Hanya Islam yang Memberikan Perlindungan Utuh

Yanyan Supyanti, S. Pd

Di tengah kepanikan publik merespon pengumuman corona, pemerintah malah menjual masker sitaan dari penimbun. Pemerintah tidak mengambil langkah-langkah yang menghentikan sumber kepanikan masyarakat. Yakni menanamkan keyakinan publik bahwa pemerintah melakukan langkah antisipasi yang maksimal yang mengedepankan keselamatan rakyat dibanding kepentingan ekonomi, dan lain-lain. Malah pemerintah menyalahkan kepanikan rakyat, sambil mengambil keuntungan materi dari situasi tersebut. Miris.

Terbukti bahwa watak rezim korporatokrasi lebih berorientasi untung dibanding kemaslahatan rakyat. Pun dengan rezim tetap memasukkan wisatawan dan pekerja Cina ke Indonesia, ada kepentingan apakah?

Iklan Pemkot Baubau

Sebabnya, sistem yang berlaku saat ini adalah sistem kapitalisme-sekularisme, yang berasaskan manfaat, keuntungan yang dikejar, dengan dalih menambah devisa negara. Bukan rida Allah Swt. yang dituju. Sedangkan rakyat dibuat panik.

Berbanding terbalik dengan sistem Islam yang sempurna dan paripurna. Yang akan memberikan perlindungan utuh pada rakyatnya.

Seperti yang pernah terjadi pada tahun 18 H, hari itu Khalifah Umar bin Khattab ra bersama para sahabatnya berjalan dari Madinah menuju negeri Syam. Mereka berhenti di daerah perbatasan sebelum memasuki Syam, karena mendengar ada wabah tha’un amwas yang melanda negeri tersebut. Sebuah penyakit menular, benjolan di seluruh tubuh yang akhirnya pecah dan mengakibatkan pendarahan.

Abu Ubaidah bin Al Jarrah, Seorang yang dikagumi Umar ra, sang gubernur Syam, datang ke perbatasan untuk menemui rombongan.

Dialog hangat antar para sahabat, apakah mereka masuk atau pulang ke Madinah? Umar yang cerdas meminta saran Muhajirin, Anshar, dan orang-orang yang ikut Fathu Makkah. Mereka semua berbeda pendapat.

Bahkan Abu Ubaidah ra menginginkan mereka masuk, dan berkata mengapa engkau lari dari takdir Allah Swt.?

Lalu Umar ra menyanggahnya dan bertanya. Jika kamu punya kambing dan ada 2 lahan yang subur dan yang kering, kemana akan engkau arahkan kambingmu? Jika ke lahan kering itu adalah takdir Allah, dan jika ke lahan subur itu juga takdir Allah.

Sesungguhnya dengan kami pulang, kita hanya berpindah dari takdir satu ke takdir yang lain.

Akhirnya perbedaan itu berakhir, ketika Abdurrahman bn Auf ra mengucapkan hadis Rasulullah saw., “Jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri. Maka jangan kalian memasukinya. Dan jika kalian berada di daerah itu, janganlah kalian keluar untuk lari darinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Akhirnya mereka pun pulang ke Madinah. Umar merasa tidak kuasa meninggalkan sahabat yang dikaguminya, Abu Ubaidah ra. Beliau pun menulis surat untuk mengajaknya ke Madinah. Namun, beliau adalah Abu Ubaidah ra, yang hidup bersama rakyatnya dan mati bersama rakyatnya. Umar ra pun menangis membaca surat balasan itu.

Dan bertambah tangisnya ketika mendengar Abu Ubaidah, Mu’adz bin Jabal, Suhail bin Amr, dan sahabat-sahabat mulia lainnya radiyallahuanhum wafat karena wabah tha’un di negeri Syam.

Total sekitar 20 ribu orang wafat, hampir separuh penduduk Syam ketika itu.

Pada akhirnya wabah tersebut berhenti, ketika sahabat Amr bin Ash ra memimpin Syam. Kecerdasan beliaulah yang menyelamatkan Syam. Hasil tadabbur beliau dan kedekatan dengan alam ini.

Amr bin Ash berkata, “Wahai sekalian manusia, penyakit ini menyebar layaknya kobaran api. Jauhilah dan berpencarlah dengan menempati di gunung-gunung.

Mereka pun berpencar dan menempati gunung-gunung. Wabah pun berhenti layaknya api yang padam karena tidak bisa lagi menemukan bahan yang dibakar.

Demikianlah Islam menangani suatu wabah penyakit. Dengan ketakwaan individu, masyarakat yang peduli, dan negara yang menerapkan Islam secara kafah, maka berkah dari langit dan bumi akan terwujud. Sistem Islam akan bekerja maksimal menjalankan fungsi riayah (pengurusan) dan junnah (perisai).

Wallahu a’lam bishshawab.

Oleh : Yanyan Supianti, S.Pd
(Pendidik Generasi Memberikan AMK)