Pengarusutamaan Gender (PUG) Bukan Pengentas Kemiskinan

Oleh : Murni Sari S.A.B MM (Praktisi Pendidikan Baubau)

Masalah kemiskinan yang terjadi di Indonesia seakan tak pernah berujung. Setiap kebijakan dan upaya  dilakukan oleh  pemerintah  tak  mampu mengatasi kemiskinan dan kesulitan ekonomi yang dialami oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Seakan kemiskinan yang terjadi menjadi budaya. Belum lagi naiknya harga barang pangan yang tidak sesuai dengan pendapatan keluarga, di tambah dengan biaya pendidikan dan kesehatan  membuat rakyat semakin menderita.

Iklan ARS

Di saat kesulitan ekonomi dan kemiskinan rakyat begitu sangat terasa, pemerintah yang seharusnya bertanggung jawab untuk mengatasi semua masalah perekonomian rakyat, malah menebar solusi praktis namun justru begitu problematis. Pasalnya  upaya tersebut adalah memberdayakan kaum perempuan untuk terjun dalam dunia ketenagakerjaan serta menjadikan perempuan mengambil alih fungsi kepala keluarga.

Seperti yang dilakukan  Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus menggenjot penurunan angka kemiskinan dari berbagai sektor dengan  pemberdayaan perempuan sebagai kepala keluarga. Pemberdayaan bagi perempuan kepala keluarga dilakukan antara lain dengan memberikan pelatihan literasi, membentuk kelompok simpan pinjam, serta mendukung usaha kecil. Dengan begitu, mereka dapat meningkatkan akses pada program-program perlindungan sosial. Selain pengentasan kemiskinan, penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) juga menjadi pekerjaan rumah yang dibahas dalam rakor Pengarusutamaan Gender ( PUG ).

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AKB), selama lima tahun memimpin Jateng, Gubernur Ganjar Pranowo tercatat sukses menurunkan angka kemiskinan dari 14,44 persen pada 2013, menjadi 11,32 persen di 2018. Bahkan pada 2018, Jateng tercatat sebagai provinsi yang menurunkan angka kemiskinan terbanyak secara nasional.(Jetengprov.go.id, 11/2/2019)

Ditambahkan, saat ini jumlah penduduk miskin Jateng sebanyak 3,87 juta jiwa. Padahal, pada awal tahun 2018, jumlah penduduk miskin mencapai 3,90 juta jiwa atau mengalami penurunan sebanyak 29,8 ribu orang dalam setahun. Terdapat 14 daerah yang masuk zona merah kemiskinan, yakni Purworejo, Demak, Brebes, Blora, Rembang, Pemalang, Kebumen, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Wonosobo, Sragen dan Grobogan.(Jetengprov.go.id, 11/2/2019)

Kemudian pernyataan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo “jika menilik capaian Pemprov Jateng dalam menurunkan AKI, program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng telah berhasil menurunkan AKI sekitar 14 persen per tahun sejak diluncurkan pada 2016. AKI di Jateng pada 2017 adalah 88,58 per 100.000 kelahiran hidup. Padahal, pada 2013 AKI masih berada di titik 118,62 per 100.000 kelahiran hidup.(Jetengprov.go.id, 11/2/2019)

Prioritas pengarusutamaan gender ini untuk pengentasan kemiskinan di 14 daerah merah kemiskinan. Karena, salah satu kesenjangan perempuan itu di sektor kemiskinan. (menurut Sri Winarna)

Kapitalisasi Perempuan Dalam Liberalisme

Promosi prioritas pengarusutamaan gender adalah bagian utama dari strategi pembangunan dalam rangka untuk memberdayakan masyarakat (semua orang) baik perempuan maupun laki-laki, untuk mengentaskan diri dari kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup mereka.

Kesetaraan gender ini dinilai akan memperkuat kemampuan negara untuk berkembang, mengurangi kemiskinan, dan memerintah secara efektif “seharusnya”.

Tapi dalam kenyataannya, tingginya angka perempuan bekerja di Indonesia, tak membuat problematika kemiskinan di negeri ini terentaskan. Angka kemiskinan tetap tinggi, dan mencapai angka memprihatinkan. Bahkan, tak bisa dipungkiri, tingginya angka perempuan bekerja, banyak menimbulkan masalah baru di negeri ini, di antaranya banyak kasus pelecehan seksual dan diskriminasi terhadap perempuan.

Tulisan Dr. Nazreen Nawaz, Tahun 2020 menandai peringatan ke-25 Deklarasi dan Kerangka Aksi Beijing (BPfA), sebuah dokumen yang panjang lebar hasil dari konferensi dunia keempat PBB terkait peempuan pada September 1995 di Beijing, Tiongkok. (muslimahnews.com,)

Tujuannya adalah untuk meningkatkan hak-hak kaum perempuan dan kehidupan mereka secara global melalui penegakan Kesetaraan Gender di seluruh bidang kehidupan: politik, ekonomi, dan sosial, serta untuk menggabungkan perspektif gender ke dalam seluruh kebijakan, hukum, dan program di dalam negara-negara dunia, dokumen ini dielu-elukan sebagai agenda yang paling visioner untuk pemberdayaan perempuan dan remaja perempuan secara internasional, serta sebagai kerangka kebijakan global dan cetak biru aksi yang paling komprehensif dalam merealisasikan kesetaraan gender dan hak-hak asasi manusia bagi kaum perempuan dan remaja perempuan di seluruh dunia.

Deklarasi ini diadopsi oleh 189 negara termasuk mayoritas pemerintahan di negeri-negeri Muslim.  Ide ini dianggap sebagai sebuah nilai universal yang harus dirangkul oleh semua orang terlepas dari keyakinan budaya atau keyakinan agama mereka. Padahal, konsep ini adalah gagasan yang dilahirkan oleh Barat yang berlandaskan atas doktrin sekuler Barat. Dengan demikian, ide gender ini yang katanya memanusiakan perempuan dan menyetarakan kaum hawa dengan pria dalam seluruh aspek kehidupan termasuk perekonomian, nyatanya merupakan kedok untuk memuluskan pemahaman barat yaitu ide sekularisme liberal di tengah-tengah masyarakat.

Pandangaan Islam Terhadap Peran Perempuan

Dalam pandangan Islam, kewajiban seorang perempuan adalah sebagai Ibu yang mengurus rumah tangga (Ummun wa rabbatul bayt) dan mendidik generasi, sedangkan bekerja di luar rumah bukanlah perkara yang wajib. Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani (2002:369) dalam kitab

Daulah Islam mengemukakan, ” Hukum asal perempuan adalah ibu dan pengatur rumah tangga. Perempuan merupakan kehormatan yang wajib dijaga.”

Sebagai ummun wa rabbatul bayt, seorang ibu akan menanamkan aqidah yang kokoh serta ilmu agama dalam diri anak-anaknya. Maka, akan lahirlah para remaja sebagai tonggak peradaban, dan generasi-generasi cemerlang.

Begitulah sejatinya peran dan kewajiban perempuan. Dengan peran strategis ini, Islam mampu menjaga kehormatan perempuan dan mengembalikan perempuan ke

pada fitrahnya. Jika saat ini kita melihat perempuan yang telah lupa akan tugas utamanya, sebenarnya karena akar permasalahannya adalah negeri ini menganut sistem kapitalis sekular-liberal yang memandang rendah dan tidak mampu memuliakan perempuan. Perempuan dijadikan tidak lebih sebagai sapi perah dan sasaran eksploitasi bagi kaum kapitalis.

Di dalam negara Islam (khilafah), yang menerapkan syariat Islam dalam segala aspek kehidupan, permasalahan ekonomi akan diatur oleh negara. Negara memiliki tanggung jawab penuh terhadap pengurusan seluruh rakyatnya. Termasuk mencukupi semua kebutuhan rakyatnya. Maka, tak perlu para perempuan atau seorang ibu ikut turun tangan mencari nafkah dengan bekerja. Di dalam Islam, peran pemimpin negara yaitu Khalifah sebagai Raa’in dan Junnah yakni mengurus dan melindungi rakyatnya.

Islam pun mengatur kepemilikan, yaitu kepemilikan umum dan kepemilikan khusus. Rasulullah ﷺ bersabda ” Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR. Abu Dawud dan Ahmad)”.

Segala kekayaan alam yang bersifat mengalir (terus menerus ada) maka tidak boleh diswastanisasi. Maka, jika ini diterapkan, tidak akan ada liberalisasi sumber daya alam seperti yang terjadi di sistem kapitalis sekarang. Sehingga negara mempunyai kas yang sangat mencukupi untuk memenuhi kesejahteraan rakyat. Dan ketika negara mempunyai kas negara yang cukup maka tidak perlu ada eksploitasi perempuan berkedok pemberdayaan dan kesetaraan.

Maka, sudah saatnya kita campakkan sistem kapitalis yang menggiring perempuan ke jurang kenistaan. Dan bersama-sama memperjuangkan tegaknya syariat Islam demi kemuliaan perempuan dan kaum Muslimin seluruhnya dalam naungan khilafah islamiyah.

Wallahu a’lam bisshowab