Mekanisme Islam Dalam Menghadapi Wabah Penyakit

ILUSTRASI

Virus corona telah menyebarkan ketakutan yang nyata di seluruh penjuru dunia. Virus ini dilaporkan telah menelan lebih dari 2.300 korban jiwa. Tidak hanya Wuhan yang ditutup untuk aktivitas sehari-hari. Daegu, salah satu kota besar di Korea Selatan juga bagaikan “kota hantu” karena lonjakan virus corona di tengah warganya.
Menyikapi adanya ketakutan masyarakat terhadap virus Corona, Kepala pusat kesehatan Cileunyi mendorong warganya untuk tidak panik. Hal ini dilansir oleh Visi.news yang memberitakan bahwa Kepala Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Cinunuk Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung, mengimbau masyarakat Desa Cinunuk dan Cimekar khususnya, umumnya masyarakat Kecamatan Cileunyi, untuk tidak panik dan tetap tenang dalam menyikapi virus corona.
Gubernur Jabar telah menyatakan siaga satu terkait virus corona menyusul dua orang warga Depok dinyatakan positif terpapar virus corona. Masyarakat memang harus waspada, tetapi tetap tenang, jangan panik.
Menurut Elfi, pihaknya telah melakukan berbagai langkah di antaranya dengan melakukan penyuluhan dan terkait virus corona tersebut, selain agar masyarakat tidak panik dan tetap tenang, disertai perilaku hidup sehat. Intinya menjaga lingkungan tetap sehat, pola makan sehat, pola hidup sehat, dan istirahat cukup, Selain itu masyarakat harus mempraktikkan etika batuk yang benar, cuci tangan pakai sabun dan gunakan alat perlindungan diri sesuai kebutuhan. Jika sudah ada gejala segera berobat ke petugas kesehatan.
Adapun terkait pencegahan yang dilakukan pemerintah saat ini dirasa belum maksimal. Hal ini terlihat dari alat pendeteksi Corona yang belum canggih, dan tidak semua tempat umum difasilitasi oleh alat pendeteksi corona ini.
Menteri BUMN Erick Thohir juga khawatir virus corona mengancam investasi di Indonesia. Padahal banyak negara, termasuk investor nontradisional seperti Uni Emrat Arab (UEA) akan melakukan investasi sebesar 18-20 miliar dolar AS atau sekitar Rp280 triliun untuk bidang energi, agrikultur, pendidikan, keuangan, infrastruktur, manufaktur, dan Sovereign Wealth Fund (SWF).
Karena itulah pemerintah menjadi panik dan melakukan solusi yang tidak popular bahkan absurd. Bagaimana tidak, saat pemerintah di seluruh dunia telah memberlakukan pembatasan perjalanan untuk mencegah penyebaran virus Corona. Indonesia justru bersikap sebaliknya, berupaya mengundang wisatawan datang ke Indonesia.
Arab Saudi saja rela kehilangan pemasukan yang sangat besar saat menghentikan umrah. Padahal sektor perjalanan haji dan umrah saja menyumbang USD12 miliar, dan nilai haji dan umrah itu setara 20 persen PDB nonminyak Arab atau setara 7 persen PDB negara itu. Tapi Saudi bersedia merugi demi keamanan warganya.
Pariwisata adalah bisnis instan yang diprediksi mampu menggelontorkan devisa bagi negara. Namun sektor ini paling berdampak akan merebaknya kasus ini. Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) memprediksi potensi kerugian sektor industri pariwisata mencapai puluhan miliar per bulan karena anjloknya turis dari Cina. Data BPS menunjukkan kunjungan wisatawan Cina ke Indonesia selama Januari sampai Juni 2019 mencapai 1,05 juta orang, terbanyak kedua setelah wisatawan Malaysia.
Karena itu pemerintah akan mengucurkan dana Rp72 miliar dari APBN 2020 untuk influencer. Dana itu merupakan bagian dari insentif yang diberikan pemerintah untuk sektor pariwisata demi menangkal dampak ‘infeksi’ virus corona terhadap ekonomi domestik.
Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan dana itu akan digelontorkan Maret 2020. Pemerintah juga menganggarkan Rp103 miliar untuk promosi dan kegiatan pariwisata sebesar Rp25 miliar, Rp98,5 miliar untuk maskapai dan biro perjalanan. Total dana tambahan khusus untuk sektor pariwisata tahun ini sebesar Rp298 miliar.
Kegagalan pemerintah Indonesia bukanlah kisah baru. Maka cara penanganan yang absurd pun dimaklumi sebagai kegagalan yang berulang. Ketergantungan atas peran asing dalam menentukan ekonominya, menjadi latar belakang utama melemahnya ekonomi negeri ini. Terlebih lagi, ketergantungan menjadikan Kapitalisme sebagai sandaran ekonomi.
Adalah hal yang wajar apabila kemudian terjadi sesuatu hal pada Cina, akan berimbas pula pada Indonesia sebagai negara yang terikat hubungan kerja sama. Terlebih investasi yang diberikan selama ini bukan sekadar investasi biasa.
Di dalam Islam, hubungan kerja sama antarnegara tentu diperbolehkan. Hanya saja, dengan catatan tanpa meninggalkan dampak tekanan antara negara yang satu dengan yang lainnya. Sebagaimana Indonesia yang terikat dalam hal kebijakan dikarenakan kucuran investasi yang diberikan oleh negara-negara investor. Hal ini menjadikan kedaulatan atau independensi negara akhirnya dipertanyakan. Seperti firman Allah swt. dalam Qs. An-nisa(4):141) :
“Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS An-Nisâ’ [4]: 141)
Di sinilah dibutuhkan politik ekonomi Islam yang mengatur perekonomian negara. Bukan seperti sistem ekonomi kapitalisme hari ini. Kebijakan ekonomi khilafah merupakan bagian integral dari kebijakan politik pemerintahan, sehingga tak terpisah dari kebijakan negara di bidang lainnya. Seperti pada penanggulangan wabah penyakit. Islam mempunyai mekanisme tertentu untuk mencegah wabah. Berikut rinciannya:
1) Memastikan suplai kebutuhan vital pada wilayah yang diisolasi, jika pusat penyakit ada di wilayah pemerintah.
Agar penyakit tidak meluas, wilayah yang menjadi pusat penyakit harus diisolasi. metode isolasi/karantina sudah diterapkan sejak zaman Rasulullah saw. untuk mencegah wabah penyakit menular menjalar ke wilayah lain. Untuk memastikan perintah tersebut dilaksanakan, Rasul saw. membangun tembok di sekitar daerah yang terjangkit wabah. Peringatan kehati-hatian pada penyakit kusta juga dikenal luas pada masa hidup Rasulullah saw. Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Rasulullah bersabda,
“Jauhilah orang yang terkena kusta, seperti kamu menjauhi singa.” (HR al-Bukhari).
Namun isolasi tidak boleh mengabaikan kebutuhan warga setempat. Pemerintah memastikan kebutuhan makanan, minuman, alat kesehatan pribadi (masker, hand sanitizer), bahan untuk memperkuat imunitas tubuh (baik herbal maupun kimiawi), layanan kesehatan (rumah sakit, tenaga medis, obat, alat kesehatan), layanan pengurusan jenazah tersedia secara cukup, sehingga warga di pusat penyakit bisa cepat sembuh.

Beberapa yang terpenting pemerintah lakukan yakni,

Iklan Pemkot Baubau
  1. Membiayai aktivitas edukasi dan promosi hidup sehat pada masyarakat di luar wilayah pusat penyakit.
    Juga pengecekan pada orang-orang yang merasa mengalami gejala wabah penyakit. Termasuk aktivitas sanitasi pada tempat-tempat publik seperti playground, halte, stasiun, terminal, bandara, sekolah, toilet umum. Juga pemasangan alat pendeteksi suhu tubuh di semua titik akses masuk wilayah pemerintah. Semua aktivitas ini dibiayai negara dari kas baitulmal.
    Adapun dana untuk mengatasi wabah di Bagian Belanja Negara Baitulmal masuk dalam dua seksi. Pertama, Seksi Mashalih ad Daulah (masalah negara), khususnya Biro Mashalih ad Daulah.
  2. Seksi Urusan Darurat/Bencana Alam (Ath Thawari). Seksi ini memberikan bantuan kepada kaum muslim atas setiap kondisi darurat/bencana mendadak yang menimpa mereka.
    Biaya yang dikeluarkan dari seksi Ath Thawari diperoleh dari pendapatan fai’ dan kharaj. Apabila tidak terdapat harta dalam kedua pos tersebut, maka kebutuhannya dibiayai dari harta kaum muslim (sumbangan sukarela atau pajak).
  3. Melarang praktik ihtikar (penimbunan) pada barang apa pun. Baik sembako, masker, hand sanitizer. Jika terbukti melanggar, pelaku akan diberi sanksi.
  4. Membiayai riset untuk menemukan obat dan antivirus wabah. Negara membuka kesempatan bagi warga negara yang kaya untuk sedekah dan wakaf bagi penelitian ini.
  5. Menghentikan impor barang dari wilayah pusat penyakit, jika pusat penyakit ada di luar wilayah pemerintah. Untuk memenuhi kebutuhan penduduk terhadap barang tersebut, pemerintah akan memasok produk substitusinya. Misalnya gandum diganti sereal, buah impor diganti buah lokal dan lain sebagainya.
  6. Melarang kapitalisasi antivirus wabah. Sehingga antivirus bisa dinikmati semua manusia tanpa ada pihak yang mencari keuntungan di tengah musibah.
  7. Memberikan bantuan sosial pada negara lain yang terdampak wabah. Baik berupa sembako, obat-obatan, antivirus, tenaga medis. Baik penduduknya muslim atau kafir.
    Demikianlah gambaran kebijakan negara dalam menghadapi wabah. Dengan kebijakan seperti ini, secara efektif akan memutus penyebaran virus dan mengoptimalkan upaya penyembuhan pasien. Sehingga wabah seperti penyakit corona sekarang ini, bisa diatasi sebelum menyebar ke seluruh dunia.
    Politik ekonomi Islam yang membatasi hubungan kerja sama hanya dengan negara-negara boleh terjalin karena ketundukan dan ketaatan pada hukum syara’. Bukan dengan negara yang jelas-jelas memusuhi atau tidak mau menerapkan syariat Islam.
    Sungguh, hanya satu solusinya, yaitu menjadikan Islam sebagai Ideologi. Yang dengannya akan diterapkan politik ekonomi Islam, sehingga memberikan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia, termasuk Indonesia. Sistem tersebut tentu hanya dapat ditegakkan dalam bingkai institusi Khilafah Islamiyah, bukan yang lain. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Anita Korilina