Cegah Covid-19, Ketua Kopi Butur: Pemerintah Mesti Berpikir, Bertindak Lebih Konkrit

NURLIN MUHAMMAD

Sejauh ini tindakan pemerintah Kabupaten Buton Utara dalam mencegah penyebaran wabah terlihat kurang konkrit dalam pelaksanaan pencegahan penyebaran Covid-19. Selain membentuk gugus tugas, bagi-bagi masker, dan penyemprotan disinfektan pemerintah hanya bisa memberikan himbauan dan berbicara di berbagai media. Itu tidak salah, hanya saja yang dibutuhkan adalah tindakan konkrit pemerintah dalam pencegahan wabah ini.

Ada empat hal dalam penilaian saya yang belum konkrit penanganannya:

Iklan Pemkot Baubau

Pertama, masalah ODP. Di tengah masyarakat saat ini beredar informasi yang simpang siur mengenai ODP yang baru pulang dari berbagai tempat di Indonesia. Bahkan beredar kabar ada perantau yang baru pulang dari luar negeri. Secara prosedur, ODP harus berbesar hati untuk menjalani karantina mandiri selam 14 hari. Tetapi faktanya masyarakat masih mengeluhkan orang dengan status ODP yang masih bebas keluar beraktivitas.

Fakta di atas menunjukkan bahwa pemerintah secara kelembagaan belum mempunyai skenario untuk menerapkan dengan tegas karantina masyarakat dengan status ODP. Kalaupun sudah ada skenario dan fasilitas karantina yang disiapkan, berarti pemerintah belum mampu melaksanakan skenario itu. Baru sebatas konsep, baru sebatas ada fasilitas karantina tetapi belum menindaklanjutinya dalam bentuk tindakan.

Masyarakat dengan status ODP hanya bisa dikarantina secara tegas dengan melakukan penjagaan perbatasan. Butur punya empat titik kedatangan yang perlu dijaga: Pelabuhan Wa Ode Buri, Perbatasan Buton dan Buton Utara di Kambowa, Jalan Poros Ronta-Maligano dan Pelabuhan Penyebrangan Wakorumba Utara. Orang-orang yang baru masuk tanpa terkecuali harus langsung di tahan dan dimobilisasi ke pusat karantina. Setidaknya cara itu bisa menciptakan rasa aman bagi masyarakat Buton Utara dari ancaman wabah.

Kedua, masalah perlindungan terhadap Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) selama wabah berlangsung. Dalam sebuah komentar di media, bupati Butur menyebut tiga UMKM dan industri yang akan ditingkatkan sebagai penopang perekonomian selama wabah belum berhenti. Ketiga industri yang disebutkan adalah: Industri padi organik, Industri pengelolaan minyak kelapa murni, dan industri kopra putih. Ini diucapkan oleh bupati Butur setelah melakukan video konfrensi dengan Mendagri. 

Anggaplah ketiga industri itu sangat bagus dan penting. Tetapi dalam kondisi pandemi seperti ini seharusnya Pemerintah berpikir lebih konkrit lagi. Industri dan UMKM yang harus dilindungi harus benar-benar industri dan UMKM yang selama ini telah menjadi simpul perekonomian masyarakat. Terutama yang harus ditekankan adalah industri dan UMKM yang telah menjadi simpul-simpul ekonomi masyarakat kecil.

Berbicara industri padi organik, kopra putih, dan minyak kelapa murni ini bagus, tetapi sejauh ini belum menjadi sumber pendapatan masyarakat luas. Usaha kios-kios kecil, industri batu merah, industri pengolahan ubi kayu, penjual makanan jadi, industri kue yang di jual di warung-warung kecil, industri jasa transportasi, dsb. lebih penting dilindungi karena melibatkan simpul-simpul ekonomi masyarakat luas dan masyarakat kecil.

Ketiga, soal lalu lintas perbatasan. Secara umum ada dua jenis pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran wabah Covid-19, melakukan karantina wilayah atau lockdown dan melakukan tes secara massal. Sejauh ini negara kita memilih tidak melakukan lockcdown, tetapi tes massal. Itupun tes massal yang dilakukan di Indoensia adalah tes bertingkat, tes serologi dulu (untuk mengukur keberadaan anti-bodi lalu kemudian tes swab untuk mengkonfirmasi hasil tes serologi.

Faktanya, alat rapid tes serologi saja belum tersedia di Buton Utara. Dengan demikian pemerintah seharusnya punya langkah alternatif yang secara konkrit dapat menutupi persoalan ini. Jika alat tes belum tersedia, pemerintah harus berani menutup lalu lintas atau menjaga perbatasan Buton Utara dengan menerapkan prosedur ketat.

Menutup lalu lintas perbatasan tidak sama dengan lockdown atau karantina wilayah. Menutup perbatasan bertujuan untuk mengatur lalu lintas orang keluar masuk di Buton Utara dengan prosedur pencegahan yang lebih ketat. Misalnya: setiap orang masuk harus ditahan dan diarahkan ke tempat karantina yang telah disediakan. Ini lebih konkrit dibanding sekadar himbauan. Kalau mau lebih tegas lagi tutup perbatasan, kecuali untuk pengiriman barang, bahan makanan, fasilitas kesehatan (faskes), urusan pemerintahan, urusan penyakit, dan hal-hal penting dan mendesak lainnya. 

Keempat, soal tanggungan kebutuhan dasar masyarakat. Jika dilihat di media, anggaran penanganan Covid-19 ini sudah disediakan oleh pemerintah Buton Utara. Namun seperti apa pengadaan dan penyaluran kebutuhan dasar itu belum disampaikan secara jelas ke masyarakat.

Bupati Butur dalam vidio konfrensinya dengan Gubernur Sultra menyampaikan bahwa persediaan pangan Buton Utara masih cukup untuk tiga bulan ke depan. Tetapi kita belum tahu apakah persediaan pangan itu harus dibeli atau ditanggung oleh pemerintah, masyarkat mendapatkannya secara gratis. Kalau dapat secara gratis berapa takarannya. Ini harus jelas dan tugas Pemerintah memberikan kejelasan dan kepastian. Kalau ini tidak jelas pelaksanaannya, masyarakat tidak akan mau mengikuti anjuran tetap di rumah. Karena kelaparan dan virus corona sama-sama bisa membunuh.

NURLIN MUHAMMAD