Kembali ke Sekolah, Antara Keyakinan Pemerintah dan Pemulihan Ekonomi

NINING JULIANTI, S.KOM (PEMERHATI SOSIAL)

Data Korban Covid 19 Bertambah

Terhitung sejak pertengahan Maret 2020, seluruh siswa dan guru harus “memindahkan” kegiatan belajar mengajar di rumah masing-masing dengan istilah BDR (Belajar Dari Rumah) dan WFH (Work From Home). 3 bulan berlalu, dengan suka duka BDR  terus berjalan menuju ke tahun ajaran baru yang semakin dekat.

Iklan Pemkot Baubau

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akhirnya  berencana membuka kembali sekolah pada pertengahan Juli 2020. “Kita merencanakan membuka sekolah mulai awal tahun pelajaran baru, sekitar pertengahan Juli,” ujar Plt. Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Muhammad Hamid kepada CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Sabtu (9/5).

Hal ini disambut apatis oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) khawatir siswa dan guru menjadi korban wabah covid-19 atau virus corona jika rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuka sekolah pertengahan Juli diputuskan. Kekhawatiran tersebut datang dari Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan. Ia meragukan koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang terlihat tak sinkron dalam penanganan corona.

Di Sulawesi Tenggara misalnya, untuk data pasien positif Covid 19 berjumlah 202 orang. Juru Bicara Satgas Percepatan Penanganan COVID-19 Sulawesi Tenggara (Sultra) dr La Ode Rabiul Awal memperbarui data kasus positif virus Corona (COVID-19) di Sultra. Total kasus hingga hari ini mencapai 202 orang. (Selasa, 19/5/2020). Dalam artian, kurvai landai yang disebarkan informasinya pemerintah kepada masyarakat tentu wajib untuk dipertanyakan.

Sedangkan Indonesia per 21 Mei 2020 yang terkonfirmasi positif corona sebanyak 20.162 dengan angka kematian 1.278 kasus. Menurut Achmad Yurianto, juru bicara pemerintah untuk penanganan virus Corona, hari ini tercatat penambahan 973 pasien dalam 24 jam.

Penambahan ini menjadi rekor tertinggi setelah sebelumnya dilaporkan penambahan kasus tertinggi sebanyak 689 kasus pada Rabu (20/5/2020). Data ini juga menjadikan Indonesia sebagai negara dengan penambahan kasus positif tertinggi se-ASEAN. (detik.com 21/05).

Keyakinan pemerintah akan berakhirnya wabah ini, terlihat dengan semakin longgarnya satu per satu sektor-sektor kehidupan. Dengan mencanangkan skenario yang telah terbagi menjadi 5 fase. Semua  sektor diharapkan menjadi “a new normal life” sebagaimana yang dicanangkan oleh PBB yang bertujuan untuk pemulihan kondisi sosial ekonomi. Termasuk dalam penormalan kembali sekolah. Namun, seberapa yakinkan pemerintah dalam menjaga masyarakatnya dalam wabah virus ini ?

Keyakinan Pemerintah dan Pemulihan Ekonomi

Pandemi wabah virus Corona merupakan wabah yang paling menimbulkan pergolakan di dalam masyarakat internasional. Menurut data PBB, ada 60 juta manusia di dunia jatuh miskin akibat pandemi wabah virus Corona. Termasuk korban meninggal mencapai lebih dari 100 ribu orang sebagaimana yang dilansir di kompas.com, Total merujuk kepada situs Worldometers, saat ini mortalitas telah mencapai 102.734, sementara kasus infeksi lebih dari 1,6 juta. Tak hanya di bidang kesehatan, tapi juga krisis kemanusiaan, krisis pekerjaan, dan krisis pembangunan.

Maka demi mendukung negara menuju pemulihan sosial ekonomi, maka  pemerintah mencari kemungkinan menyeimbangkan kebutuhan untuk menjaga kesehatan dan keselamatan sambil membuat skema interaksi sosial, artinya masyarakat “dipaksa” untuk harus keluar dari rumah, melaksanakan aktivitas dengan normal namun tanpa jaminan keamanan kesehatan yang meyakinkan dari pemerintah.

Terbukti sampai saat ini, pemerintah belum melakukan pemeriksaan kesehatan secara merata (massal) dengan PCR dengan alasan mahal. Masyarakat dilepas, dibiarkan “berdamai” dengan virus yang kasat mata itu. Konsep herd imunity  menjadi strategi yang santer terdengar, yakni sebuah konsep yang menyerahkan kepada seleksi alam, siapa yang imunitas tubuhnya kuat dia yang bertahan. Demi mempertahankan roda perekonomian tentunya hal ini terpaksa dipilih oleh para pemangku jabatan.

Sekolah sendiri, sebagai salah sektor penting dimasyarakat pastinya akan rentan dengan penularan virus. Interaksi antara sesama warga sekolah yang intens, tentunya akan memiliki resiko besar, jika pemerintah tidak mencanangkan strategi-strategi yang pas untuk melindungi keselamatan kesehatan dan nyawa masyarakatnya. Misalnya, disekolah anak seusia SD, seberapa lamakah akan tahan menggunakan masker. Belum lagi berinteraksi dengan teman sebaya, diusia SD sangat sulit meminimalisir hal tersebut. Belum lagi protocol kesehatan yang harus difasilitasi sekolah dalam penyediaan tempat cuci tangan, pengaturan tempat duduk, menghilangkan semua aktivitas sekolah yang berkerumun, dan sebagainya. Nah, bagaimana kesiapan sekolah di Indonesia dalam pelaksanaanya. Mampukah semua sekolah melaksanakan protokoler kesehatan di sekolahnya masing-masing?.

Hal ini yang kemudian menimbulkan pertanyaan besar dan jika dibiarkan sekolah dibuka ditengah kondisi wabah yang belum jelas berakhirnya, tentu hanya akan memperpanjang ‘umur’ wabah dan menimbulkan bahaya serta akan berakibat fatal.

Mengenai hal ini pemerintah dapat dinilai cenderung dalam pengabaian dari tugasnya mengurus dan melindungi rakyat. Dengan alasan ekonomi amblas, negara seolah tak punya pegangan. PSBB dilonggarkan sehingga membuat nakes kecewa, sehingga tagar Indonesia terserah menghiasi jagad dunia maya beberapa waktu lalu.
Tak heran jika ada yang berpandangan, rezim hari ini sesungguhnya sedang berdiri di sisi kepentingan kapitalisme global. Karena roda ekonomi yang sedang coba kembali diputar hakikatnya adalah roda ekonomi kapitalisme global. Bukan roda ekonomi rakyat yang di situasi wabah semestinya jadi tanggungan pemerintah. Konklusi ini tentu bukan tanpa dasar. Karena faktanya, selama ini rezim pemerintah telah setia menjalankan protokol ekonomi kapitalisme neoliberal. Hingga kekayaan alam milik rakyat pun nyaris seluruhnya dikuasai korporasi lokal dan internasional. Bahkan hajat hidup orang banyak pun habis dibisniskan.

Islam dan Solusi Tuntas Menyelesaikan Pandemi

Kesehatan, keamanan dan kenyamanan hidup merupakan hal yang sangat diperhatikan dalam islam. Karena semua itu adalah amanah dan yang namanya amanah harus dipertanggungjawabkan dan diriayah (diurus) sebaik mungkin tanpa terkecuali. Apakah dia rakyat jelata atau masyarakat kelas atas. Terlebih dalam masalah pandemi, tentu fokus penyelesaian masalahnya ialah pada keselamatan nyawa manusia.

Kebijakan-kebijakan yang lahirpun, jika sedari awal memperhatikan prinsip-prinsip kemaslahatan untuk umat, tentunya akan melahirkan kebijakan-kebijakan yang memperhatikan keselamatan nyawa manusia ketimbang roda ekonomi, setidaknya ada banyak opsi yang bisa dijadikan pilihan agar semua selamat. Baik nyawa manusia maupun “nyawa” perekonomian.

Adapun islam memiliki solusi tuntas dalam menangani wabah, diantaranya :

Pertama, berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW; “Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar rumah.” (HR Muslim).

Jika terjadi wabah maka penguncian area yang terkena wabah harus dilaksanakan sesegera mungkin. Istilah sekarang ialah lockdown. Dimasa lockdown negara berkewajiban memenuhi kebutuhan pokok seluruh warganya.

*Kedua*, kesadaran individu akan bahaya wabah. Kesadaran yang akan membawa pada perilaku yang baik dan berusaha untuk tidak menambah masalah. Berikhtiar semaksimal mungkin agar tidak tertular dan tidak menulari. “Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menular mendekati yang sehat.” (HR Imam Bukhari Muslim)

Dalam artian seluruh warga masyarakat di edukasi semaksimal mungkin agar besama-sama memerangi wabah. Bukan hanya tugas nakes atau segelintir orang. Tentunya hal ini dengan mengharap keridhoan dari Allah SWT serta wujud kepedulian terhadap sesama.

Ketiga, pengobatan hingga tuntas.

“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).

Dari hadits ini dinyatakan bahwa, nyawa seorang manusia sangat berharga. Maka, dalam hal ini layanan kesehatan pun harus menunjang bagi masyarakat yang telah terinfeksi. Negara harus memastikan pelayanan, fasilitas, APD bagi tim medis serta tim medis yang handal dan berkualitas dan terjangkau biayanya oleh masyarakat dan seharusnya gratis.

Namun sayangnya, jika kita melihat kondisi sekarang konsep politik kesehatan yang dilaksanakan pemerintah Indonesia jauh dari konsep politik islam. Konsep politik kesehatannya lebih terpengaruh  dan berorientasi ke sistem ekonomi. Pergerakan arus perputaran barang, jasa dan uang adalah orientasi tertinggi dari system kapitalis yang dianut oleh negara kita Indonesia.

Oleh karena itu, jika kita menginginkan permasalahan pandemi ini berakhir, selain berikhtiar untuk menjaga diri dari virus, juga harus dibarengi dengan ikhtiar kembali kepada islam. Dengan menerapkan Islam secara kafah, karena hanya dalam sistem Islamlah seluruh masalah akan tuntas diatasi. Karena pada hakikatnya manusia secara keseluruhan, muslim maupun non muslim butuh system politik yang beroroientasi melindungi nyawa. Dan konsep itu hanya dimiliki islam dalam naungan negara Khilafah.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. “(QS Al-A’raf ayat 96). Wallahu’alam bishowwab

NINING JULIANTI, S.KOM (PEMERHATI SOSIAL)