Penolakan Pemakaman: Akibat Minimnya Edukasi

Khatima

Di tengah Penyebaran Covid-19, yang semakin banyak memakan korban jiwa di beberapa negara menyebabkan ketakutan yang berlebih pada masyarakat, hingga menimbulkan hilangnya rasa kepedulian terhadap jenazah Covid-19. Seperti yang di beritakan di televisi-televisi, banyak penolakan dari masyarakat terhadap jenazah Covid-19. Penolakan itu pun dialami oleh keluarga dari seorang perawat kesehatan di daerah Semarang.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo merasa teriris hatinya tatkala mendengar kabar peristiwa penolakan pemakaman jenazah Covid-19. Penolakan tersebut dilakukan oleh sekelompok warga di daerah Sewakul, Ungaran, Kabupaten Semarang. Ganjar mengaku terkejut dengan peristiwa tersebut, terlebih saat mengetahui bahwa jenazah yang ditolak pemakamannya itu adalah seorang perawat yang bertugas di RSUP Kariadi Semarang. (Kompas com, Kamis (9/4/2020).

Jelas penolakan itu mengoyak rasa kemanusiaan dan keluarga korban. Selagi masih sehat para perawat kesehatan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk memberikan pelayanan terbaik kepada korban Covid-19. Namun saat menjadi jenazah yang terinfeksi Covid-19, masyarakat menolak pemakaman di daerahnya, karena menganggap takut tertular. Penolakan itu dikarenakan minimnya pengetahuan masyarakat terhadap penularan wabah Covid-19.

Di sini seharusnya negara hadir untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tidak menjadi kekhawatiran yang berlebih, dengan bersosialisasi dan komunikasi yang bisa difahami oleh masyarakat. Seperti kata ODP, PDP, Physical distancing, lockdown bagaimana masyarakat yang awam bisa memahami kata-kata itu kalau tidak disosialisasikan dengan baik. Komunikasi itu pun di perparah dengan ketidak-singkronnya kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, seperti pemerintah pusat berkeinginan sekedar physical distancing, akan tetapi pemerintah daerah maunya lockdown atau karantina wilayah.

Inilah bukti negara tidak siap menghadapi wabah yang sedang terjadi, dari aspek ekonomi, teknis dan mekanismenya, sehingga menjadi pemicu lambannya penanganan wabah yang terjadi, jika pemerintah pusatnya saja lamban bagaimana dengan masyarakatnya. Rakyat secara tidak langsung harus mengatasi pandemi ini, sehingga memunculkan rasa kekhawatiran yang berlebihan ketika mendengar korban Covid-19 semakin bertambah. Negara yang salah satu fungsinya menjadi pelindung dan pelayan umat sudah lalai menjalankannya, karena saat pandemi saat ini fungsi itu sangat jelas tak bisa dirasakan oleh rakyat, bahkan usulan dari pemerintah daerahpun ditolak untuk menerapkan lockdwn.

Tentunya sangat jauh berbeda dengan sistem Islam yang pernah menjadi adidaya selama 13 abad. Islam sangat memperhatikan bagaimana memperlakukan jenazah, bahkan jenazah yang terkena wabah, Islam memberikan kedudukan syahid. Rasulullah SAW pun melalui hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud menjelaskan bahwa umat Islam harus segera mengurus jenazah. “Tidak pantas di antara mayat seorang Muslim untuk ditahan di antara keluarganya.”

Dalam keadaan normal, mayat wajib dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan dikuburkan. Prosedur ini dilakukan menurut tata cara yang sudah ditentukan dalam syariat Islam. Dalam keadaan darurat, di mana pengurusan (penanganan) jenazah tidak mungkin memenuhi ketentuan syariat di atas, maka pengurusan jenazah dilakukan dengan cara darurat. Demikian juga orang yang mati karena wabah tha’un atau karena penyakit perut, mati tenggelam, atau terbakar. Meskipun mereka syahid, mereka tetap dimandikan dan dikubur secara layak.

Negara dalam Islam memberikan fasilitas untuk pelayanan kesehatan secara optimal dengan kekuatan politik dalam perekonomiannya, sehingga dalam masa pandemi bisa ditangani secara efektif dan efisien. Negara dalam Islam menempatkan tenaga kesehatan pada kedudukan yang mulia di tengah-tengah masyarakat. Sehingga para tenaga kesehatan memahami posisinya sebagai pelayan umat yang akan memberikan pelayanan secara maksimal atas dasar nilai-nilai ruhiyah dan kemanusiaan.
Wallahu a’lam bish-Shawab.

Oleh : Khatimah (Ibu Rumah Tangga dan Memberikan AMK)