Islam Menjawab Permasalahan Covid-19

ILUSTRASI

Pandemi global Covid-19 saat ini, merebak di seluruh dunia tanpa siapapun bisa memprediksi sebelumnya. Tak heran jika tak satu orang atau negara pun yang siap dalam menghadapi segala permasalahan yang timbul mulai dari kesehatan hingga dampak sosial ekonomi di pandemi tersebut. Dampak dalam aspek ekonomi misalnya telah menumbuh suburkan kemiskinan pada masyarakat.

Dikutip dari laman pikiranrakyat.com Minggu, (3/5/2020) bahwa telah dialami oleh Budiawan (34), warga Desa Cibiru Hilir, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung yang sebelumnya bekerja sebagai buruh di salah satu pabrik garmen di kawasan Solokanjeruk. Ia tak pernah menyangka, pandemi bisa membuat dirinya kehilangan pekerjaan dan menutup celah sumber pendapatan lain dalam hidupnya, hanya dalam sekejap.

Iklan Pemkot Baubau

Budiawan tak menampik jika dirinya kini boleh dibilang orang miskin baru (misbar) seperti istilah yang digunakan pemerintah sekarang. “Sebelumnya, saya bisa menghidupi istri dan dua anak saya dengan gaji dari pabrik, tetapi sekarang boleh dibilang tak ada pendapatan sama sekali.”

Menurut Budiawan, gajinya sewaktu masih bekerja, sesuai dengan standar upah minimum regional. Sekalipun ia tak menyebutkan angka pasti, setidaknya bisa tergambar bahwa gaji Budiawan saat bekerja setidaknya mencapai Rp 3 juta.

Tak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari untuk istri dan dua anak, Budiawan mengaku gajinya itu tak jarang bisa membantu sang mertua yang juga tinggal dalam satu rumah dengan keluarganya. Namun semua berubah drastis ketika pertengahan Maret 2020 lalu, perusahaan tempatnya bekerja melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap dirinya dan sejumlah karyawan lain.

“Sejak itu, saya kehilangan pendapatan dan sulit mencari pekerjaan pengganti karena kondisi pandemi membuat pergerakan semakin terbatas. Saya menyesal dulu sempat ingin bekerja sambilan ojek online, tetapi tak sempat daftar,” kata Budiawan.

Kini, Budiawan hanya bisa menyambung hidup dengan sedikit sisa tabungan yang digunakan untuk modal usaha kecil-kecilan. Namun usaha berjualan jajanan anak yang ia jalani bersama sang istri, paling banyak hanya bisa memberikan keuntungan Rp 500.000 dalam satu bulan terakhir.
Ibarat jamur yang tumbuh subur di musim penghujan, kondisi serupa banyak dialami oleh masyarakat pada umumnya, mereka kehilangan pekerjaan yang selama ini menjadi sumber pemasukan bagi keluarga mereka, dengan adanya PHK masal maka akan mengakibatkan bertambahnya angka kemiskinan baru pada masyarakat.

Penderitaan mereka kian bertambah, karena pemerintah yang seharusnya menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas kondisi mereka seolah tak peduli dan terkesan abai. Hal ini tampak dari pemberian bantuan yang tampak setengah hati. Masyarakat dibuat bingung dengan data penerima bantuan, buruknya pendistribusian bahkan adanya kebijakan-kebijakan yang tidak tepat sasaran seperti kartu pra kerja, pendistribusian yang tertunda dan mengakibatkan bahan-bahan pangan membusuk karena menunggu kemasan yang belum jadi dan sarat dengan politik pencitraan dan lain sebagainya.

Dengan adanya wabah Covid-19 ini kita semakin memahami kejahatan dari sistem kapitalis sekuler, yang hanya menyebabkan kemiskinan dan kesengsaraan semakin merajalela, menjajah negara-negara berkembang dengan kekuatan modalnya.
Sistem kapitalis dipengaruhi oleh semangat mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin dengan sumber daya yang terbatas. Bahkan membuang jauh-jauh nilai moral dalam kegiatan ekonomi demi mencapai keuntungan materi. Hubungan antara rakyat dan penguasa tak ubahnya seperti penjual dan pembeli.

Berbeda dengan sistem Islam yang telah mengatur segala aspek kehidupan dari hal yang terkecilsampai yang terbesar, dari hal yang biasa sampai hal yang di luar kebiasaan yang terjadi seperti kasus wabah Covid-19 ini.

Dalam sistem Islam ada paradigma-paradigma yaitu yang pertama kepemimpinan, yang bermakna ri’ayah (pengurus) bukan hanya sekedar pemuas hasrat kekuasaan dan kepemimpinan, ini akan dimintai pertangungjawaban. Kedua nyawa dalam Islam sangat utama, Rasulullah bersabda :
“Hancurnya duni
a dan isinya lebih ringan di sisi Allah swt dari pada nyawa seorang muslim.” (HR. An-Nasai).
Ketiga semua sistem Islam bersifat fleksibel, baik anggaran, teknis dan lain-lain. Sehingga negara bisa dengan cepat dalam menangani wabah, negara menjamin logistik bagi warga yang dikarantina dengan anggaran yang bersifat mutlak, jika anggaran atau kas kosong pemerintah akan meminta bantuan kepada wilayah yang tidak terkena wabah untuk saling membantu, sehingga kebutuhan pokok masyarakat akan terpenuhi dan tidak terjadi kelaparan bahkan bisa bertahan saat wabah melanda.

Begitulah kesempurnaan syariah Islam yang mampu menyelesaikan segala persoalan kehidupan, jika diterapkan dengan sempurna dalam kancah kehidupan dengan sistem khilafahlah yang akan mampu menjadikan rahmat bagi seluruh alam. Saatnya kaum muslimin berjuang untuk mewujudkan bisyarah dari Rasulullah saw berupa kembalinya sistem khilafah yang sesuai dengan metode kenabian, dan sebentar lagi bisyarah itu akan terwujud dengan ijin Allah Swt.
Wallahu a’lam bi ash shawwab.

Oleh: Ummu Abror
Ibu Rumah Tangga dan Pengajar