Hadirnya Polres Butur Dinilai Jadi Momok Menakutkan bagi Masyarakat

Semenjak aksi penangkapan penambang galian C beberapa waktu lalu, warga Butur menjadi kesulitan mendapatkan batako dan batu merah.

Zardoni warga Desa Lapandewa, Kulisusu Barat, yang juga Ketua Lembaga Pemerhati Infrastruktur Pedesaan(LPIP) menyayangkan tindakan Polres Butur selaku pengayom masyarakat melakukan penangkapan dan menetapkan tersangka warga yang melakukan sebuah usaha.

Iklan Pemkot Baubau

“Butur ini daerah yang belum lama mekar dan Polres juga baru ada, jadi sebagian masyarakat belum sepenuhnya memahami masalah mekanisme perizinan,” kata Zardoni kepada awak media di Barel Coffe, Kecamatan Kulisusu, Kabupaten Buton Utara, Kamis (5/3/2020).

Zardoni meminta kepada Polres Butur untuk mengedepankan pembinaan terlebih dahulu kepada masyarakat sehingga tidak terlahir anggapan bahwa kepolisian di Buton Utara tidak dimuati dengan kepentingan-kepentingan lain dalam penindakan hukum.

“Yang artinya bahwa hari ini bukan kita coba melindungi pelanggaran hukum tetapi pendekatan pembinaan pelanggaran itu lebih efektif daripada pencegahan pelanggaran hukum. Kita tidak mengharapkan, adanya Polres Butur saat ini akan melahirkan kegaduhan di masyarakat,” kata Zardoni.

Terkait persoalan penambangan, Zardoni menjelaskan, masyarakat yang menambang di lahan dan punya sertifikat sendiri seperti galian C tidak mutlak langsung dilakukan tindakan hukum.

Jika ada seperti itu, AMP yang sampai saat ini juga dibiarkan karena persoalan hak milik dan punya sertifikat tapi secara legal formil administrasinya belum jelas tidak dilakukan penindakan?

“Jangan yang kecil-kecil dimatikan, yang besar dibiarkan hidup sehingga ada kemunculan pemikiran masyarakat ada indikasi tebang pilih,”ujar ketua LPIP itu dengan nada kesal.

Parahnya lagi, kata Zardoni, penangkapan fasilitas dalam rangka pemeliharaan jalan di wilayah Kalibu. Nah, kalau ini dilakukan tidak akan pernah ada pembangunan di Buton Utara dan ini sudah mulai meresahkan.

“Kemarin kami diskusi bersama masyarakat Kulisusu Barat, termasuk camat, lurah, kades yang mau membuka pekerjaan jalan tani, mereka mengatakan mau ambil dimana materialnya? Tidak ada yang bekerja lagi sebab rata-rata pemilik lahan yang memiliki material mekanisme perizinannya belum dipahami,”ucapnya.

Jadi saya menyarankan agar Polres Butur menggandeng perizinan untuk bersama-sama turun lapangan untuk bersosialisasi di masyarakat. Ketika sosialisasi telah berjalan dan masih dilakukan pelanggaran hukum berarti sudah merupakan kelalaian masyarakat.

“Sehingga kita berharap bahwa, lahirnya Polres Butur ini tidak menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat untuk melakukan sebuah usaha,” tutupnya.

Di tempat yang berbeda, La Minto salah satu warga Wandaka pembuat Batako dan Pavingblok mengatakan, bukan hanya dirinya, saat ini hampir semua masyarakat yang usahanya sama tidak lagi membuat dan memproduksi sebab bahan baku/sirtu tidak ada lagi.

“Ini mata pencaharian kami yang keuntungannya hanya bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ungkapnya.

(SYP)