Keselamatan Rakyat dalam Sistem Kapitalis Hanya Retorika!

WA ODE ASNALITA

Pandemi global Covid-19 tidak kunjung mereda. Penyebarannya pun meluas pesat di seluruh negara. Di negeri ini nyaris seluruh provinsi kini memiliki pasien yang terinfeksi virus Covid-19. Dari perhitungan matematika dan rekaman jejak statistik negara lain, Indonesia dipercaya belum mencapai puncak pandeminya.

Wabah virus yang belum ada vaksinnya ini sukses menebar kekhawatiran di tengah-tengah masyarakat. Setiap hari ada saja temuan baru kasus orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP). Bahkan kasus positif Covid-19 terus bertambah setiap hari. Sampai dengan Kamis (26/03/2020) jumlah kasus positif penyakit ini menembus 893 orang, penderita yang sembuh baru 35 orang. Sedangkan korban meninggal dunia bertambah signifikan menjadi 78 orang (detik.com).

Hari-hari ini mestinya menjadi periode paling krusial dalam penanganan wabah covid-19. Namun, alih-alih dilakukan penanganan yang paripurna, ketersediaan alat pelindung diri (APD) yang krusial bagi para petugas medis yang menjadi garda terdepan penanganan pasien covid-19 sangat memprihatinkan. Tak sedikit tenaga kesehatan tumbang karena tak dibekali “alat perang” yang memadai. Bahkan saat ini berbagai fasilitas dan peralatan kesehatan yang tersedia tidak cukup untuk menghadapi skenario terburuk.

Banyak dokter mengeluhkan minimnya fasilitas dan peralatan kesehatan, termasuk ketersediaan APD tersebut. Dilansir dari liputan6.com, Ketua Satgas Rumah Sakit Airlangga (RSUA) Surabaya dr. Prastuti Asta Wulaningrum mengaku pihaknya kekurangan Alat Pelindung Diri (APD) untuk menangani pasien covid-19 (20/03/2020).

Kapitalisme, Gagap menghadapi Wabah Corona

Seiring penyebaran wabah Covid-19 yang semakin meningkat, bahkan, Indonesia langsung jadi juara dunia untuk kasus kematian sebagai dampak corona, pemerintah bersikukuh tak akan melakukan lockdown. Perhitungan materi menjadi pertimbangan dominan pengambilan keputusan tersebut.

Sudah bisa ditebak, banyak hal yang membuat pemerintah galau dan sangat gagap menghadapi kasus wabah corona. Buruknya kualitas kepemimpinan, parahnya kondisi keuangan negara, serta kuatnya ketergantungan kepada asing nampak menjadi alasan utama.

Karena pemberlakuan lockdown ini juga bukan tanpa tantangan. Terutama tantangan ekonomi. Para pekerja harian, pedagang kecil, dll bagaimana mereka akan memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari? Seharusnya kebutuhan pokok mereka ditanggung oleh negara. Tetapi masalahnya adalah apakah negara sanggup menjamin kesejahteraan rakyat selama negara menerapkan lockdown?

Belum lagi ketergantungan kita pada impor, termasuk impor produk pangan dan obat-obatan. Masalah lain dari lockdown adalah rawan menimbulkan stress dan panic buying yang mengakibatkan kelangkaan barang terutama pangan alat kesehatan suplemen bahkan obat. Butuh kekuatan penegak hukum yang besar.

Demikianlah keruwetan yang terjadi di negeri ini. Awal dari seluruh permasalahan ini karena kebijakan pemerintah yang selama ini tidak mensejahterakan seluruh rakyat. Negara hanya beretorika soal keselamatan rakyat, namun kebijakannya nyata tidak memberi jaminan. Bahkan tenaga medis sebagai garda terdepan juga tidak mendapat perhatian yang memadai.

Kebijakan ekonomi yang menyengsarakan rakyat. Dari kebijakan membayar pajak listrik, PDAM, dan lain sebagainya. Semua ditanggung rakyat. Belum lagi bahan pokok sandang papan dan kesehatan rakyat menanggungnya sendiri.

Wajar, lockdown adalah hal yang sangat sulit diterapkan. Karena rakyat sangat kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi, dampaknya juga sangat berbahaya jika negara tetap tidak mau mengambil langkah lockdown. Virus corona akan semakin mengganas dan pemerintah juga akan sangat kesulitan mengatasi pandemi virus corona ini, akibatnya penanggulangan menjadi berkepanjangan dan tentu saja akan menguras sumber daya ekonomi yang lebih besar, negara akan chaos dengan masalah multidimensi.

Kembali lagi, ini semua karena kebijakan pemerintah. Dan kebijakan pemerintah ini dari system demokrasi yang mengatasnamakan rakyat. System demokrasi melegalkan menjual aset negara, jual sumber daya alam ke asing, swasta dan seabrek kebijakan buruk lainnya yang menyengsarakan rakyat. Masalah derivat lain pun timbul seperti penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang tak memadai. Karena demokrasi berasaskan kapitalisme sekuler.

Alternatif Paripurna dalam Islam

Islam selalu menunjukkan keunggulannya sebagai agama yang paripurna dan alternatif ideologis dari sistem dunia yang rusak dan menindas saat ini. Islam mewajibkan negara untuk melindungi rakyatnya termasuk melindungi dari wabah penyakit. Ketika terjadi wabah penyakit, negara akan menggambil langkah lockdown tempat wabah tersebut. Kepentingan ekonomi tidak boleh menjadi penghalang upaya penyelamatan nyawa masyarakat. Bahkan nyawa seorang muslim itu lebih berharga dari dunia.

Mendahului masyarakat modern hari ini, Islam telah lebih dulu mengenalkan konsep lockdown ini melalui lisan Rasulullah saw
“Jika kalian mendengar tentang wabah-wabah di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah di suatu tempat kalian berada, maka janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Rasulullah juga pernah menasehati masyarakat dengan memberi peringatan kehati-hatian pada penyakit lepra pada masa hidup Nabi saw. Dari hadis Abu Hurairah, Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Jauhilah orang yang terkena lepra, seperti kamu menjauhi singa.”

Metode lockdown pernah dilaksanakan Khalifah Umar bin Khathtab saat terjadi wabah. Langkah ini sangat krusial untuk memutus rantai penyebaran penyakit dari satu wilayah ke wilayah lain, dan dari satu orang ke orang lain.

Dalam masa lockdown tersebut warga harus tetap terjamin kebutuhan sehari-harinya. Jangan sampai dilakukan lockdown untuk menghindari wabah penyakit namun justru terjadi penyakit lainnya akibat kebutuhannya yang tidak terpenuhi atau karena stress.

Oleh karena itu, jika terjadi wabah negara akan mengambil langkah lockdown tempat itu dan mengirim kebutuhan kesehatan, logistik lainnya segera. Di samping itu, para ilmuwan di bawah negara Islam akan didorong untuk menemukan obat dan perawatan baru melalui penelitian dan pengembangan. Inisiatif cepat akan diambil sebagai langkah untuk menemukan obat tanpa mencari keuntungan.

Tanggung jawab khalifah atas setiap orang di pundaknya dilakukan sebagai kewajiban dari syariat demi mencari keridaan Allah Swt. Negara akan selalu khawatir jika mengabaikan tanggung jawab ini karena takut menghadapi pertanggung jawabannya kelak di hadapan Allah Swt. Rasulullah (saw) bersabda,
“Amir (pemimpin) masyarakat adalah pemelihata dan dia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ahmad)

Di hadits lain, Rasulullah juga bersabda:
“Siapa pun yang bertanggung jawab atas urusan umat Islam, dan menarik diri tanpa menyelesaikan kebutuhan, kemiskinan, dan keinginan mereka, Allah menarik diri-Nya pada Hari Pengadilan dari kebutuhan, keinginan, dan kemiskinannya.” (HR Abu Daud).

Terkait dampak ekonomi secara makro lockdown memang sangat riiskan jika dilakukan oleh negara yang tidak mandiri dalam memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Hal ini tidak terjadi dalam negara Islam. Sejak awal berdirinya negara islam sebagai negara mandiri sehingga guncangan ekonomi bisa dengan mudah diatasi. Negara Islam akan menerapkan system ekonomi anti riba dan anti-kapitalisme yang telah jelas menyengsarakan dan jauh dari keberkahan. Wallahu’alam bish-shawab…

WA ODE ASNALITA (PEMERHATI SOSIAL)