam masyarakat kini yang berkiblat kepada Barat, seperti nilai kebebasan dan hedonisme.

Demokrasi-kapitalis telah mengajarkan empat kebebasan yang sangat destruktif, yaitu kebebasan beragama (hurriyah al aqidah), kebebasan kepemilikan (hurriyah al tamalluk), kebebasan berpendapat (hurriyah al ra`yi), dan kebebasan berperilaku (al hurriyah al syakhshiyyah). Empat macam kebebasan inilah yang tumbuh subur dalam sistem demokrasi-kapitalis yang terbukti telah melahirkan berbagai kerusakan. Korupsi merupakan salah satu kerusakan akibat paham kebebasan kepemilikan (hurriyah al tamalluk) tersebut. (Abdul Qadim Zallum, Ad Dimuqrathiyah Nizham Kufr, 1990).

Walhasil, Kegagalan demokrasi kapitalisme sudah sangat nyata dan umat hanya bisa berharap pada syariat Islam sebagai solusi tunggal dalam penyelesaian masalah korupsi yang terjadi tidak hanya di negeri ini namun di seluruh negara di dunia. 

Islam, Solusi Tuntas Berantas Korupsi

Korupsi dalam Syariah Islam disebut dengan perbuatan khianat, orangnya disebut khaa’in, termasuk di dalamnya adalah penggelapan uang yang diamanatkan atau dipercayakan kepada seseorang. Tindakan khaa’in ini tidak termasuk definisi mencuri (sariqah) dalam Syariah Islam, sebab definisi mencuri (sariqah) adalah mengambil harta orang lain secara diam-diam (akhdzul maal ‘ala wajhil ikhtifaawal istitar). Sedang khianat ini bukan tindakan seseorang mengambil harta orang lain, tapi tindakan penggkhianatan yang dilakukan seseorang mengambil harta orang lain, tapi tindakan penggkhianatan yang dilakukan seseorang, yaitu menggelapkan harta yang memang diamanatkan kepada seseorang itu (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat).

Karena itu, sanksi (uqubat) untuk khaain (pelaku khianat) bukanlah hukum potong tangan bagi pencuri (qath’ul yad) sebagaimana diamanatkan dalam QS Al Ma`idah: 38, melainkan sanksi ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim.

Dalam sebuah hadis dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah SAW bersabda : “Laysa ‘ala khaa`in wa laa ‘ala muntahib wa laa ‘ala mukhtalis qath’un.” (Tidak diterapkan hukum potong tangan bagi orang yang melakukan pengkhianatan [termasuk koruptor], orang yang merampas harta orang lain, dan penjambret).” (HR Abu Dawud). (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat).

Islam memandang kekuasaan sebuah amanah, dan amanah harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Karena setiap apa yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat sesuai dengan amanah yang kita emban. Apalagi ini berhubungam dengan hal layak banyak yaitu masyarakat.

Amanah dalam konteks bernegara adalah untuk mengurus rakyat. Rasulullah saw bersabda: “Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus (HR. al Bukhari dan Ahmad).

Jelaslah akar masalah korupsi adalah sistem demokrasi, sistem yang batil yang menyuburkan korupsi, maka sistem demokrasilah yang harus diganti dengan sistem yang berasal dari dzat yang Maha Tinggi yaitu sistem Islam. Dengan diterapkan syariah Islam nantinya sebagai hukum tunggal, maka syariah Islam akan memainkan perannya untuk memberantas korupsi, baik peran pencegahan maupun penindakan, tuntas tanpa bekas. Wallahu a’lam.