Sudah Tepatkah Kebijakan Negara Tangani Penyebaran COVID-19?

Tawati

Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) mendukung kebijakan pemerintah dalam memutus rantai penyebaran COVID-19, termasuk pembatasan sosial berskala besar dan social distancing sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ketua LPOI K.H. Said Aqil Siroj, melalui pernyataan tertulis, di Jakarta, Jumat, mengimbau seluruh masyarakat Indonesia untuk tidak panik dan bersama menjaga kondisi sosial dengan tetap di rumah masing-masing.

Iklan Pemkot Baubau

LPOI mengapresiasi kebijakan pemerintah yang memberikan bantuan kepada masyarakat lapisan bawah yang terkena dampak COVID-19 yang dikenal dengan nama enam paket bantuan, serta peningkatan jumlah penerima bantuan.

“Besar manfaat program keluarga harapan, kartu sembako, kartu prakerja, penggratisan tarif listrik kapasitas 450 volt amper, dan diskon 20 persen kapasitas 900 va selama 3 bulan. Antisipasi kebutuhan pokok dan memberikan keringanan kredit,” katanya. (Dikutip Antaranews, 3/4/2020)

Penguasa negeri ini sejak awal menganggap remeh Covid-19. Mereka mengabaikan pandangan para pakar kesehatan tentang bahaya penyebaran Covid-19. Akhirnya, rezim penguasa cenderung santai. Mereka malah membuat pernyataan dan kebijakan yang kontraproduktif.

Seiring waktu, kasus terkait Covid-19 di Indonesia semakin meningkat. Beberapa kepala daerah berusaha membuat kebijakan masing-masing untuk menangani Covid-19. Hampir tak ada kepemimpinan dari pusat dalam penanganan Covid-19. Desakan untuk lockdown atau karantina wilayah pun disampaikan oleh banyak kalangan. Namun, rezim tak bergeming.

Rezim cenderung tak mau menanggung konsekuensi pelaksanaan Pasal 55 ayat 1 UU No. 6 tahun 2018, yaitu Pemerintah Pusat harus menjamin kebutuhan dasar orang dan makanan hewan ternak bila karantina wilayah atau lockdown diberlakukan. Pemerintah sangat jelas ingin menghindar dari tanggung jawab ini.

Rezim mengumumkan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang rencananya akan dibarengi dengan penetapan UU Darurat Sipil. Jika Darurat Sipil diberlakukan, Pemerintah sama sekali tidak menjamin pemenuhan kebutuhan dasar mereka.

Memang, Pemerintah telah mengumumkan akan menambah anggaran untuk penanganan Covid-19 sebesar 405,1 triliun rupiah. Namun, ternyata ini akan diperoleh dengan meningkatkan hutang Indonesia. Rezim enggan menghentikan ambisi pembangunan infrastruktur yang akan menelan anggaran 1600 triliun rupiah. Rezim pun enggan menunda atau menghentikan proyek infrastruktur ibukota baru. Rezim tidak mau mengalihkan anggarannya untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya yang terdampak wabah Covid-19.

Bahkan rezim menyiapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 Tahun 2020 untuk dijadikan payung hukum agar tidak dipermasalahkan jika terjadi defisit anggaran lebih dari 3% Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Diperkirakan negara akan mengalami defisit anggaran 5,7% terkait penanganan Covid-19. Solusinya dengan menambah hutang, bukan merelokasikan anggaran-anggaran lain yang kurang penting.

Wabah Covid-19 ini makin menyadarkan kita bahwa kita butuh pemimpin Muslim yang bertakwa. Tentu yang menerapkan syariah Islam. Pemimpin Muslim yang bertakwa akan senantiasa memperhatikan urusan dan kemaslahatan rakyatnya. Sebab, dia takut kelak pada Hari Kiamat rakyatnya menuntut dirinya di hadapan Allah SWT atas kemaslahatan rakyat yang terabaikan.

Dia pun sadar harus bertanggung jawab atas semua urusan rakyatnya di hadapan Allah SWT kelak, termasuk urusan menjaga kesehatan masyarakat. Rasul saw. bersabda: Pemimpin masyarakat adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).

Karena itu, dalam Negara Islam, Pemerintah akan selalu terikat dengan tuntunan syariah, termasuk dalam mengatasi wabah. Pemerintah akan bekerja keras dan serius untuk membatasi wabah penyakit di tempat kemunculannya sejak awal. Salah satunya dengan proses karantina wilayah terdampak.

Dalam hal ini Nabi saw. bersabda: Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasukinya. Jika wabah terjadi di tempat kalian berada, jangan kalian tinggalkan tempat itu (HR al-Bukhari).

Rasul saw. pun bersabda: Tha’un itu azab yang dikirimkan Allah kepada Bani Israel atau orang sebelum kalian. Jika kalian mendengar Tha’un menimpa suatu negeri, janganlah kalian mendatanginya. Jika Tha’un itu terjadi di negeri dan kalian ada di situ, janganlah kalian keluar lari darinya (HR al-Bukhari).

Metode karantina di dalam Negara Islam ini telah mendahului semua negara. Ini pula yang dilakukan oleh Khalifah Umar ra. saat terjadi wabah Tha’un pada era kepemimpinannya. Inilah yang seharusnya diteladani oleh para pemimpin Muslim saat menghadapi wabah.

Ketika wabah telah menyebar dalam suatu wilayah, Negara wajib menjamin pelayanan kesehatan berupa pengobatan secara gratis untuk seluruh rakyat di wilayah wabah tersebut. Negara harus mendirikan rumah sakit, laboratorium pengobatan dan fasilitas lainnya untuk mendukung pelayanan kesehatan masyarakat agar wabah segera berakhir. Negara pun wajib menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, khususnya kebutuhan pangan rakyat di wilayah wabah tersebut.

Adapun orang-orang sehat di luar wilayah yang dikarantina tetap melanjutkan kerja mereka sehingga kehidupan sosial dan ekonomi tetap berjalan. Inilah langkah-langkah sahih yang akan dilakukan oleh negara yang menerapkan syariah Islam secara kaffah.

Saat ini kita hidup dalam sistem kapitalisme dan di bawah penguasa yang sangat abai terhadap rakyatnya. Sistem kapitalisme dan penguasanya lebih mementingkan material ekonomi daripada nyawa rakyatnya.

Ingatlah, wabah ini tak hanya mengenai orang-orang zalim di antara kita, tetapi juga mengenai orang-orang yang beriman. Inilah fitnah wabah penyakit yang sedang terjadi. Semoga kita semua dapat saling tolong-menolong di tengah rezim negeri ini yang tampak sangat abai.

Lebih dari itu, inilah saatnya kita dan seluruh rakyat menyadari kebobrokan sistem kapitalisme dan para penguasanya yang zalim. Inilah saatnya kita dan seluruh rakyat kembali ke sistem Islam yang berasal dari Zat Yang Mahakuasa, Allah SWT, yakni dengan menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam institusi Khilafah ’ala minhaj an-nubuwwah. Wallahua’lam.

Tawati, Muslimah Revowriter Majalengka dan Member Writing Class With Hass