Janji Manis dan Citra Diri dalam Era Pandemi 

Erni Yuwana

Namanya Dodo. Dia adalah seorang ayah dari dua anak yang masih balita. Pekerjaannya sebagai ojek online. Namun, Covid-19 membuat jasanya sepi pelanggan. Masyarakat memilih tetap bertahan di rumahnya masing-masing untuk menghindari penyebaran Covid-19. Tak ada uang tambahan untuk bayar sewa kontrakan. Sudah tiga bulan dia dan keluarga kecilnya menunggak. Akhirnya, Dodo dan keluarga kecilnya diusir dari kontrakan. Bersama istri dan kedua anaknya yang masih balita, Dodo harus tinggal di halaman ruko pada Selasa (7/4/2020) malam.

Namun, saat Dodo dan keluarga hendak tidur, pengemudi ojek online lainnya datang menghampiri dan mengajak Dodo beserta keluarga untuk ke base camp atau tempat nongkrong para driver ojol di Depok. Di sanalah Dodo dan keluarga kemudian bermalam setelah diusir. Kisah ini dikutip dari kompas.com pada tanggal 8 April 2020.

Iklan Pemkot Baubau

Ada ribuan kisah miris yang sejenis Dodo di negeri ini. Jutaan jiwa mengalami nasib tragis akibat kemiskinan yang menghimpit. Air mata kekurangan, kelaparan, tak punya kediaman serta tak punya kerjaan menambah daftar panjang masalah yang tak terselesaikan. Apalagi di tengah guncangan badai Corona yang menyapu bersih usaha kecil dan menengah. Perekonomian tumbang.

Menurut Bhima Yudhistira Adhinegara, peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), mengatakan bahwa dalam pandemi virus corona seperti sekarang, tidak hanya kelas ekonomi miskin saja yang keuangannya terdampak. Namun juga kelas menengah, dan kelas rentan miskin, atau mereka yang sedang menuju ke golongan kelas menengah dari kelas ekonomi bawah. Kelompok yang berada di tengah ini rentan kembali ke kelas miskin jika ada bencana alam atau masalah penyakit kesehatan dengan skala yang luas seperti pandemi Covid-19 sekarang.

Menurut Bank Dunia pandemi virus corona akan menambah jumlah penduduk miskin di kawasan Asia Timur dan Pasifik, termasuk Indonesia, hingga 11 juta orang. (BBC News Indonesia, 04/04/2020).

Sementara itu, Organisasi Buruh Dunia memperkirakan pandemi global ini mengakibatkan hilangnya 5 sampai 25 juta lapangan pekerjaan, dan pendapatan warga dunia akan berkurang sampai 3,4 triliun dolar AS.

Solusi Perekonomian Bangsa
Pandemi virus Covid-19 yang meluluhlantakkan perekonomian dunia menguji tingkat kepemimpinan penguasa negara. Ketika petugas medis menyerukan gerakan di rumah saja untuk memutus mata rantai penyebaran virus, ada berjuta kepala keluarga yang harus memilih tetap mencari nafkah agar bisa tetap hidup. Pada akhirnya, petugas medis merasa jengah, kecewa dan emosional karena himbauan mereka tidak didengar. Angka penyebaran Covid-19 meningkat pesat tak terkendali. Namun para pekerja juga tidak punya pilihan agar tetap bisa makan dan menghidupi keluarganya.

Satu-satunya solusi efektif untuk mengatasi pandemi virus Corona adalah dengan kebijakan lockdown. Dengan kebijakan lockdown, maka rakyat bisa diam di rumah saja dengan jaminan kebutuhan pangan dan papan dari negara. Desakan rakyat untuk menetapkan lockdown tidak didengar oleh negara, karena lockdown berarti negara harus menjamin kebutuhan masyarakat selama masa pandemi. Negara keberatan. Negara tidak akan memberlakukan kebijakan lockdown.

Kebijakan setengah hati pun dibuat oleh pemerintah sebagai pengganti kebijakan lockdown. Negara berusaha membangun citra diri untuk menutupi kegagalan dalam memberikan perlindungan dan menjamin kebutuhan rakyat. Rakyat kembali di iming-iming janji manis, yakni: (1) Peningkatan jumlah keluarga penerima PKP menjadi 10 juta penerima dan menaikan dana PKP sebesar 25%; (2) Penambahan jumlah penerima kartu sembako menjadi 20 juta penerima dan menaikan nilainya sebesar 30%, yang diberikan selama sembilan bulan; (3) Menaikkan anggaran kartu Pra-Kerja menjadi Rp 20 triliun dan menaikkan jumlah penerima menjadi 5,6 juta orang; (4) Menggratiskan tarif listrik 450 VA untuk 24 juta pelanggan dan diskon 50% tarif listrik 900 VA untuk tujuh juta pelanggan selama bulan April, Mei dan Juni; (5) Mencadangkan anggaran Rp25 triliun untuk operasi pasar dan logistik; (6) Keringan pembayaran kredit bagi para pekerja informal seperti ojek online, sopir taksi, pelaku UMKM, serta nelayan dengan penghasilan harian dan kredit di bawah Rp10 miliar. (kumparan.com, 31/3/2020).

Dikutip dari merdeka.com, 1/4/2020, pemerintah juga memberikan (1) Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat khususnya yang bekerja di sektor informal; (2) Program kredit rumah bersubsidi yakni dengan membayarkan selisih bunga dan memberikan subsidi uang muka bagi masyarakat dengan anggaran tota Rp1,5 triliun; (3) menanggung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22 dan PPh 25 dengan kurun waktu yang sama yakni enam bulan.

Berbagai macam program ini tampak begitu manis bagi rakyat. Seakan-akan menjadi solusi kesulitan ekonomi rdi tengah wabah. Namun jika ditelaah, solusi tersebut tidak mendongkrak ekonomi rakyat. Kebijakan tersebut hanya menyasar sebagian kecil rakyat, serta mekanisme dan prasyarat berbelit yang memungkinkan banyak rakyat yang tidak memanfaatkannya.

Misal, program keringanan pembayaran kredit bagi pekerja informal, ternyata belum ada dukungan penuh dari perbankan. Fakta juga berbicara, para pengemudi ojek online yang tergabung dalam kelompok Grab Melipir3 (GM3) Jakarta, mengaku mengalami kendala dalam mengakses keringanan kredit yang dijanjikan pemerintah. Mulai dari kesulitan mengajukan surat pengajuan keringanan kredit hingga dipersulit saat mendatangi kantor perusahaan leasing yang menerbitkan kredit. (tirto.id, 2/4/2020).

Kesulitan juga dialami masyarakat ketika mengakses program listrik gratis. Hal ini dialami oleh pelanggan listrik prabayar 450 VA yang harus mengirimkan nomor ID Pelanggan melalui WA ke nomor 08122-123-123 milik PLN atau melalui website PLN www.pln.co.id. Namun, website PLN sempat error tidak dapat diakses. Demikian juga nomor WA tak merespons pesan yang dikirim pelanggan PLN. Hal ini banyak dikeluhkan para pelanggan PLN. (kumparan.com, 3/4/2020).

Bantuan Langsung Tunai pun terancam belum pasti penyalurannya. Diberitakan kompas.id, 3/4/2020, pemerintah belum selesai mengumpulkan data penduduk miskin dan terdampak Covid-19 yang akan menerima perluasan bantuan langsung tunai. Akibatnya, belum ada kepastian bagi kelompok masyarakat ini mengenai penerimaan bantuan.

Melihat fakta yang ada, jelas program pemerintah hanyalah solusi tambal sulam semata. Bukan solusi hakiki dalam menuntaskan problematika ekonomi warga di tengah wabah. Bahkan lebih bernilai pencitraan dibanding memberikan solusi. Hal ini membuktikan bahwa penguasa tidak mampu dalam menangani wabah dan ekonomi rakyat. Janji manis ala kapitalisme-demokrasi tentu saja tidak ditemui dalam Islam. Karena, paradigma Islam memandang bahwa peran negara adalah memenuhi kebutuhan rakyat.

Negara Wajib Memenuhi Kebutuhan Rakyat
Dalam sistem Islam, negara berkewajiban memenuhi kebutuhan pokok rakyat. Khalifah sebagai kepala negara juga harus memastikan seluruh warganya tidak kekurangan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Sedangkan ketika wabah melanda, negara wajib memastikan kebutuhan pokok rakyat tercukupi hingga berakhirnya wabah.

Negara juga menjamin kemudahan rakyat dalam mengakses pelayanan publik seperti listrik dan internet di tengah wabah. Negara memastikan seluruh rakyat memperoleh layanan listrik dan internet dengan murah dan berkualitas, bahkan gratis.

Kewajiban negara memenuhi kebutuhan pokok dan kemudahan pelayan publik kepada rakyat, menjadikan rakyat semangat dan optimis dalam menghadapi wabah. Rakyat pun terhindar dari stres yang melemahkan imun dan iman.

Menakjubkannya pemenuhan kebutuhan pokok dan pelayanan publik ini tidak hanya diberikan saat ada wabah saja. Namun, memang menjadikan kewajiban utama dan pertama khalifah kepada rakyatnya setiap saat. Semua itu negara berikan kepada warga negara yang berada dalam naungannya. Tanpa memandang agama, bangsa, etnik, suku dan rasnya.

Adapun sumber pembiayaan negara untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat dan pelayanan publik, diperoleh dari baitul mal (kas negara). Sumber dana baitul mal sendiri diperoleh dari hasil pengelolaan harta kepemilikan umum, jizyah, fai’, kharaj, dll. Bila dana baitul mal tidak mencukupi, maka negara akan membuka pintu sedekah dan memberlakukan pajak bagi orang kaya saja.

Inilah fungsi dari negara dan penguasa yang sesungguhnya. Menjadi pengurus dan penjaga rakyatnya. Sebagaimana dalam hadis, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

Negara dan penguasa yang adil dan amanah hanya akan terwujud jika sistem Islam diterapkan secara kaffah dalam institusi negara. Bukan dengan terus menerus mempertahankan sistem rusak kapitalisme-demokrasi yang hanya melahirkan negara dan penguasa yang berorientasi materi semata. Abai dan lalai mengurus rakyat. Getol membangun pencitraan demi menutupi kegagalan. Wallahu’alam bishshawwab.

Oleh : Erni Yuwana