Ada Mafia di Balik Impor Alkes dan Obatan, Kok Bisa?

Oleh: Hamsina Halisi Alfatih

Kementerian BUMN buka-bukaan mengenai mafia alat kesehatan (alkes) dan obat-obatan di Tanah Air. Masalah mafia ini sebelumnya disorot Menteri BUMN Erick Thohir. (Detikfinance, 18/04/20)

Iklan ARS

Pada kesempatan yang sama Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menjelaskan secara gamblang, bagaimana ada oknum-oknum perusahaan sektor kesehatan, yang mencari keuntungan di tengah kesempitan situasi. (Tribunnews.com, 19/04/20).

Secara garis besar, Arya menceritakan bahwa selama ini terdapat oknum-onkum yang sengaja membiarkan perusahaan sektor kesehatan dalam negeri tidak berkembang. Mereka membiarkan perusahaan dalam negeri hanya sebagai pengolah bahan baku saja.

Selain itu, dilansir dari merdeka.com (24/04/20) ada beberapa fakta menarik dibalik adanya monopoli alkes dan obat-obatan yang membuat retribusi pengadaannya terseok-seok diantarnya;

1. Industri Obat Dibiarkan Tak Berkembang Agar Impor Jalan.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, membeberkan alasan Indonesia masih harus mengimpor bahan baku obat serta alat kesehatan dari luar negeri.

“Menyangkut dengan alat kesehatan, saya setuju sekali. Saya dulu waktu pengusaha 90 persen alkes kita ini impor. Ini sengaja memang,” ujar Bahlil dalam rapat virtual bersama DPR.

Menurut Bahlil, sejak dulu memang ada yang sengaja melakukan pembiaran agar industri kesehatan tidak dibangun di dalam negeri. Dia bahkan mengakui, sudah mengetahui adanya permainan impor obat sejak 2006.

2. Mafia Obat dan Alat Kesehatan dari Lokal dan Global

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menegaskan bahwa ada mafia besar baik skala global maupun lokal yang membuat Indonesia tidak mandiri dalam industri kesehatan.

“Mengenai mafia alat kesehatan dan bahan-bahan kesehatan, ini sebenarnya jauh-jauh hari ketika Pak Erick Thohir dilantik jadi Menteri BUMN, beliau sudah punya gambaran besar mengenai keamanan energi, pangan, dan kesehatan. Ketika beliau (Erick Thohir) mendalami health security ternyata terbukti Indonesia itu berat di urusan-urusan kesehatan,” ujar Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga.

3. 90 Persen Bahan Baku Bergantung Impor

Menteri Erick menjelaskan, 90 persen alat kesehatan dan bahan baku obat masih diimpor dari luar negeri. Oleh karenanya, peluang mafia bergelayutan di importasi alat kesehatan ini besar. Padahal, menurutnya, sudah seharusnya Indonesia sebagai negara besar memiliki blueprint atau cetak biru strategi untuk ketahanan kesehatan.

Akibat dari kenyataan ini tentu saja membuat masyarakat semakin geram. Pasalnya, alkes, obat-obatan, hingga alat pelindung diri (APD) menjadi sulit ditemukan di tengah kebutuhan yang mendesak saat ini.

Perihal adanya mafia alkes dan obatan dinegeri ini, hal ini sebenarnya sudah disoroti oleh presiden Joko Widodo. Melalui  Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, dirinya mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo menegaskan kepada Erick Tohir untuk berantas mafia-mafia dengan membangun industry lokal, bangun industri farmasi, sehingga bisa memproduksi segala kebutuhan rakyat. ( Kompas.tv, 18/04/20)

Namun pada kenyataannya meskipun usaha ini pun dilakukan toh mafia-mafia yang bersembunyi dibalik monopoli alkes dan obatan tidak mudah diberantas. Mengapa demikian?

Tak bisa dipungkiri bahwa bangsa ini tengah dikuasai oleh para kapitalis/swasta. Bagaimana tidak, kebutuhan yang seharusnya mampu diproduksi sendiri dalam negeri justru kini kebanyakan melalui jalan impor. Rakyat kian menjerit, mulai dari para petani hingga ribuan pekerja lokal harus rela dirumahkan (PHK) akibat imbas dari pandemi Covid-19. Namun apa yang dilakukan pemimpin negeri ini, justru tidak mampu membendung adanya gelombang PHK. Tidak mampu menutup keran impor yang kian membanjiri tanah air.

Inilah sistem demokrasi liberal, kian memberikan kebebasan kepada para kapitalis dan rakyatpun kian terlibas karnanya. Beda halnya ketika islam menghadapi problematika dikala kesehatan menjadi jaminan utama bagi umat.

Hal inipun tergantung bagaimana sikap seorang pemimpin dalam mengahadapi permasalahan umat. Jika seorang pemimpin tidak mampu adil dalam menyikapi segala permasalahan maka rakyatpun menjadi korban. Namun Ketika seorang pemimpin mampu adil dan bijaksana dalam menentukan kebijakan maka nasib rakyatpun akan tentram.

Hal ini bisa kita jumpai dalam kepemimpinan seorang kholifah dalam sistem islam terkait kebijakan dalam kesehatan. Berbagai fakta historis kebijakan di bidang kesehatan yang pernah dijalankan oleh pemerintahan Islam sejak masa Rasul saw. menunjukkan taraf yang sungguh maju. Pelayanan kesehatan gratis diberikan oleh negara (Khilafah) yang dibiayai dari kas Baitul Mal.  Adanya pelayanan kesehatan secara gratis, berkualitas dan diberikan kepada semua individu rakyat tanpa diskriminasi jelas merupakan prestasi yang mengagumkan.

Hal itu sudah dijalankan sejak masa Rasul saw. Delapan orang dari Urainah datang ke Madinah menyatakan keislaman dan keimanan mereka. Lalu mereka menderita sakit gangguan limpa.  Nabi saw. Kemudian merintahkan mereka dirawat di tempat perawatan, yaitu kawasan penggembalaan ternak milik Baitul Mal di Dzi Jidr arah Quba’, tidak jauh dari unta-unta Baitul Mal yang digembalakan di sana.  Mereka meminum susunya dan berada di tempat itu hingga sehat dan pulih.

Menurut Dr. Hossam Arafa dalam tulisannya, Hospital in Islamic History, pada akhir abad ke-13, RS sudah tersebar di seantero Jazirah Arabia. Rumah sakit-rumah sakit itu untuk pertama kalinya di dunia mulai menyimpan data pasien dan rekam medisnya. Konsep itu hingga kini digunakan RS yang ada di seluruh dunia.

Semua itu didukung dengan tenaga medis yang profesional baik dokter, perawat dan apoteker.  Di sekitar RS didirikan sekolah kedokteran.  RS yang ada juga menjadi tempat menempa mahasiswa kedokteran, pertukaran ilmu kedokteran, serta pusat pengembangan dunia kesehatan dan kedokteran secara keseluruhan. Dokter yang bertugas dan berpraktik adalah dokter yang telah memenuhi kualifikasi tertentu. Khalifah al-Muqtadi dari Bani Abbasiyah memerintahkan kepala dokter Istana, Sinan Ibn Tsabit, untuk menyeleksi 860 dokter yang ada di Baghdad. Dokter yang mendapat izin praktik di RS hanyalah mereka yang lolos seleksi yang ketat. Khalifah juga memerintahkan Abu Osman Said Ibnu Yaqub untuk melakukan seleksi serupa di wilayah Damaskus, Makkah dan Madinah.

Pada masa Khilafah Abbasiyah itu pula untuk pertama kalinya ada apotik. Yang terbesar adalah apotik Ibnu al-Baithar. Saat itu, para apoteker tidak diijinkan menjalankan profesinya di apotik kecuali setelah mendapat lisensi dari negara. Para apoteker itu mendatangkan obat-obatan dari India dan dari negeri-negeri lainnya, lalu mereka melakukan berbagai inovasi dan penemuan untuk menemukan obat-obatan baru (M. Husain Abdullah, Dirâsât fî al-Fikri al-Islâmî, hlm. 89).

Rasulullah saw. bersabda:

Siapa saja di antara kalian yang berada di pagi hari sehat badannya; aman jiwa, jalan dan rumahnya; dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan ia telah diberi dunia seisinya (HR al-Bukhari dalam Adab al-Mufrâd, Ibn Majah dan Tirmidzi).

Dalam hadis ini kesehatan dan keamanan disejajarkan dengan kebutuhan pangan. Ini menunjukkan bahwa kesehatan dan keamanan statusnya sama sebagai kebutuhan dasar yang harus terpenuhi.

Negara bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar itu. Rasulullah saw. bersabda:

Imam (Khalifah) laksana penggembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya (HR al-Bukhari).

Tidak terpenuhi atau terjaminnya kesehatan dan pengobatan akan mendatangkan dharar bagi masyarakat. Dharar (kemadaratan) wajib dihilangkan. Rasulullah SAW bersabda:

Tidak boleh membahayakan orang lain dan diri sendiri (HR Malik).

Dengan demikian, kesehatan dan pengobatan merupakan kebutuhan dasar sekaligus hak rakyat dan menjadi kewajiban negara. Oleh karena itu sudah seyogyanya kita mencampakan sistem kapitalisme yang telah merongrong bangsa ini dengan sistem yang benar-benar menjamin keselamatan umat yaitu islam. Sebab, karna dengan menerapakan islam secara kaffah maka tidak akan ada lagi kesempatan bagi para mafia dinegeri ini yang mencoba merampok yang menjadi hak umat.

Wallahu A’lam Bishshowab