Pejuang Wabah Pantang Menyerah

Yanna Ummu Azzam

Sekitar 24 tenaga medis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) M Yunus Bengkulu, menjalani perayaan Idul Fitri 1441 Hijriah tanpa bertemu keluarga. Mereka secara keseluruhan sedang menjalani masa karantina di gedung Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Bengkulu. Sehingga silaturahmi dengan keluarga besar hanya bisa dijalin secara virtual. (www.okezone.com)

Lebaran yang terasa berbeda kali ini dipenuhi nuansa pengorbanan dan perjuangan para tenaga medis melawan serangan virus Covid-19 di berbagai rumah sakit. Kepentingan diri dan keluarga dikesampingkan. Segala upaya medis didedikasikan untuk kepentingan masyarakat Indonesia. Tak ada ruang untuk bersua, bercengkerama dan saling silaturahim antar keluarga besar, yang ada hanya sapaan hangat melepas rindu lewat gawai di tangan.

Iklan Pemkot Baubau

Pengorbanan dan perjuangan tenaga medis sungguh tak ternilai harganya. Namun, tenaga medis pun harus menelan kekecewaan yang luar biasa, karena pengorbanan fisik yang mereka lakukan, bahkan nyawa yang mereka pertaruhkan tak sebanding dengan aspek finansial yang mereka dapatkan. Seperti dilansir pada laman tempo.com, Perawat di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Anitha Supriono, hingga kini belum menerima insentif sebesar Rp 7,5 juta yang dijanjikan pemerintah. Anitha merupakan salah satu perawat yang bertugas di ruang Intensive Care Unit (ICU) menangani pasien-pasien positif Covid-19. “Insentif yang dibilang maksimal tujuh setengah juta itu memang sampai sekarang belum (diterima),” kata Anitha kepada Tempo, Ahad, 24 Mei 2020.

Anitha mengaku tak mengetahui apa alasan belum cairnya insentif. Namun menurut Anitha, para perawat sangat memerlukan insentif itu, terlebih mereka yang mendapatkan pemotongan tunjangan hari raya (THR) Idul Fitri. “Banyak teman-teman yang di RS swasta yang memberikan kabar enggak dapat THR,” kata Anitha. Anitha bercerita, THR atau gajinya tidak dipotong lantaran statusnya sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Namun, kata dia, para perawat di rumah sakit swasta atau rumah sakit yang tak terlalu besar belum tentu bernasib demikian.

Para tenaga medis yang berjuang di garda depan medan tempur Covid-19 seharusnya mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintah. Baik perhatian dari sisi fisik, mental maupun finansial. Mereka layak menerima harga yang tinggi sesuai dengan pengorbanan dan perjuangannya melawan pandemi. Coba bayangkan, betapa berat dan lelah pengorbanan para tenaga medis. Mereka berkorban demi masyarakat Indonesia, berkorban untuk tidak bertemu dengan keluarganya, berharap masyarakat Indonesia patuh tidak keluar rumah, supaya virus (Covid-19) tidak tersebar dan menular ke lebih banyak orang, akan tetapi himbauan mereka tidak dilakukan. Masyarakat seakan kurang sadar akan bahaya virus ini. Sehingga, semakin bertambah korban berjatuhan akibat terinfeksi virus Covid-19. Tenaga medis pun lelah fisik dan psikis karena merasa diabaikan.

Kurang sadarnya masyarakat akan bahaya virus Covid-19 bukan sepenuhnya kesalahan mereka, akan tetapi peran pemangku kebijakan juga harus dipertanyakan. Sudahkan mereka melakukan sosialisasi kepada masyarakat secara keseluruhan? Sudahkan mereka melakukan disiplin dalam membuat kebijakan dan kebijakan tersebut benar-benar dijalankan. Bagaimana mungkin kebijakan PSBB, misalnya disahkan, sementara mall, sarana transportasi, pasar tradisional dibuka? Bagaimana masyarakat akan mempunyai kesadaran apabila pemangku kebijakan kurang disiplin dan seakan tidak serius melaksanakan kebijakan?.

Maka suatu hal yang wajar apabila #Indonesia Terserah menjadi tranding topic di jagad Twitter dan viral. Semua itu terjadi karena pemangku kebijakan tidak sejalan dengan pengorbanan tenaga medis yang berjuang di medan tempur Covid-19. Seakan pemangku kebijakan acuh dan tidak mempunyai target dan uslub bagaimana Indonesia akan mengakhiri wabah. Seakan pemangku kebijakan lebih mengutamakan pertumbuhan ekonomi dibandingkan nyawa rakyaat. Masyarakat harus terus bekerja, supaya roda perekonomian terus berjalan. Konsep berdamai dengan Covid-19 menjadikan yang kuat akan terus bertahan dan yang lemah akan tumbang, seperti itulah prinsip ideologi sosialisme komunis, yang tidak berdaya harus musnah supaya tidak menjadi beban.

Sejatinya, nyawa seorang muslim lebih berharga dari pada dunia dan isinya. Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani). Kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang menjadi tanggung jawab negara. Negara berkewajiban menyediakan sarana kesehatan bagi rakyatnya, bahkan bisa diakses gratis.

Sejarah kegemilangan Islam telah membuktikan bagaimana sistem pemerintahan dalam Islam (khilafah) memberikan perhatian yang besar terhadap sistem kesehatan. Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya. Seorang pemimpin dalam sistem pemerintahan Islam (Khalifah) adalah pemimpin dan karena kesadaran atas tanggung jawabnya di hadapan rakyatnya dan di hadapan penciptanya, maka seorang Khalifah akan membuat setiap kebijakan dengan detail, misalnya menetapkan karantina/lockdown, dengan menjamin kebutuhan pokok masyarakatnya, memberikan fasilitas kesehatan yang mudah dan gratis, memberikan dan menjamin kehidupan tenaga medisnya dengan fasilitas dan biaya pendidikan yang murah, bahkan gratis. Menjamin tunjangan, gaji dan sarana prasarananya.

Will Durant dalam The Story of Civilization menyatakan, “Islam telah menjamin seluruh dunia dalam menyiapkan berbagai rumah sakit yang layak, sekaligus memenuhi keperluannya. Contohnya Bimaristan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus tahu 1160 telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-orang sakit, tanpa bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis. Para sejarahwan berkata, bahwa cahayanya tetap bersinar tidak pernah padam selama 267 tahun.”

Memang hanya sistem Islam yang memberikan solusi atas setiap permasalahan. Sistem pemerintahan yang bersumber dari sang pencipta alam semesta dan kehidupan. Sistem pemerintahan yang paripurna dan sempurna serta sesuai dengan fitrah manusia.
Wallahu’alam bi Ash shawab.

Oleh : Yanna Ummu Azzam
(Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)