Simalakama The New Normal

Ummu Saif

Nasib sekolah era new normal masih dibahas Kemendikbud dan Muhadjir Effendy sesuai arahan Jokowi, Khofifah duluan ambil sikap belajar online di Jawa Timur. Hingga kini Pemerintah belum resmi menetapkan kelanjutan sekolah selama fase new normal.Namun Presiden Jokowi sudah meminta persoalan kapan masuk sekolah, agar dibahas secara mendalam di Kemendikbud. Nasib pendidikan era new normal masih dibahas Kemendikbud dan Menko PMK MUhadjir Effendy.
Pemerintah telah mengumumkan rencana untuk mengimplementasikan skenario new normal dengan mempertimbangkan studi epidemiologis dan kesiapan regional. WHO mengingatkan, setiap negara yang hendak melakukan transisi, pelonggaran pembatasan, dan skenario new normal harus memenuhi beberapa syarat diantaranya dikutip dari laman tirto.id yaitu negara mampu mengendalikan covid-19 harus sudah terjadi perlambatan kasus.
Berikutnya, sudah dilakukan optimalisasi PSBB, masyarakat sudah lebih memawas diri dan meningkatkan daya tahan tubuh masing-masing. Kemudian pemerintah sudah betul-betul memperhatikan infrastruktur pendukung untuk new normal. Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmita mengatakan, new normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal dengan menerapkan protokol kesehatan guna mencegah penularan Covid-19.

Mengurai Akar Masalahnya
Kini kita dituntut untuk hidup berdamai dengan corona, padahal virus ini masih menabuh genderang perang. Agaknya kita perlu mengais meemori saat negeri ini pertama kali berjumpa dengan corona. Saat wabah ini muncul di Wuhan, bumi pertiwi masih santai tak bereaksi apa-apa, saat virus itupun menjangkiti beberapa negara, negeri kita masih nyantai tidak ada rasa kekhawatiran dan cenderung pada kebijakan-kebijakan yang justru mengundang masuknya virus bahkan menjadikannya sebagai bahan guyonan padahal negara tentangga mulai mengantisipasi meluasnya penyebaran pandemi ini. Terkesan tidak ada persiapan dan langkah srategis.
Akhirnya kasus corona pertama ditemukan tanggal 2 Maret dan terus meningkat beberapa hari kemudian. Tak ayal sikap santai diawal harus dibayar mahal dengan lonjakan kasus yang cukup tinggi. PSBB pun dinilai lebih baik daripada lockdown untuk menekan penyebaran virus. Kebijakan PSBB ini pun ternyata belum optimal, saat rakyat diminta untuk #dirumah aja ternyata tidak ada bantuan yang datang. Padahal rakyat pun butuh makan, hingga rakyat memilih mengais rezeki di tengah pandemi demi memenuhi kebutuhannya.
Belum lagi, dengan kebijakan pelarangan mudik tapi membolehkan untuk pulang kampung, pengabaian terhadap KBBI memang. Maksud hati ingin menekan penyebaran virus, apa daya tuntutan ekonomi lebih menggiurkan. Dibukalah kembali bandara dan terminal padahal virus tidak mampu membedakan mana yang mudik dan mana yang pulang kampung hingga terjadi lah penambahan kasus positif diberbagai daerah.
Kita tentu ingin segera keluar dari pandemi tapi tindakan tanpa perencanaan yang mantap tentu akan menimbulkan gelombang kekhawatiran yang baru. Kesiapan perlu dibangun, bukan tindakan gegabah yang dikedepankan. Wajar, sistem kufur kapitalisme memang tengah menjerat negeri ini, kepentingan para kapital menjadi fokus utama yang harus segera dipenuhi, rakyat dibiarkan berjuang sendiri berbekal masker dan sanitizer.
Selama #dirumahAja, ekonomi dunia mengalami guncangan hebat bahkan Dana Moneter Internasional (IMF) menyebut krisis pandemi Covid-19 terasa seperti perang, selama pandemi banyak perusahaan dan pabrik tutup, tidak beroperasi demi mengurangi penularan. Aktivitas ekspor dan impor melempem. Akibatnya produksi jadi mandek. Imbas lain, rantai pasokan ke berbagai negara pun ikut seret. Kegiatan usaha sepi berujung pada rusaknya pertumbuhan ekonomi dunia. Hal inilah yang membuat para kapital berusaha maksimal menggerakkan kembali ekonomi melalui new normal.
Tentu kebijakan ini perlu dikritisi, sebab kasus covid-19 di negeri ini terus menanjak bahkan kurva belum mencapai klimaks. Tanda penurunan kasus sebagai syarat diberlakukannya new normal belum terlihat. Tapi watak kapitalis memang seperti itu agak latah dan mengekor dengan kebijakan negara pelopor. Inilah bentuk penanganan wabah ala kapitalisme yang lebih peduli ekonomi dengan membuat skenario untuk meminilmalisir kejatuhan bisnis-bisnis mereka.

Iklan Pemkot Baubau

Islam, Kesehatan Rakyat Menjadi Prioritas
Dalam Islam, umat bukan diajak untuk hidup berdamai dengan virus bahkan menganalogikannya sebagai istri. Tapi umat dilindungi dari penyebaran virus melalui karantina wilayah dan para ilmuan dituntut untuk melakukan penelitian guna menemukan vaksin dan pengobatan yang tepat tentu hal ini didukung dengan fasilitas yang disiapkan oleh negara.
Lihatlah bagaimana Umar bin Khaththab yang mengalokasikan anggaran Baitul Mal untuk mengatasi wabah lepra di Syam. Dana baitulmal tersebut berasal dari: Pertama, dari harta zakat, sebab fakir atau miskin (orang tak mampu) berhak mendapat zakat. Kedua, dari harta milik negara baik fai, ghanimah, jizyah, usyur, kharaj, khumus rikaz, harta ghulul pejabat dan aparat, dsb. Ketiga, dari harta milik umum seperti hutan, kekayaan alam dan barang tambang, dsb.
Jika semua itu belum cukup, barulah negara boleh memungut pajak (dharibah) hanya dari laki-laki muslim dewasa yang kaya. Seluruhnya dikelola oleh negara untuk kemaslahatan rakyat. Ini cukup menjadi bukti bahwa Islam menjamin kepentingan rakyat bukan konglomerat. Saat negara dilanda wabah maka negara akan menjadi perisai bagi umat dan menjamin ekonomi umat serta menaklukan wabah dengan kebijakan yang tepat dan komprehensif sebagai bagian dari pelaksanaan syariat.
Sungguh Islam satu-satunya solusi untuk seluruh problematika yang terus berkecamuk di negeri ini. Dengan sistem Islam yang paripurna negara tak akan mudah diintervensi dan disetir. Sebab negara menjadi kuat dan mandiri secara ekonomi. Sistem keuangan negara di dalam pengaturan Islam telah terbukti berhasil mewujudkan kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan bagi muslim dan non muslim selama beberapa abad. Kini Islam menjadi satu-satunya harapan, berjuang untuk tegaknya Islam adalah keharusan. Wallahu a’lam

Oleh: Ummu Saif (Pengiat Opini Media Kolaka)