Di tengah wabah seperti ini, memanfaatkan keadaan atau menjalankan taktik tanpa hambatan salah satunya yakni ‘pengalihan isu’. Pengalihan isu memanglah taktik jitu, guna dimanfaatkan untuk mengontrol atau mengarahkan fokus massa pada situasi atau kondisi yang diinginkan sang pemilik taktik.
Taktik ini sekiranya cukup bermanfaat, tak terkecuali untuk menyamarkan hiruk-pikuk persoalan (penanganan) Corona yang melanda Indonesia. Sejak awal sampai detik ini persoalan Corona, belum menemukan titik terang bagaimana agar bebas dari makhluk kecil ini.
Seperti diketahui, majelis permusyawaratan rakyat menggelar konser amal penggalangan dan dengan tajuk MPR Peduli bersama BPIP dan BNPB melalui konser virtual “Berbagi Kasih Bersama Bimbo, Bersatu Melawan Corona” ditayangkan Minggu, 17 Mei 2020, pukul 19.30-22.00 WIB langsung di Studio TVRI Jakarta. Siaran pers Humas MPR RI yang diterima di Jakarta menyebutkan acara tersebut digelar bersama oleh MPR RI, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB/Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona) dan BPIP.
Sontak saja aktivitas di atas menuai panen kritikan, seperti kritikan Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat, Irwan Fecho mengkritik konser virtual yang digelar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Dia menilai gelaran acara itu sebagai upaya pengalihan isu kegagalan pemerintah dalam penanganan Corona. Politisi asal Kalimantan Timur itu menilai tidak tepat di tengah carut-marut kondisi ekonomi, pemerintah justru membuat kegiatan yang tidak berfaedah dan hanya pencitraan di tengah pandemi (18/5) (Rilis.id, 18/5/2020).
Pendapat pak Irwan di atas ada benarnya juga. Pemerintah seyogianya fokus penguatan PSBB yang semakin liar, malah memilh acara seremonial seperti konser musik. Bukankah ini pencitraan level berat yang sangat menyakiti hati rakyat! Maka wajar konser ini menuai kritikan di tengah pandemi Corona seperti ini. Pantas saja bila sebagian menilai, ini upaya untuk menutupi isu pragmatisme kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Yang akhir-akhir ini sekiranya membuat kening mengkerut juga geleng-geleng kepala. Seperti persoalan perppu Corona, kartu prakerja yang berbelit, bantuan pemerintah (BLT, subsisdi listrik, sembako dan lain-lain) yang tidak tepat sasaran. Kenaikan iuran BPJS yang cukup mencekik rakyat secara perlahan dan RUU Minerba yang lebih condong ke para Kapitalis.
Kemudian konser itu tidak lepas dari kritik sebab mengabaikan physical distancing. Misalnya foto pengisi acara (bintang tamu) yang tidak menggunakan masker dan tidak berjarak. Kemudian pak Bambang Soesatyo ketua MPR meminta maaf mengenai itu semua, itu semua salah saya katanya. Dana yang terkumpul dalam konser amal tersebut Rp.4. 003.357.815 (Kumparannews, 19/5/2020).
Menyoroti galang dana di atas niatnya baik cuman di tengah cekaman Corona ini, bukannya memberikan solusi yang epektif, justru ini akan menimbulkan kesimpangsiuran di kalangan masyarakat. Sebab, pemimpin telah memberikan contoh yang kemungkinan besar akan diikuti oleh rakyatnya. Para pemimpin bisa lakukan konser dan berdempetan, kenapa kita rakyat biasa tidak bisa demikian. Jangan sampai pendapat ini mengudara dalih pembelaan.
Mengenai konser galang dana, entah niat pencitraan atau pengalihan isu semacamnya bukanlah suatu yang mengherankan. Di sistem saat ini, para pemimpin setidaknya sudah kepayangan mengahadapi pandemi ini. Beberapa pengamat ekonomi mengatakan pasca Corona dunia akan mengalami resesi yang sangat parah. Jadi, galang dana salah satu solusi meminta bantuan kepada rakyat. Seandainya gaji atau tunjangan para elite pejabat saja yang dipotong, pasti dana yang terkumpul bisa melebihi dari konser galang dana!
Di tengah bulan suci ramadan seperti ini, penulis sangat menyangkan atas solusi yang diberikan pemerintah. Yakni konser, padahal bulan suci seperti ini pengampunan dosa terbuka lebar-lebar, pahala dilipatgandakan dan hikmah-hikmah lainnya. Ramadan di tengah wabah seharusnya dijadikan moment untuk semakin dekat dengan-Nya. Bisa jadi wabah seperti ini adalah teguran Allah Swt. kepada hamba-Nya yang ingkar atau sebalinya. Namun, apalah daya Negeri ini menganut ide Sekularisme, maka wajar kebijakan yang diambil jauh dari nilai-nilai Islam. Disaat gentingnya Corona, demi ekonomi tempat umum dilonggarkan justru tempat ibadah di tutup rapat-rapat.
Bukankah ini tidak adil?
Sampai-sampai hastag #Indonesiaterserah menjadi topik Nasional, adakah mereka peduli curahan hati seorang pejuang Covid-19 (medis) yang telah merelakan tidak bersama keluarga demi kepentingan orang banyak. Namun, jika keadaan seperti ini rasa-rasanya perjuangan mereka tidak diindahkan!
Penulis kemudian mengingat bagaimana sejarah sistem Islam ketika terjadi suatu musibah dari kepemimpinan Umar Bin Khattab yakni ia memerintahkan rakyatnya agar semakin dekat kepada-Nya. Lah, sistem sekarang bukannya memerintahkan semakin dekat kepada-Nya justru menyerukan untuk segera menjauh dari-Nya, seperti konser. Innalillah. Wallahu a’lam.
Oleh: Ika Rini Puspita
(Aktivis Back to Muslim Identity Makassar)