Pandemi Covid-19 saat ini yang menjangkiti seluruh dunia sekitar 209 negara.Di Indonesia sendiri, data per 11 April 2020 adalah 3.842 yang positif, 327 yang meninggal dan 286 sembuh. Tentunya dari segi jumlah, semakin hari semakin terlihat kurvanya semakin cenderung naik.Oleh karena itu, dengan semakin bertambahnya korban Covid-19 patutlah kita melakukan tela’ah terhadap gerakan bersama melawan Covid-19 yang sudah digaungkan pemerintah.Termasuk di dalamnya anomali – anomali yang menyertainya.
Kelalaian Antisipasi Covid-19
Epidemi Covid-19 yang dimulai di Wuhan China di awal Nopember 2019 terus menyebar cukup cepat.WHO pada tanggal 30 Januari 2020 mengumumkan sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat Internasional.
Mestinya pada waktu tersebut, pemerintah Indonesia bisa segera melakukan langkah antisipasi.Di antaranya melakukan penutupan bandara dan pelabuhan dari orang – orang yang masuk ke Indonesia, khususnya orang China.Akan tetapi langkah antisipasi tersebut tidak dilakukan.Justru Jokowi dan para pejabat lengah.Menganggap remeh adanya wabah Covid-19.
Jokowi memastikan bahwa Virus Corona itu tidak terdeteksi di Indonesia (ayobandung.com, 27 Januari 2020).Bahkan RibkaTjiptaning membuat candaan tentang Corona sebagai Komunitas Rondo Mempesona (detiknews.com, 3 Februari 2020).Candaan Tjiptaning ini justru terjadi setelah WHO mengumumkan darurat kesehatan Internasional.
Parahnya kesan sombong terhadap maklumat WHO semakin menjadi.Mahfudz MD menyatakan bahwa RI adalah satu – satunya negara besar di Asia yang tidak kena Corona (cnnindonesia.com, 7 Februari 2020).Termasuk Menhub menyatakan bahwa kita kebal terhadap Virus Corona karena kita doyan nasi kucing (republika.co.id, 17 Februari 2020). Bahkan Terawan dan Kyai Makruf Amin ikut berkomentar bahwa berkat doa para ulama, Indonesia terbebas dari Corona (lihat wartaekonomi.co.id, 15/2/2020 dan liputan6.com, 29/2/2020).
Jadi kita bisa melihat sampai sejauh mana kualitas kenegarawanan mereka.Sebenarnya mereka tidak paham untuk menghadapi Covid-19 selain dengan menutupinya dengan segala leluconnya.
Lelucon mereka pun berhenti setelah tanggal 11 Maret 2020, WHO memaklumkan terjadinya pandemic Covid-19.Sementara data di Indonesia ada 34 orang positif, 1 meninggal dan 2 dinyatakan sembuh.Dari jumlah yang positif, 20 orang adalah pasien tertular saat berada di luar negeri.Tanggal 14 Maret 2020, Menhub Budi Karya dinyatakan positif Covid-19.
Tidak Menetapkan Darurat Nasional Covid-19
Tanggal 10 Maret 2020, WHO telah menyurati Jokowi agar menetapkan darurat nasional Covid-19.Jokowi menolak untuk menetapkannya.Dengan alasan sebagai negara yang berdaulat, Indonesia tidak bisa disuruh-suruh siapapun.Pertanyaannya, apakah selama ini Indonesia telah berdaulat?Krisis Natuna saja, Indonesia tidak mempunyai keberanian menetapkan sebagai wilayahnya di hadapan China.
Sebenarnya kalau merujuk UU tentang status darurat nasional penanggulangan bencana/wabah No.24/2007, maka masyarakat terdampak akan mendapat perlakuan khusus. Mulai dari penyelamatan, evakuasi, hingga dipenuhinya kebutuhan dasarnya. Dari air bersih, sanitasi, pangan, sandang, papan, layanan kesehatan, penampungan dan hunian. Di samping itu, pemerintah perlu mendirikan posko nasional, pos lapangan, pos pendukung serta pos pendamping di semua wilayah. Tentunya status darurat nasional wabah sedemikian akan menjadi beban tersendiri bagi keuangan negara.
Tidak Memilih Kebijakan Lockdown
Di depan 34 gubernur, Jokowi menegaskan bahwa Indonesia tidak akan mengambil opsi lockdown wilayah. Hal itu disampaikannya dalam rapat terbatas pada 24 Maret 2020. Alasan yang mendasarinya, kebijakan setiap negara itu berbeda – beda. Yang pas menurutnya, di Indonesia diterapkan physical distancing.Menjaga jarak aman ketika terpaksa keluar rumah.
Padahal sebelumnya banyak pihak yang menyarankan lockdown. Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam surat 14 Maret 2020, meminta IDI untuk menyarankan pemerintah melakukan lockdown. IDI sendiri baru pada 22 Maret 2020, menindaklanjuti saran lockdown ke pemerintah. Di samping Jusuf Kalla pun menyarankan hal yang sama. Bahkan Indonesia mempunyai UU Karantina Wilayah No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Jauh – jauh hari Jokowi menegaskan bahwa lockdown wilayah itu kewenangan pusat.Hal ini ditegaskan dalam video sekretaris negara pada 16 Maret 2020.Tanggal 24 Maret adalah penegasan untuk tidak melockdown.Seharusnya masukan dan desakan IDI lebih diperhatikan.Alasannya bahwa IDI adalah pihak yang mempunyai otoritas keilmuwan di bidang kesehatan.
Akan tetapi lagi – lagi pertimbangan keuangan, Jokowi menolak lockdown.Berdasarkan pasal 55 ayat 1 dan ayat 2 UU No.6/Tahun 2018, pemerintah wajib menanggung kebutuhan hidup di wilayah karantina.Bahkan sampai kebutuhan pangan untuk hewan piaraan.Intinya, menurut UU tersebut, rakyat bisa diminta lockdown bila kebutuhannya dipenuhi.
Oleh karena itu, social distancing dianggap langkah yang pas.Rakyat masih bisa bekerja. Bila mengambil lockdown, sementara kebutuhan tidak dipenuhi, dikuatirkan akan terjadi kerusuhan dan penjarahan pada golongan rakyat menengah ke atas. Artinya, kejatuhan rejim sudah diambang pintu.
Penetapan PSBB Berbasis Darurat Sipil
Menilik kecenderungan beberapa daerah menerapkan lockdown di daerah masing – masing, seperti di Tegal, Tasikmalaya, dan Papua (kompas.com, 29/3/2020).Tentunya dengan waktu yang berbeda – beda. Hal demikian menandakan lemahnya kepemimpinan nasional.
Maka untuk menghilangkan anggapan lepas tangannya pusat, mau tidak mau kebijakan lockdown atau karantina wilayah pun diambil.Walaupun pengambilannya dengan setengah hati.Terbitlah PP No.21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.Berikut ini adalah beberapa poin yang diatur dalam PSBB.
- Peliburan sekolah dan tempat kerja
Peliburan dilaksanakan selama masa inkubasi terpanjang dan bisa diperpanjang jika masih terdapat bukti penyebaran Covid-19.Untuk tempat kerja yang tidak libur adalah instansi yang terkait hankam, pangan, BBM, layanan kesehatan, industri, eksim, logistik dan kebutuhan dasar lainnya.
- Pembatasan Kegiatan Keagamaan
Kegiatan keagamaan hanya dilakukan di dalam rumah yang dihadiri keluarga terbatas dengan tetap memperhatikan jarak.
- Pembatasan Kegiatan di Tempat Umum
Yang dikecualikan adalah swalayan, toko dan atau tempat – tempat penjualan obat – obatan, dan layanan kesehatan dengan pembatasan jumlah kerumunan sesuai protokol.Termasuk pembatasan moda transportasi, dan kegiatan pertahanan keamanan.
Mulai tanggal 10 April 2020, DKI Jakarta sebagai propinsi pertama yang menerapkan PSBB.Kendaraan pribadi boleh keluar hanya untuk keperluan kebutuhan pokok.Hanya boleh diisi 50 persen penumpang.Ojek hanya boleh mengangkut barang.Hotel harus menyediakan tempat bagi orang – orang yang mau melakukan isolasi mandiri.Pekerja hotel wajib memakai masker dan sarung tangan dengan tetap physical distancing dan yang lainnya.
Untuk efektifitas pelaksanaan PSBB ini, Jokowi akan menerapkan darurat sipil. Bagi rakyat yang membangkang tentunya bisa terkena delik darurat sipil.Padahal berdasarkan UU No. 23 Tahun 1959 tentang keadaan bahaya.Ada 3 keadaan bahaya, ketertiban hukum terancam oleh pemberontakan, kerusuhan, atau bencana alam.Kedua, perang mengancam dan ketiga negara dalam keadaan bahaya.Jadi adanya wacana darurat sipil hanyalah sebagai pelarian pemerintah dalam mengurus rakyat.
Perppu Corona yang Aneh
Di tengah pandemi Covid-19 ini, pemerintah menerbitkan Perppu No 1 Tahun 2020.Justru Perppu ini lebih menitikberatkan pada stabilitas keuangan dan ekonomi nasional.Dalam bab 2, tentang realokasi anggaran. Jokowi menambah belanja negara sebesar 405,1 trilyun rupiah untuk penanganan Covid-19. Rp 75 trilyun untuk belanja kesehatan, Rp 110 trilyun untuk perlindungan sosial, Rp 70,1 trilyun untuk insentif perpajakan dan kredit usaha, dan Rp 150 trilyun untuk pemulihan ekonomi nasional dan pembiayaan dunia usaha. Jadi alokasi anggaran lebih banyak untuk insentif pengusaha.Padahal saat ini darurat kesehatan nasional Covid-19.Bisa dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, di samping kesehatannya.
Pada Pasal 27 Perppu ini, biaya yang dikeluarkan pemerintah dan atau lembaga anggota KSSK merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.Artinya tidak bisa dipidanakan.Termasuk dalam hal ini pemotongan dana abadi pendidikan, proyek infrastruktur seperti pemindahan ibu kota harusnya dibatalkan. Mestinya pemerintah lebih peka terhadap urusan kesehatan dan nyawa rakyatnya.
APD yang Memperihatinkan Bagi Dokter dan Tenaga Medis
Dokter dan Tenaga medis sebagai garda terdepan dalam perang melawan Covid-19 ini dalam kondisi yang memperihatinkan.Dari urusan APD yang terbatas hingga tidak sedikit yang meninggal dunia terpapar Covid-19.Dokter Katty yang menangani Budi Karya, akhirnya meninggal dunia terpapar virus Covid-19.Sedangkan Budi Karya sendiri berhasil sembuh. Masih banyak dokter dan Tenaga medis yang meninggal dunia terpapar Covid=19 hingga puluhan orang.
Di Tasikmalaya borong 100 jas hujan plastik sebagai APD.Kelompok difabel dan RS di Sleman membuat 800 baju pelindung dari parasut. Juga di Tuban, RSUD Dr Koesma harus membuat sendiri APD kepala dari kertas mika yang tebal.
Herd Immunity yang Sadis
Semakin hari jumlah pasien positif Corona semakin bertambah.Ditambah pula kebijakan pemerintah yang tidak mengambil opsi lockdown tentunya memberikan persepsi adanya pembiaran.Satgas penanggulangan Covid-19 seolah bertugas hanya mengumumkan jumlah, tidak ada langkah taktis penanggulangan.Di tengah kondisi demikian, herd immunity menjadi topic pembicaraan publik. Apalagi di Jatim, ada lontaran dari sang gubernur bahwa di Jatim terbentuk herd immunity.
Herd immunity merupakan kekebalan komunitas atas suatu pathogen. Dalam kasus Covid-19 ini minimal di atas 50 persen penduduk harus dibiarkan terpapar Covid-19. Setelah itu, akan terbentuk imunitas alami setelah terinfeksi dan atau diberikan vaksin secara sengaja. Dengan begitu akan terputus transmisi penyebaran Covid-19.
Langkah herd immunity ini sangat beresiko tinggi. Penduduk yang imunitas paling rawan terpapar adalah orang yang usianya tua, yang menderita sakit dan anak – anak. Tentunya resiko kematian karena Covid-19 sekitar 3,5 persen dari 50 – 70 persen penduduk yang terpapar Covid-19. Di samping itu, orang yang sembuh dari terpapar Covid-19 untuk yang pertama kali masih memungkinkan menjadi carier bagi orang lain yang sehat. Apalagi gelombang kedua dari Covid-19 ini adalah orang tanpa gejala.Bisa jadi Covid-19 ini mengalami mutasi yang dalam hal ini masih perlu adanya pnelitian lebih lanjut.Artinya langkah herd immunity sejatinya adalah langkah pembunuhan rakyat oleh negaranya sendiri.
Dengan demikian perang melawan Covid-19 yang dicanangkan pemerintah adalah langkah penanganan sekenanya atau dengan kata lain, Awalnya meremehkan Kelabakan kemudian.Dari lemahnya antisipasi hingga kebijakan lockdown setengah hati.Herd immunity sejatinya alibi terakhir yang digunakan untuk lepas tangan dari penanganan Covid-19. Maka tidak mengherankan bila ada pemerintah daerah yang sudah menyiapkan kuburan massal.Sebagai contoh, Pemda Palembang sudah menyiapkan lahan seluas 2 ha untuk dijadikan kuburan massal penderita Covid-19 ini.
Sebuah Renungan
Mari kita perhatikan firman Allah berikut ini yang artinya:”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut dikarenakan ulah tangan manusia agar Allah menimpakan sebagian dari akibat perbuatan mereka. Mudah mudahan mereka kembali”(Ar rum ayat 41).Ulah tangan manusia di sini bermakna karena kemaksiatan dan dosa – dosa yang dilakukannya.
Sekulerisme di negeri ini telah menjadikan Islam dan pengembannya menjadi sasaran persekusi dan kriminalisasi.Dari persoalan celana cingkrang, cadar hingga Khilafah tidak lepas dari kriminalisasi.Dipandang sebagai ajaran Radikalisme.Para penista Islam bebas melenggang.Saat ini, semuanya terdiam oleh Covid-19.
Jangankan Indonesia, negara adidaya seperti AS saja tidak berdaya menghadapi pandemi Covid-19. Bahkan kasus positif di AS terbesar dunia yakni per 30 Maret 2020 ada 123 ribu, dengan 2.229 orang meninggal.
AS yang selama ini dengan garang menyatakan War on Terorisme yang sejatinya memerangi Islam.Mengajak dunia ikut bersamanya dalam perang global tersebut.Sekarang diam oleh Covid-19.
Semestinya hal demikian menyadarkan kita sebagai bangsa yang mayoritasnya muslim, agar melakukan introspeksi diri. Bahwa kehidupan sekuler selama ini menjadikan para petinggi negara lupa posisinya sebagai hamba Allah yang lemah. Seruan – seruan ketaqwaan harusnya terdengar, di samping seruan social maupun physical distancing.
Pandemi Covid-19 harusnya menyadarkan kaum muslimin.Sekulerisme tidak berdaya menghadapi Covid-19.Berdoa kepada Alloh SWT tentunya harus dibarengi dengan taubat nashuha (taubat yang sesungguhnya).Membuang semua bentuk kesombongan manusia yang menyebabkannya menjauh dari Syariat Islam.
Pandemi Covid-19 ini menjadi teguran dari Allah Swt agar bangsa ini meninggalkan sekulerisme dan kembali kepada penerapan Islam secara paripurna.
Islam Menyelesaikan Wabah
Terdapat 3 hal mendasar dalam penanganan wabah sebagai berikut ini.
- Terkait Solusi Lockdown
Sesungguhnya Islam menetapkan ketika di suatu daerah terkena wabah penyakit, maka orang dari luar dilarang untuk memasuki daerah tersebut.Sebaliknya orang yang berada di daerah wabah tidak boleh keluar dari daerah tersebut. Dengan demikian, di daerah lain aktifitas masyarakat masih bisa berjalan dengan baik.
Jadi tatkala Covid-19 ini masih menjadi epidemi di Wuhan, China, mestinya segera pemerintah bisa melakukan kebijakan lockdown. Menutup penerbangan dari dan ke China. Dengan begitu akan bisa diputus rantai transmisi penularan Covid-19 ini. Akan tetapi justru di tengah pandemic Covid-19 masih saja pemerintah menerima masuknya orang China dengan dalih sebagai tenaga kerja.
- Ketersediaan dana yang mencukupi.
Islam telah menetapkan sumber – sumber pemasukan negara. Tentunya dalam kerangka agar negara mempunyai dana yang mencukupi guna melakukan aktifitas pengurusan rakyatnya dengan baik.
Sumber – sumber pemasukan negara yang ditetapkan oleh Islam di antaranya adalah sumber komoditas kepemilikan umum, fai, ghonimah, jizyah, zakat, rikaz, usyur, kharaj, infaq, shodaqoh, dhoribah dan lainnya. Dengan dana yang mencukupi akan bisa dialokasikan pendanaan terkait pengeluaran negara yang rutin dan wajib untuk dikeluarkan. Salah satu jenis pengeluaran yang harus dikover negara adalah pemulihan karena bencana dan atau wabah penyakit.
Negara bisa memberikan layanan kesehatan yang memadai terhadap penduduk yang sakit, fasilitas kesehatan yang memadai,dan alat perlindungan diri yang memadai bagi tenaga medis, termasuk bantuan negara untuk pemenuhan kebutuhan hidup rakyatnya di tengah – tengah wabah penyakit yang melanda daerahnya.
Kalaupun di saat kas negara kosong/ridak mencukupi, maka ditarik dhoribah/pajak dari mereka yang mampu guna membantu memulihkan keadaan.Penarikan tersebut sekadar untuk bisa mengkover besarnya pendanaan kebutuhan di tengah wabah.
- Terkait subsidi negara di masa wabah.
Subsidi negara itu hukumnya boleh danada yang hukumnya wajib.Negara boleh memberi subsidi dalam bentuk dana maupun barang komoditas. Kepada para pelaku usaha, negara bisa memberi subsidi misalnya bantuan benih kepada para petani. Bantuan dana kepada sektor – sektor strategis seperti jasa telekomunikasi, jasa perbankan syariah, dan sektor strategis lainnya. Adapun terhadap konsumen, subsidi itu bisa dengan mekanisme ekonomi seperti negara memasukkan komoditas tertentu dengan melimpah di pasar guna mengendalikan harga komoditas tersebut yang mengalami inflasi.Di samping itu, negara bisa menggunakan mekanisme non ekonomi. Subsidi langsung ke rakyat, misalnya negara memberikan sejumlah dana maupun bantuan barang untuk kebutuhan rakyat. Negara bisa memberikan tanah mati kepada rakyatnya yang bisa mengolahnya.
Sedangkan subsidi yang wajib adalah dalam 2 kondisi, yakni di saat terjadi ketimpangan ekonomi antara yang kaya dan yang miskin.Di daerah yang terjangkit wabah, tentunya yang paling besar merasakan dampaknya adalah rakyat yang kurang mampu.Akan banyak terjadi tenaga kerja yang dirumahkan.Maka negara wajib untuk memberikan subsidi kebutuhan hidup.
Berikutnya dalam perkara kesehatan, pendidikan dan keamanan, menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya.Ketiga sektor tersebut diberikan negara dengan cuma – cuma. Jadi tidak akan dikawatirkan di tengah kondisi wabah akan terjadi kejahatan dan penjarahan. Tidak perlu lagi ada darurat sipil di tengah kondisi wabah.
Demikianlah semestinya negara mendahulukan yang wajib yang menjadi tanggung jawabnya guna menanggulangi keadaan wabah. Pikiran dan tenaga negara diarahkan focus untuk segera menuntaskan keadaan wabah penyakit dan dampaknya. Adapun pemulihan keadaan ekonomi nasional secara menyeluruh dilakukan setelah penanganan wabah ini dengan baik.
Khatimah
Kesimpulannya, Kapitalisme Sekulerisme saat ini telah terbukti kebobrokannya.Melalui Covid-19 ini, Alloh SWT membuka tabir kebobrokannya baik dari segi para penanggung jawab negara, dan termasuk kebijakan yang diambilnya saat pandemic wabah.Mereka sejatinya adalah orang – orang yang abai terhadap keselamatan rakyatnya.
Inilah sebuah prakondisi yang disiapkan Alloh SWT bagi kembalinya sebuah sistem kehidupan yang membawa rahmat yakni al Khilafah yang menerapkan hukum Alloh SW. Maka tentunya aktivitas dakwah, khususnya distrust masyarakat terhadap sistem sekuler dan para pemangku – penjaganya menemukan relevansinya dengan baik.
MIZAN AINUL