Wacana Kedatangan TKA China di Sultra, Bukti Kebijakan PSBB Tidak Konsisten

Oleh: Anhy Hamasah Al Mustanir

(Pemerhati Media)

Entah apa yang ada dibenak penguasa negeri ini, hingga kebijakan yang diterapkan seakan menekan rakyatnya sendiri. Himbauan yang selalu dilontarkan agar tetap menjaga jarak, tetap tinggal didalam rumah, mengurangi aktivitas diluar rumah bahkan melarang untuk tidak mudik. Namun hal itu hanya diperuntukkan untuk rakyatnya lain halnya  kebijakan untuk warga negara asing. Demi perekonomian, pembatasan sosial berskala besar tidak berlaku untuk warga asing. Terkhusus untuk warga China. Padahal pusat Covid-19 pertama kali muncul dari negeri tersebut. Aneh bin nyata.

Hal itu sejalan dengan desas – desus kedatangan 500 TKA asal China di Indonesia. Daerah tujuannya adalah Konawe, Sulawesi Tenggara. Para TKA China ini datang untuk bekerja di PT Virtue Dragon Nickel Industry dan PT Obsidian Stainless Steel. (Sosok.id. Jum’at, 1/05/2020)

Hal tersebut pun menuai penolakan keras baik  dari lingkup pejabat setempat maupun masyarakat. Bagaimana tidak, seakan  pemerintah pusat tidak konsisten dengan aturan yang telah dibuat. Dimana, Peraturan PSBB baru saja diterapkan untuk mencegah penularan Covid-19 secara masif namun kini ada wacana untuk mendatangkan TKA yang jumlahnya diluar logika.

Meskipun pemerintah pusat setuju dengan kedatangan 500 TKA asal China tersebut,  namun sangat kontradiksi dengan pihak pemerintah Sulawesi Tenggara baik dari Gubernur, DPR, dan Bupati menolak kedatangan TKA asal China tersebut. Menurut Gubernur Sulawesi Tenggara bapak Ali Mazi penolakan dilakukan karena bertentangan dengan dengan suasana kebatinan masyarakat Sultra yang kini tengah berjuang melawan Pandemi Covid-19. “Setelah saya mengetahui informasi itu, saya langsung mengundang Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan juga DPRD, Danrem, Kapolda, Imigrasi. Kesimpulannya kita keberatan untuk kebijakan memasukkan kembali 500 TKA asal China,” ungkap Ali Mazi di rumah jabatan gubernur awal pekan ini.

Sementara itu, seluruh unsur pimpinan dan fraksi di DPRD Sultra sepakat menolak kedatangan 500 TKA asal China ke Sultra yang akan bekerja di perusahaan PT VDNI di Kabupaten Konawe, Sultra. Penolakan itu disampaikan dalam rapat paripurna yang digelar di Gedung Paripurna DPRD Sultra, Rabu (29/4/2020).

Ketua DPRD Sultra Abdurrahman Shaleh menyatakan penolakan ini bukan berarti anti terhadap investasi China, tetapi karena situasi saat ini tidak tepat. Ia meminta agar kebijakan ini ditunda sementara waktu hingga masalah corona ini berhasil dilalui. Abdurrahman bahkan menegaskan akan memimpin aksi penolakan jika 500 TKA dipaksakan tetap datang di Sultra. “Saya pimpin langsung aksi jika dipaksa datang,” tegasnya.

Hal senada juga dikatakan Herry Asiku, Wakil Ketua DPRD Sultra dari Partai Golkar.Dia menilai jika 500 TKA dipaksakan masuk ke Sultra, nantinya bisa menambah gejolak di masyarakat. “49 saja yang masuk waktu lalu gemparnya bagaimana, apalagi kalau 500 TKA yang masuk,”  Selain itu, Sudirman dari Fraksi PKS DPRD Sultra juga menyatakan penolakan dan mempertanyakan soal tenaga kerja lokal yang tidak dipekerjakan. “Ini aneh, tenaga kerja lokal kita rumahkan lalu TKA didatangkan dari luar ini tentunya sedih sekali,” katanya. (Serambinews.com, Kamis,30/04/2020).

Namun kemudian, seakan tidak peduli dengan keberatan yang ditujukan pemerintah dan rakyat Sultra atas kedatangan TKA asal China tersebut. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) membenarkan telah menyetujui Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) 500 TKA China tersebut. RPTKA diajukan pada 1 April oleh dua perusahaan, yakni PT Virtue Dragon Nickel Industry dan PT Obsidian Stainless Steel. Mengacu pada Pemen Hukum dan HAM Nomor 11 Tahun 2020 dan peraturan perundang-undangan lainnya, secara legalitas Kemnaker tak bisa menolak permohonan pengesahan RPTKA yang diajukan oleh perusahaan pengguna. Selain itu,  dari sisi hukum atau peraturan penggunaan TKA semuanya terpenuhi, termasuk penggunaan TKA pada masa pandemik COVID-19, terutama Pemen Hukum dan HAM No 11 Tahun 2020, yaitu Pasal 3 ayat (1) huruf f l, ungkap Plt Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker, Aris Wahyudi pada kumparan, Kamis (30/4/2020).

Dari data informasi diatas,terkait wacana kedatangan TKA China telah benar – benar menuai polemik diantara kubu pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Bagaimana tidak, sebelumnya pemerintah sudah memerintahkan pemerintah daerah untuk masing – masing bertanggungjawab mengarantina setiap masyarakatnya dilingkup wilayahnya. Sekarang, tiba – tiba dengan muda mengizinkan para TKA China untuk bekerja di wilayah yang sedang berusaha memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Tak terkecuali di Sulawesi Tenggara ini.

Mungkinkah, pemerintah pusat tidak peduli dengan rakyatnya sendiri? Ataukah demi ekonomi Indonesia tetap stabil, rakyat harus dikorbankan? Entahlah, semua jawaban ada dibenak para pemangku kekuasaan negeri ini.

Maka wajar saja, penyelesaian Covid-19 ini seakan seperti misteri yang penuh dengan teka-teki. Sungguh tak jelas dan hal ini makin membuat rakyatnya kebingungan. Antara mematuhi himbauan pemerintah ataupun menolak himbauan tersebut. Karena, memang agak lucu jika harus memikirkan kebijakan pemerintah selama ini. Dimana rakyatnya dirumahkan dan asing dibebaskan bersileweran. Atau memang kebijakan pemerintah hanya berlaku untuk WNI saja? Dan tidak untuk WNA?. Apakah virus hanya menjarah rakyat pribumi saja? Semua pertanyaan ini mungkin bisa dijawab oleh kalian wahai para tuan dan nyonya yang kini menjadi wakil rakyat.

Meskipun, mereka dapat menjawab pertanyaan di atas namun jawaban yang akan didapatkan hanyalah sebuah argumentasi yang berakhir dengan argumentasi pula. Tak ada penyelesaian yang signifikan, mengingat pemikiran, perasaan dan peraturan yang mereka adopsi berasal dari tatanan sistem yang tidak pro dengan rakyatnya. Bahkan, dalam sistem itu money adalah segalanya jadi wajar saja rakyat dinomor duakan atau bisa saja dinomor terakhirkan. Sistem yang begitu populer dan sangat dieluh-eluhkan di berbagai belahan dunia. Sistem itu adalah sistem kapitalisme- sekularisme, dari namanya saja sudah bisa ditebak yakni sistem yang mengandung kebebasan. Bebas mengambil hak orang lain walaupun dengan cara yang salah.

Sungguh sangat berbeda jauh dengan sistem yang lahir dari sang Pencipta. Allah SWT menurunkan wahyu  Alquran melalui perantara malaikat Jibril untuk disampaikan kepada Baginda Nabi Muhammad Saw. Alquran ini mengandung peraturan hidup manusia yang begitu komprehensif dan sempurna. Maka tak heran, Islam pernah menguasai sepertiga dunia pada masa yang lalu. Sekiranya, aturan-aturan yang lahir dari Islam bukan hanya untuk manusia pada zaman Rasulullah dan para sahabatnya saja melainkan untuk generasi Muhammad Saw kecuali jika ada memang yang berani mengaku bukan generasi Muhammad Saw.

Olehnya itu, sistem Islam telah mendedikasikan aturannya untuk kepentingan manusia. Salah satunya, bagaimana mengelolah negaranya agar tetap aman dan jauh dari pengaruh buruk dari negara lain. Pemimpin yang lahir dari sistem ini begitu sangat peduli dengan rakyatnya. Pemimpinnya akan merasa bahagia jika yang dipimpinnya paling bahagia. Apalagi suasana Pandemi seperti sekarang ini, harapan rakyat tertumpuk pada pemimpinnya.

Salah satu pemimpin yang kini dirindukan oleh umat ini adalah sosok Khalifah Umar bin Khattab, karena pada masa kepemimpinannya wabah menyerang salah satu wilayah kekuasaannya yakni negeri Syam. Dengan kordinasi dan kerjasama yang baik antara pemerintah pusat(negara Islam) dan wilayah Syam akhirnya dengan muda diatasi. Dan salah satu kebijakan  yang diterapkan oleh Amirul mukminin Umar bin Khattab adalah melakukan lockdown secara total. Seandainya, perekonomian lebih penting baginya pada masa itu maka sangat mustahil Ia mengambil kebijakan tersebut namun karena Rakyat adalah skala prioritasnya maka kebijakan itulah yang menjadi pilihan utamanya. Begitulah sosok pemimpin yang takut dengan Allah, pemimpin seperti akan menyadari dengan amat jelas bahwa kelak kepemimpinanya akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah cepat ataupun lambat. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: “Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang imam (amir) pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari)