Kartini Indonesia Menghadapi Pandemi

Didi Diah, S. Kom

Hari ini 21 April 2020 seluruh kaum hawa di Indonesia mengingatnya sebagai hari Kartini, namun pandemi Covid-19 telah mengalahkan seluruh konsentrasi berpikir mereka. Namun tanpa disadari, semangat Kartini telah merasuk kekuatan perempuan Indonesia untuk menghadapi wabah ini.

Pandemi Covid-19 ini hampir meluluhlantakkan kondisi negeri, bukan hanya Indonesia namun hampir diseluruh dunia. Perempuan yang selama ini hanya dijadikan sebagai pelengkap rumah tangga, berubah menjadi satu kekuatan manakala posisi suami yang terkapar akibat wabah, pekerjaan para suami mulai diberhentikan tanpa gaji karena terpuruknya ekonomi imbas menurunnya kegiatan ekonomi, daya beli masyarakat yang lemah dan berhentinya sebagian sektor produksi barang serta jasa membuat perusahaan-perusahaan mau tak mau memberhentikan aktifitasnya begitu juga dengan sekolah dan perkantoran yang ikut ditutup dan diberhentikan aktifitasnya.

Iklan Pemkot Baubau

Namun, lihatlah para perempuan kini saat kondisi suami mereka terpuruk, mereka tidak tinggal diam memutar otak demi bertahannya dari kesulitan yang mendera. Mereka mengumpulkan segenap kemampuan, dengan berdagang baik nyata maupun lewat daring. Semangat itu yang tidak dimiliki kaum adam dalam menyelesaikan masalah ditengah kehimpitan hidup.

Semangat Kartini memang tak akan pernah hilang dalam kancah ruang publik perempuan Indonesia, namun sesungguhnya apa yang mereka lakukan hanyalah mencoba bertahan dari kemusnahan.

Namun sayang negeri inipun tak lagi menjadikan daya juang Kartini sebagai landasan mengayomi umatnya. Mereka seperti hilang pondasi mengurus negara karena pada dasarnya mereka terjebak dengan hingar bingar kapitalisme, sibuk memikirkan investasi asing dan meminggirkan urusan rakyat hari demi hari yang pada akhirnya rakyat menjerit kehilangan jati diri. Refleksi Kartini seakan tergerus oleh keserakahan materi, karena kapitalisme telah memenjarakan nafsu duniawi para pemimpin negeri.

Ingatkah kita bagaimana Kartini mentransformasi diri dari wanita Jawa yang tunduk dengan adat istiadat menjadi perempuan yang menginspirasi negeri? Selayaknya Nusaibah binti Ka’ab, Hafshah, Ummul Mukminin Siti Khadijah ra, Aisyah ra, dan masih banyak lagi pejuang wanita Islam yang sungguh luar biasa untuk dijadikan teladan bagi seluruh perempuan Indonesia sebagai pondasi mereka melakukan kebaikan dan perjuangan hidup di dunia dan kelayakkannya diakhirat kelak.

Kini saatnya dunia mengakui bahwa tanpa genderang feminisme dan kesetaraan gender, perempuan Indonesia mampu menaikkan jati diri mereka atas landasan keimanan, mereka tetap meyakini bahwa saat mereka berkiprah ditengah pandemi ini hanyalah bukti kesungguhan mereka mencintai keluarga dan membantu suami agar tetap bisa bersama ditengah kehimpitan hidup dalam suasana pandemi wabah Covid-19 ini. Mereka bukan ingin eksistensi diri yang vulgar, namun cukup menjadi kekuatan bagi keluarga mereka, bahu membahu untuk taawun dalam rumah tangga.

Sesungguhnya tugas penyelesaian penanggulangan wabah ini kita kembalikan fungsi negara, bagaimana mereka bisa menjadi pemimpin yang mencintai rakyatnya agar segera terbebas dari kondisi pandemi ini.

Sebagaimana Hadits Nabi.

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

Semoga wabah Covid-19 ini segera berlalu dan kita bisa melihat senyum Kartini-Kartini Indonesia lagi dengan sumringah menjalankan aktifitasnya, dan terus menghasilkan kebaikan bagi umat.

Oleh : Didi Diah, S. Kom