Terminal, Sumber Retribusi

Terminal, Sumber Retribusi
Sentra kuliner di kompleks terminal pelabuhan feri Amolengu saat kawasan komersial ini dirampungkan pembangunannya oleh Dinas Perhubungan Sultra

TEGAS.CO., KENDARI – ORANG kreatif memiliki kemampuan untuk bereksplorasi dan merasa tidak nyaman di zona nyaman. Ungkapan ini agaknya pas dengan karakter Hado Hasina yang kerap saya sebut orang kreatif. Belum dua tahun menjabat Kadis Perhubungan Sulawesi Tenggara, dia ditawari jabatan Kadis Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat oleh Gubernur Nur Alam. Tetapi secara spontan dia menolak.

Mengapa? Di tempat itu nyaris tidak ada tantangan. Dana besar dari pusat dan APBD digunakan untuk kegiatan yang sudah terarah dan rutinitas yaitu pemeliharaan jalan. Sementara di Dinas Perhubungan Sultra, banyak hal baru yang harus ditangani. Begitu jawaban Hado Hasina (57) alumni Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin 1987 ketika ditanya mengapa menolak jabatan basah itu.

Iklan Pemkot Baubau

Dia mengaku berterus terang kepada Nur Alam, Gubernur Sultra dua periode (2008 – 2018) bahwa tugas di Dinas Perhubungan lebih menantang. Banyak kota dan tercatat ribuan kilometer panjang jalan di provinsi ini, tetapi belum punya terminal angkutan umum. Blankspot ini yang diprogramkan untuk diisi setelah dia dilantik sebagai Kadis Perhubungan bulan Juli 2016.

Ditargetkan sebanyak 17 terminal tipe B yang akan dibangun. Jumlah tersebut mencerminkan 17 kota kabupaten dan kota otonom di Sultra. Tepatnya 15 ibu kota kabupaten dan dua kota otonom.

Ada dua tahapan perjuangan untuk merealisasikan program tersebut. Pertama melobi para bupati dan walikota terkait penyediaan lokasi terminal. Tahapan ini diakui Hado berjalan mulus karena para kepala daerah menyambut posistif program pembangunan terminal.

Adapun tahapan kedua dianggapnya agak berat karena harus meyakinkan gubernur tentang peran dan fungsi terminal dalam pembangunan daerah. Pasalnya, terminal tipe B sesuai ketentuan, dibiayai APBD. Komitmen Gubernur Nur Alam untuk program tersebut tidak diragukan. Namun pejabat di bawahnya kerap tidak konsisten akan tupoksinya sebagai pembantu gubernur di pengelolaan anggaran.

Meskipun demikian, Gubernur Nur Alam segera bersikap tegas bila mengetahui program terhambat penyediaan anggaran. Hado Hasina juga menjalin kerja sama dengan DPRD Sultra untuk memuluskan penyediaan anggaran.

Program itu digulirkan mulai dari Acaria di Kolaka Utara hingga Numana di Kepulauan Tukang Besi (Wakatobi) di kawasan Laut Banda. Alhasil, kini telah dioperasikan sekitar 12 terminal. Sedangkan sisanya, dua unit dalam taraf pembangunan, dan tiga terminal lagi baru disiapkan lahannya oleh pemda setempat yakni Bombana, Konawe Selatan, dan Konawe Kepulauan.

Sebagai catatan, terminal Lakologou di Kota Baubau belum rampung. Karena itu, Dinas Perhubungan Sultra membangun rest area Waramosiu di tengah kota sebagai alternatif sambil menunggu penyelesaian Lakologou. Selain Waramosiu ada pula rest area di Pantai Nirwana bagi angkutan umum dari arah Batauga.

Rest area adalah tempat beristirahat sejenak untuk memulihkan kelelahan fisik dari perjalanan. Di rest area tersedia toilet, warung, mushalla, dll. Bahkan di rest area pelabuhan feri Labuan ada villa untuk penginapan.

Sedangkan terminal didefinisikan sebagai salah satu komponen dari sistem transportasi dengan fungsi utama sebagai tempat pemberhentian angkutan umum untuk menurunkan dan menaikkan penumpang maupun barang hingga sampai ke tujuan akhir suatu perjalanan.

Bagi pemerintah, terminal berfungsi sebagai tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan, dan pengoperasian angkutan. Selain itu merupakan sarana untuk melaksanakan manajemen lalu lintas dalam rangka menata lalu lintas dan menghindari kemacetan. “Lebih dari itu terminal menjadi tempat pemungutan retribusi bagi pengisian kas pemerintah daerah”, ujar Hado.

Dalam program pembangunan terminal, Kadis Perhubungan Sultra menyiapkan kawasan komersial yang melibatkan masyarakat sekitar. Baik terminal darat maupun terminal laut yang mencakup pelabuhan laut dan pelabuhan kapal penyeberangan atau kapal feri.

Maka di setiap terminal diupayakan adanya kawasan komersial berbasis masyarakat. Proyek ini juga menjadi sumber penerimaan daerah. Kegiatan ekonomi masyarakat di kompleks terminal antara lain bisnis kuliner dan penjualan kebutuhan lainnya bagi penumpang. Dari situ dipungut pula retribusi untuk pendapatan daerah.

Terminal, Sumber Retribusi
Desain terminal tipe A di Puuwatu, Kendari, Sultra

Kawasan komersial dibangun dengan biaya APBD. Penyiapannya dilakukan mulai dari pematangan tanah hingga pembangunan lapak. Tanah atau lahan adalah milik masyarakat dan tidak diganti rugi dengan kesepakatan fasilitas yang dibangun tadi digunakan warga sendiri sebagai tempat melaksanakan kegiatan ekonomi.

Realitas di lapangan menunjukkan, kawasan komersial di kompleks terminal telah berkembang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi masyarakat di pedesaan. Kehadiran kawasan komersial juga telah memudahkan warga melakukan kegiatan ekonomi terutama para penjual keliling (bakulan) dengan menempati lapak atau kios permanen yang dibangun Dinas Perhubungan.

Salah satu keberhasilan program pembangunan terminal di Sultra adalah dimulainya saat ini pembangunan terminal tipe A di ibu kota provinsi. Pembangunan terminal tipe A ditangani pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Perhubungan. ***

YAMIN INDAS

PUBLISHER: MAS’UD