Menimbang Nalar Pernyataan Negeri yang Mayoritasnya Muslim itu Susah Maju

Ainul Mizan

Wapres KH Ma’ruf Amin menyampaikan bahwa negeri yang berpenduduk mayoritas muslim, susah majunya. Hal ini disampaikannya dalam sebuah ceramahnya di TVRI, Senin 11 Mei 2020.

Menurutnya, adanya cara berpikir yang konservatif menjadi faktor utama kemunduran umat. Ajakan untuk kembali kepada kemurnian ajaran Islam termasuk pemikiran konservatif, imbuhnya. Lebih lanjut, solusi yang ditawarkannya adalah cara berpikir wasathiyyah. Dengan pemikiran wasathiyyah, umat bisa maju. Demikian yang dipaparkannya.

Iklan Pemkot Baubau

Berbicara tentang kemunduran umat Islam, tentunya tidak bisa dinilai hanya dari satu aspek, lantas digebyah uyah. Menilai hanya dari internal umat yang itu pun sebagian kecil saja. Yang demikian ini adalah cacat secara intelektual.

Sesungguhnya kemunduran umat Islam dipengaruhi oleh 2 faktor baik dari internal umat maupun dari eksternal. Kedua faktor tersebut harusnya dilihat dengan baik.

Adapun faktor kemunduran dari internal umat adalah berhentinya aktifitas ijtihad dan bergesernya orientasi hidup umat Islam. Berhentinya aktifitas ijtihad ditandai dengan fatwa dari al-Qoffal al Muruzzi asy Syafi’iy yang menyerukan ditutupnya pintu ijtihad.

Hal tersebut sebenarnya cukup beralasan. Yang mendasari fatwa al Qoffal adalah banyaknya karya para ulama yang berupa kitab syarah dan hasyiyah. Hal ini menunjukkan lemahnya semangat berijtihad di kalangan para ulama.

Keadaan demikian diperparah oleh adanya upaya pemisahan potensi bahasa Arab dengan Islam. Padahal memahami al Qur’an dan Hadits Nabi mutlak membutuhkan penguasaan terhadap ilmu bahasa Arab. Akibat mandeknya ijtihad, umat Islam menjadi gagap terhadap fenomena pemikiran baru seperti nasionalisme, modernisme, materialisme, demokrasi dan lainnya.

Yang terjadi di tengah umat, orientasi hidupnya berubah. Awalnya jihad dan dakwah Islam menjadi orientasi hidupnya, sekarang orientasi hidup umat Islam adalah materi kebendaan. Tujuan hidupnya adalah menumpuk harta dan kekayaan. Bahkan tidak jarang mereka tidak mempedulikan lagi halal dan haram. Akibatnya negeri – negeri Islam tersebut mudah untuk dijajah negara lain. Yang membela kepentingan penjajah, tentunya jaminan kekayaan sudah ada dalam genggaman.

Sedangkan faktor eksternal kemunduran umat Islam adalah adanya serangan pemikiran dan diruntuhkannya Khilafah Utsmani tahun 1924 M. Pemikiran sekulerisme, nasionalisme dan semacamnya disuntikkan kepada umat Islam secara massif di abad 18 M. Di saat yang bersamaan, kondisi pemahaman Islam yang melemah di tengah umat. Serangan pemikiran ini hingga pada satu titik umat Islam tidak lagi memandang penghapusan Khilafah oleh Kemal Attaturk pada 3 Maret 1924 M, sebagai sebuah kejahatan besar. Umat Islam tidak menyikapinya sebagai perkara hidup dan mati.

Jika pemikiran wasathi ditawarkan sebagai solusi bagi kemunduran umat, lantas pemikiran wasathi yang seperti apa. Dari pernyataan Kyai Ma’ruf bahwa kemunduran umat karena pemikiran konservatif, artinya ada metode berpikir dialetik yaitu pada bagian antitesis. Dengan kata lain, makna pemikiran wasathi itu adalah inklusif (terbuka) dan pertengahan. Tidak kaku dan kolot. Bisa diajak maju. Lain halnya pemikiran konservatif diartikan sebagai eksklusif, kaku dan kolot. Dan aktifitas mengajak pada kemurnian ajaran Islam dipandang konservatif adalah sebuah kesalahan intelektual.

Konsep Wasathiyyah dalam Islam

Ajakan kepada kemurnian ajaran Islam justru akan menempatkan konsep wasathiyah dengan benar. Bukan konsep wasathiyyah yang dimunculkan di tengah kekalahan intelektual terhadap serangan – serangan pemikiran asing. Bukan pula konsep wasathiyyah yang lahir dari rasa putus asa melihat keterpurukan umat Islam dalam cengkeraman penjajahan. Artinya konsep wasathiyyah yang lahir hanya menjadi stempel agar umat Islam bisa berdamai dengan nilai – nilai barat dan berdamai dengan penjajahan. Kekayaan alam dikuasai asing, umat diminta diam. Ajaran agamanya dinistakan, umat pun diminta diam. Apakah demikian ini konsep wasathiyyah yang ditawarkan??

Ajakan kepada kemurnian ajaran Islam akan menjelaskan bahwa konsep wasathiyyah itu adalah konsep keadilan Islam. Lebih jauh bahwa ajaran Islam itu disebut ajaran wasathiyyah yakni ajaran yang utama dan terbaik. Umat Islam disebut umat wasathiyyah yakni umat yang adil dan terbaik.

Mari kita perhatikan firman Allah swt:
كنتم خير امة اخرجت للناس
“Kalian (umat Islam) adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia”.

Allah Swt memberikan syarat untuk menjadi umat terbaik yakni beriman kepada Allah swt dan melakukan amar makruf nahi munkar.

Sifat demikianlah lantas menjadikan Allah Swt memberikan label sebagai umat wasathiyyah. Hal ini karena umat Islam itu menjadi saksi atas seluruh umat manusia di akherat nanti. Tentunya untuk menjadi saksi, disyaratkan memiliki keadilan.

Konsep pemikiran wasathiyyah Islam akan menempatkan dengan benar, kapan umat Islam harus eksklusif dan kapan harus inklusif.

Umat Islam harus eksklusif terhadap pandangan dan aturan hidup di luar Islam. Umat Islam haram mengambil konsepsi ideologi Kapitalisme dan Komunisme. Termasuk umat tidak boleh mengambil konsepsi sekulerisme, nasionalisme dan semacamnya.

Sementara di sisi yang lain, umat Islam akan bersikap inklusif dalam hal ilmu Sains dan teknologi. Umat Islam boleh belajar teknologi dari umat dan bangsa lain. Bahkan Islam mendorong umat Islam untuk mencapai kemajuan sainstek. Lihatlah firman Allah dalam surat ar Rahman yang artinya: “Wahai sekalian bangsa jin dan manusia, jika kalian mampu untuk menembus penjuru langit dan bumi maka tembuslah. Kalian tidak akan bisa menembusnya kecuali dengan kekuatan”.

Hasilnya, umat Islam menjadi pelopor dalam kemajuan Sains Teknologi. Ada Jabir bin Hayyan, ilmuwan kimia pertama dunia. Al- khowarizmi, ilmuwan Matematika pertama. Al Razi, ahli kedokteran dunia, dan masih banyak yang lainnya.

Gambaran kemajuan peradaban Islam itu dilukiskan oleh Sigrid Dunker berikut ini. “Pemuda – pemuda Eropa di abad pertengahan, berbangga bangga dengab budaya Arab, pakaiannya, termasuk bangga dengan bahasa Arab. Hingga uskup mengatakan: Sayang sekali kita melihat kaum kita bangga mencontoh kaum Muslimin”.

Demikianlah gambaran kemajuan Islam dalam wadah keKhilafahan Islam. Bangsa – bangsa kafir bangga meniru kaum muslimin. Ironisnya, saat ini kaum Muslimin berbangga – bangga mencontoh orang – orang kafir baik dari segi budaya, pakaian dan bahasanya. Hasil yang diperolehnya adalah keterpurukan, keterbelakangan dan dekadensi moral. Apalagi di tengah pandemi seperti saat ini. Semua negara tak berdaya, termasuk Barat dan AS. Fakta demikian semakin menegaskan bahwa faktor kemajuan umat Islam itu terletak kepada Islam itu sendiri. Lantas, masihkah ada alergi terhadap kemurnian ajaran Islam?

oleh Ainul Mizan (Pemerhati Sosial Politik, Penulis tinggal di Malang)