Menimbang Kebijakan Bebaskan Narapidana

SITI MAISAROH, S.Pd

Puluhan ribu napi telah menghirup udara segar. Bukan karena mereka melarikan diri atau lompat pagar. Tetapi dengan perasaan bangga dan nyaman. Karena dibukakan pintu selebar-lebarnya oleh pemerintah dengan berbagai alasan tak masuk akal dan mudah terbantahkan.

Alasan Berhemat

Kementrian Hukum dan HAM menyatakan kalau Negara hemat anggaran sebanyak Rp 260 M dari pembebasan para napi ini (CNN Rabu,1 April 2020). Ditambah lagi alasan kalau rumah tahanan dan lapas sudah over capacity atau kelebihan penghuni. Sehingga dibutuhkan terobosan untuk mengoreksi kelebihan muatan tersebut (Jawa Pos. com 1 April 2020). Fakta ini menunjukkan bahwa Negara benar-benar dalam keadaan bangkrut dihisab hutang riba luar negerinya. Untuk menjamin kebutuhan mendasar para napi saja sudah tidak sanggup lagi. Over Capacity, dianggap memudahkan penyebaran virus corona dalam sel tahanan pun sebenarnya tidak harus dengan membebaskan mereka. Cukup dengan membatasi jam besuk dan mensosialisasikan serta menfasilitasi kebersihan.

Ada yang diistimewakan

Mentri Hukum dan HAM Yosanna Laoly berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No 99 Tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan. Karena, jika tidak direvisi, khusus untuk napi koruptor dan narkotika yang diatur lewat PP itu tidak bisa ikut dibebaskan bersama 30.000 napi lain.
Dengan kreteria pemberian asimilasi bagi napi narkotika yang masa pidananya 5-10 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidana. Diperkirakan ada 15. 422 napi narkotika yang memenuhi syarat tersebut. (Kompas. com Rabu, 1 April 2020). Sedangkan untuk para koruptor, usia di atas 60 tahun atau telah melewati 2/3 masa pidananya dan yang sedang sakit kronis ada sekitar 300 orang. Sampai disini belum beredar kabar kalau pemerintah juga membebaskan ulama yang dianggap teroris, rakyat miskin yang harus mencuri karena lapar, yang viral justru dibebaskannya orang-orang besar dan bermodal.

Kebijakan Negara Terkesan Serampangan
Dengan mudahnya pemerintah merubah aturan yang mereka buat sendiri untuk mengistimewakan orang-orang jahat. Bagaimana mungkin mereka akan merasa jera? juga bagaimana mungkin mereka yang ada niat untuk melakukan kejahatan yang sama bisa takut untuk meniru.

Cenderung ada pilih kasih pun pasti terjadi. Bagaimana tidak. Untuk napi narkotika saja sudah lebih setengah dari jumlah yang diusulkan. Hingga bisa memunculkan kekacauan didalam lapas yang dilakukan oleh mereka yang tidak mendapat kebebasan.

Bagaimana mungkin mereka ada perasaan menyesal atas perbuatan jahatnya? yang ada justru mereka menyesal mengapa tidak korupsi uang Negara lebih banyak lagi. Kenapa tidak mengedarkan dan mengkonsumsi narkotika lebih banyak lagi. Sungguh miris.

Kebijakan ini tentu menuai banyak pro dan kontra. Indonesia Corruption Watch (ICW) misalnya, menolak kebijakan itu. ICW menilai Yosanna memanfaatkan Corona sebagai dalih untuk mengegolkan wacana itu. “Wacana ini dimunculkan sebagai aji mumpung, ada akal-akalan mengaitkan kasus Corona dengan merevisi Peraturan Pemerintah sehingga membuat koruptor cepat keluar dari penjara.” Kata peneliti ICW Donal Fariz, Kamis, 2 April 2020. (Tempo, Kamis, 2 April 2020).

Kembali lagi, bahwa system Kapitalis adalah system yang disokong oleh penguasa yang punya kuasa dan kebijakan dengan pengusaha yang punya modal besar. Negara ini dianggap tidak baik-baik saja kalau para pemodal kurang efektif terkungkung dalam tahanan. Mereka adalah napi koruptor miliaran dan narkotika.

Islam Menanggapi

Segala penyakit, pasti ada obatnya. Setiap masalah, pasti ada jalan keluarnya. Ini adalah semboyan kaum Muslim yang percaya pada Firman Tuhannya. Separah apapun, serumit apapun, karena Islam bukan sekedar agama tetapi juga ideology yang mampu menjawab seluruh problematika kehidupan. Lihatlah yang terjadi, ketika para penguasa mengatur rakyatnya menggunakan hukum aturan buatan tangan dan akal mereka yang terbatas, bukan memberi solusi, justru masalah baru yang lebih dahsyat, karena perilaku kriminal akan lebih beringas.

Lalu apa lagi yang membuat kita menerima hukum Islam masih ragu? Padahal kita semua tahu, kalau Islam mempunyai aturan dari sang Pencipta yang sangat paham mengurusi kehidupan mahluknya.  Hukuman yang tidak menghabiskan banyak dana namun menghasilkan efek jera. Al Qur’an telah mengingatkan, “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (TQS. Al Ma’idah 49). Waailahu a’lam bishowab.

SITI MAISAROH, S.Pd