Seorang pria berkulit hitam tak henti mengaduh, mengeluh sulit bernapas. Sayang polisi yang menahan lehernya dengan lutut seolah tak menggubris. Sampai akhirnya, malaikat maut pun datang menghampiri pria bernama George Floyd yang sedang dibekuk saat itu. (kompas.com, 29/5/2020).
Tak perlu menunggu lama, adegan nyata yang sempat terekam video amatir viral ke penjuru dunia. Kematian Floyd pun memicu kemarahan publik Amerika Serikat. Di seluruh negeri, massa riuh berdemonstrasi. Hingga tak segan bentrok dengan polisi, juga menjarah toko-toko dan membakar kantor polisi. Info terbaru jam malam pun akhirnya diberlakukan. (cnnlive, 2/6/2020).
Stempel rasisme tak pelak kembali dilekatkan pada negara kampiun demokrasi tersebut. Terlebih peristiwanya terjadi di bawah hidung patung yang menjadi simbol kebebasan dan persamaan, Liberty. Satire.
Rapuhnya Peradaban Kapitalisme, Sebuah Keniscayaan. Apa yang menimpa George Floyd bukan kali pertama. Perlakuan beraroma diskriminatif tak bisa dilepaskan dari sejarah panjang negeri Paman Sam. Faktanya tertulis dengan tinta hitam yang lebih kelam dari warna kulit tersebab begitu pahit dan getirnya insiden demi insiden yang berlaku. Salah satu aktornya yang terkenal Rasis juga sadis, Ku Klux Klan yang berdiri tahun 1865 namun rekam jejaknya masih bergema hingga saat ini.
Dikenal sangat mengagung-agungkan paham ekstrem seperti white supremacy, white nationalism, dan anti-immigration, organisasi ini tak segan menciptakan teror bagi siapa pun yang berani menentang. Konon gerakan ini kembali menggeliat apalagi setelah orang nomor wahid di AS diduga bagian dari organisasi ini. (kumparan.com, 25/8/2018)
Terlepas dari Ku Klux Klan dan aktivitas terornya di masa lalu, belakangan memang perilaku Rasis di Amerika semakin menggejala. Setidaknya dua insiden rasial juga terjadi beberapa waktu lalu.
Ditembaknya seorang pelari berkulit hitam oleh dua pria berkulit putih di Georgia adalah satu di antaranya. Yang lain, seorang pria kulit hitam yang berkonfrontasi dengan wanita berkulit putih di sebuah taman di New York saat sedang melihat burung-burung. (kumparan.com, 30/5/2020).
Kasus-kasus berlabel Rasis langsung maupun tidak, sukses mencoreng wajah Amerika. Bukankah selama ini Amerika dikenal rajin blusukan ikut campur menindak pelanggaran hak asasi manusia di negeri orang? Apa yang dialami George Floyd justru membuka mata warga bumi betapa keroposnya Peradaban negara yang mengklaim diri sebagai lokomotif demokrasi kapitalisme dunia. Ideologi Kapitalisme yang diemban terbukti gagal mewujudkan ekualitas, egalisasi dan liberalisasi yang konon digadang jadi harga mati.
Seorang Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Drajat Tri Kartono menyebut bahwa permasalahan rasisme sulit dihilangkan bukan hanya karena rasa keunggulan semata. Basis ekonomi di dunia yang kapitalistik juga menjadi penyebab. (kompas.com, 28/5/2020)
Hubungan kapitalistik inilah yang melahirkan pemujaan terhadap materi hingga menghilangkan unsur kemanusiaan, tolong menolong dan ketulusan. No free lunch, semboyannya yang populer, alias tak ada makan siang atau apa pun yang harganya cuma-cuma.
Lebih merana lagi, tajamnya persaingan atau kompetisi dikemas dengan satu kata manis, kebebasan. Bebas memiliki secara ekonomi, bebas beragama, bebas berbicara dan bebas bertingkah laku seenak udelnya. Tak peduli meski ada kebebasan orang lain yang dilanggar atau lebih ekstrem lagi, nyawa selainnya yang jadi korban.
Kapitalisme Bangkrut, Islam Solusi
Bukan hal aneh, karena kapitalisme cacat sejak lahir. Keruntuhannya hanya tinggal tunggu waktu. Berangkat dari hasil kompromi antara otoritas gereja dan ilmuwan, sekularisme lalu menjadi asas kapitalisme. Sikap mengakui Tuhan sebagai pencipta namun menolak tunduk pada aturan Tuhan akhirnya mendorong manusia merasa mampu membuat aturan sendiri bagi hidupnya.
Sanggupkah manusia? Jawabnya, mustahil. Sebab secara fitrah, manusia adalah makhluk Tuhan yang lemah dan terbatas. Hanya Sang Maha Pencipta yang mengetahui hakikat ciptaan-Nya dan aturan yang terbaik bagi manusia. Bukankah Rasulullah Saw diutus Allah pada umat manusia seluruhnya, baik yang berkulit merah maupun hitam untuk menuntun manusia selamat dunia akhirat?
Firman Allah Swt.,
Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk.” (QS. Al A’raf : 158)
Bagai siang dan malam, sangat nyata perbedaan Kapitalisme dan Islam. Memberi ruang bagi manusia untuk mengabaikan syariat Tuhan lalu membuat aturan sendiri adalah ciri khas kapitalisme yang hanya menimbulkan kekacauan, konflik kepentingan, diskriminasi dan kesengsaraan. Sebaliknya Islam, kepatuhan total terhadap apa yang datang dari Allah dan Rasulullah Saw. adalah sejalan dengan tujuan diciptakannya manusia.
Sebagai balasannya niscaya Allah jadikan Rahmat bagi seluruh alam dan menurunkan berkah dari langit dan bumi kepada seluruh manusia yang bertakwa tanpa kecuali. Rasisme dan rasialis? No way!
Simak sabda Rasulullah Saw.,
‘Ketahuilah bahwa tidak ada keutamaan bagi orang ‘Arab di atas orang ‘Ajam (non ‘Arab), tidak keutamaan bagi orang ajam di atas orang arab, juga bagi yang berkulit merah di atas yang berkulit hitam atau bagi yang berkulit hitam di atas yang berkulit merah kecuali dengan sebab ketakwaan. (HR. Ahmad)
Alhasil, belumkah saatnya bagi kita meninggalkan kapitalisme yang rusak dan merusak kemudian mengambil Islam kaffah sebagai gantinya? Mari bersama kita renungkan firman Allah berikut,
“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki. Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?!” (QS Al-Maidah: 50). Wallaahu a’lam.
Oleh: Ummu Zhafran
Muslimah Pegiat Opini, Komunitas AMK