Penyebaran Corona atau covid-19 kian mengkhawatirkan. Hingga Rabu, 25 Maret 2020, jumlah pasien positif corona di tanah air mencapai 709 orang. Bertambah 105 orang dalam waktu 24 jam saja. Sementara itu, DKI Jakarta masih mencatat angka tertinggi untuk kasus baru. Saat ini, di Ibu Kota ada tambahan 39 kasus, sehingga total kasus Covid-19 di DKI Jakarta menjadi 463. (Kompas.com/25-03-2020)
Berbagai pihak pun mendesak agar pemerintah segera mengambil kebijakan lockdown teritorial maupun nasional demi memutus rantai penularan virus yang lebih luas lagi. Namun sayang seribu sayang, pemerintah masih enggan mengambil kebijakan tersebut. Alasannya tak lain adalah perekonomian nasional yang ditakutkan akan ambruk apabila lockdown diterapkan.
Sebagaimana dilansir oleh Tempo.co (18/03/2020) bahwa Tim pakar Gugus Tugas Penanganan Virus Corona atau COVID-19, Wiku Adisasmito, mengatakan ” itu memiliki impikasi ekonomi, sosial, dan impikasi Keamanan. Oleh karena itu kebijakan itu belum bisa diambil pada saat ini,” ujarnya terkait dengan desakan beberapa kalangan untuk pemerintah segera mengambil kebijakan lockdown.
Cina sebagai negara pertama tempat kemunculan covid-19 ini telah mengambil kebijakan tersebut. Dan terbukti, kini angka penularan Covid-19 di Cina menurun drastis. Sebagaimana dilansir The New York Times, Cina kini bangga dengan pencapaian kebijakannya. Bahkam WHO mengapresiasi keberhasilan Cina mengatasi corona ini. (diolah dari Detiknews.com/19-03-2020)
Kebijakan lockdown juga diambil oleh negara Malaysia, Prancis, Spanyol, Irlandia, Elsavador, Polandia, Argentina, Yordania, dll.
Kebijakan lockdown dinilai efektif untuk memutus rantai penularan. Michael Osterholm di University of Minnesota di Minneapolis mengatakan “keterbatasan ekstem pada pergerakan populasi ini cukup berhasil.”
Jauh sebelum itu, sejarah pemerintahan Islam telah memberlakukan kebijakan lockdown ketika mendapati wabah yang menjangkiti suatu negeri. Rasulullah Saw bersabda:
(إذا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأرْضٍ، فلاَ تَقْدمُوا عَلَيْهِ، وإذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا، فَلا تخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ)
“Apabila kalian mendengar tentangnya (wabah penyakit) di sebuah tempat, maka janganlah kalian masuk ke dalamnya, dan bila kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar daripadanya sebagai bentuk lari daripadanya”.(HR.Bukhari dan Muslim)
Di masa khalifah Umar Bin Khattab pun kebijakan lockdown pernah diambil, yakni pada saat Umar sedang melakukan perjalanan ke Syam, ternyata ada berita bahwa wabah sedang menyebar. Maka segera memberlakukan lockdown wilayah tersebut.
Jika pekerja harian yang menjadi pertimbangan pemerintah Indonesia, maka semestinya pemerintah mencari solusi agar ketika lockdown segala kebutuhan masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah dapat tetap terpenuhi. Bukan malah membiarkan seluruh rakyat bertarung melawan corona yang nyawa menjadi taruhannya.
Pemimpin dalam pandangan Islam adalah pelayan atas rakyatnya. Di tangan pemimpinlah tanggungjawab kesejahteraan dan keselamatan rakyat digenggam. Maka, pemimpin yang bervisi akhirat sudah tentu akan menyandarkan segala tindakan dan keputusan berdasarkan Islam saja, bukan akal dan kepentingan pribadi semata.
Indonesia adalah negara yang berlimpah Sumber Daya Alam (SDA), maka sangatlah memungkinkan untuk pemerintah mampu ‘memberi makan’ rakyat selama masa lockdown jika kelak kebijakan tersebut diambil. Kesampingkan dahulu anggaran infrastruktur dan lain sebagainya. Sebab untuk saat ini yang lebih penting adalah nyawa rakyat.
Sungguh tidak manusiawi jika pemerintah hanya mengandalkan herd immunity. Karena hal tersebut sama saja melepaskan tanggungjawab kepengurusan terhadap rakyat. Rakyat dilepaskan untuk berjuang masing-masing. Menjaga diri, meningkatkan imunitas. Dan pada akhirnya bukan tak mungkin akan berlaku prinsip, yang kuat yang akan bertahan. Padahal negara berkewajiban menjaga jiwa rakyatnya, baik yang lemah maupun yang kuat.
Oleh karena itu, satu-satunya kepedulian kongkret pemerintah terhadap rakyat hanyalah mengambil langkah lockdown, dan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat selama masa lockdown diberlakukan.
HANA ANNISA AFRILIANI, S.S
(AKRIVIS DAKWAH DAN PENULIS BUKU)