Tahun ajaran baru kini kian mendekat. Tahun Ajaran baru yang menandakan awal kegiatan belajar mengajar di sekolah selalu dimulai pada pertengahan tahun yakni pada awal Juni setiap tahunnya. Namun, tahun ajaran baru kali ini nampaknya sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini dunia tengah dilanda dengan musibah yang mampu menghancurkan tatanan dunia dari berbagai lini kehidupan, virus Corona!.
Penularan dan penyebaran infeksi virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) bisa terjadi melalui dua cara. Penularan Covid-19 terjadi bisa lewat cara langsung dan tidak langsung.
Dokter spesialis paru-paru Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan Erlina Burhan mengungkapkan, penularan Covid-19 secara cara langsung melalui droplet atau percikan air liur.
“Artinya, orang yang terinfeksi virus ini ketika sedang batuk dan bersin dengan jarak lebih dari 1 meter mengeluarkan droplet. Droplet ini mengandung virus Covid-19,” kata Erlina, beberapa waktu lalu.
Penularan Covid-19 bisa melalui jalan tidak langsung, yaitu droplet orang positif corona ini jatuh ke tanah atau menyentuh benda yang terkontaminasi sehingga tangan penyentuhnya tercemar.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), COVID-19 menular melalui orang yang telah terinfeksi virus corona. WHO menyebut virus corona dapat menyebar melalui tetesan atau percikan (droplet) kecil dari hidung atau mulut ketika seseorang yang terinfeksi virus ini bersin atau batuk. Tetesan itu kemudian mendarat di sebuah benda atau permukaan yang lalu disentuh dan orang sehat tersebut menyentuh mata, hidung atau mulut mereka.
Virus corona juga bisa menyebar ketika tetesan kecil itu dihirup oleh seseorang ketika berdekatan dengan yang terinfeksi corona.
Menanggapi hal ini sepertinya sangat berbahaya jika terjadi pertemuan dalam jumlah besar dalam suatu tempat, contohnya sekolah. Kita tidak bisa mendeteksi virus secara kasat mata bahkan kita pula tidak tahu virus itu tertular oleh dan dari siapa. Hal penting untuk tetap menjaga diri dari kerumunan massa mengingat kasus penyebaran virus korona belum menemui titik terang.
Memberlakukan new normal boleh saja jika daerah penerapan merupakan daerah yang tidak terpapar penyebaran covid. Sebagian orang berpendapat terlalu khawatir terhadap covid merupakan tindakan yang berlebihan mengingat bahaya kematian yang ditimbulkan masih lebih ringan daripada virus SARS maupun Mers. Tidak salah memang, namun kita tetap harus lebih mengenali asal muasal penyebaran virus covid 19 ini.
Kebijakan pemerintah yang memutuskan akan kembali membuka sekolah pada 13 Juni mendatang sepertinya biasa saja. Namun terlalu memaksakan kehendak membuka sekolah dalam kondisi seperti hari ini bagaikan bom waktu yang siap meledak kapan saja mengingat sektor pendidikan adaah wilayah paling rentan terpapar covid.
Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kendari, Zulrahmat Togala mengaku, pemerintah harus meninjau kembali rencana tersebut. Ia menilai, bila dipaksakan di tengah pandemi Covid-19, dapat memicu terbentuknya klaster baru penyebaran virus corona atau Covid-19.
“IGI percaya penanganan pendidikan di tengah Covid-19, sudah berjalan dengan baik. Terkait dengan aturan, akan diadakan masa belajar 13 Juni nanti, sebenarnya itu hal-hal biasa. Tapi kalau kita melihat situasi saat ini, sepertinya itu harus ditangguhkan dulu,” ujar Zulrahmat saat ditemui awak media, Selasa (2/6/2020).
Jika melihat dari beberapa negara yang kembali membuka sekolah pada masa pandemi terbukti banyak siswa yang terpapar covid karena hakikatnya anak-anak sangat rentan terpapar dengan penyakit menular termasuk juga virus. Korea Selatan misalnya, negra ini berhasil meredam virus covid 19 dan memutuskan mebuka sekolah. Namun belum lama setelah dibuka, sekolah kembali ditutup.
Dikutip dari BBC, ribuan siswa di Korea Selatan pada Rabu (27/5/2020) mulai masuk kembali saat negara itu melonggarkan pembatasan sekolah. Namun, aktivitas belajar mengajar tersebut tak berlangsung lama karena sehari kemudian dikonfirmasi ada 79 kasus baru yang dilaporkan. Jumlah 79 kasus dalam sehari tersebut termasuk yang tertinggi di Korsel dalam dua bulan terakhir.
Jika dilihat, anak-anak memang akan aman saja jika berada di sekolah namun kita tidak bisa memastikan jika anak-anak bisa saja terpapar dari daerah yang mereka lalui ketika hendak pergi maupun pulang sekolah. Kebanyakan kasus kembali bermula ketika anak-anak telah berinteraksi dengan dunia luar.
New Normal buat siapa?
Buka sekolah ditengah pandemi merupakan salah satu bagian dari penerapan new normal. Hal ini tidak mungkin terjadi tanpa maksud tertentu dibaliknya. Beberapa ahli menuturkan Indonesia belum siap menerapkan new normal.
Peneliti dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Mouhammad Bigwanto mengatakan, sebetulnya Indonesia masih terlalu dini menerapkan new normal.
Tambahnya, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sesuai dengan arahan WHO yang sebenarnya kita belum pada tahap tersebut, salah satunya adalah transmisi alias penyebaran kasus yang belum terkontrol. Dia juga mengatakan kapasitas sistem kesehatan dalam melakukan tes pelacakan hingga isolasi kasus masih belum memadai. Minggu (7/6/2020).
Fakta bahwa pemerintah mengabaikan pendapat ahli dan sains dengan tetap memaksakan new normal adalah bukti gagalnya pemerintah menjadi pengayom rakyat. Atas dasar pertimbangan kapitalistik pemerintah meletakkan masyarakat sebagai tumbal yang akan dikorbankan demi keuntungan koorporasi mereka. Salah satu tujuan pemeberlakuan new normal yakni ingin membuka jalan masuk bagi kapal-kapal tengker perusahaan minyak milik asing untuk masuk dengan selamat tanpa dicekal, memuluskan impor TKA asing dan lain sebagainya yang lagi-lagi untuk keuntungan sepihak bukan bagi rakyat.
New Normal Life dan pandangan islam
Islam mengharuskan setiap muslim untuk bertindak berdasarkan hukum syara. Terkait new normal, sudah sepantasnya muslim memperhatikan pendapat para ahli. Apalagi seorang pemimpin atau penguasa muslim, maka sesungguhnya ia pun terikat dengan aturan Allah ketika hendak membuat kebijakan.
Ketika pemimpin merujuk kepada pendapat ahli, tidak berarti citra atau prestisenya turun, justru terpuji karena ia merujuk pada yang benar dan tentunya akan menyelamatkan rakyatnya. Langkah-langkah ini pun diambil untuk menghindari segala bentuk kemudharatan.
Syariat Islam telah melarang seseorang mengerjakan sesuatu aktivitas yang membahayakan dirinya sendiri atau membahayakan orang lain, terutama saudaranya sesama muslim, baik berupa perkataan atau perbuatan, tanpa alasan yang benar. Dalam kitabnya Taysir Al-Wushul Ilaa Al- Ushul, Syaikh Atha’ bin Khalil Abu Rusytah mengungkapkan bahwa kaidah dharar mencakup dua hal: Pertama, Asy-Syâri’ telah mengharamkan sesuatu yang membahayakan (dharar). Artinya, setiap perkara yang mengandung dharar wajib ditinggalkan. Sebab, adanya dharar tersebut merupakan dalil atas keharamannya.
Dengan demikian membuka sekolah ditengah masa pandemi adalah bentuk keterpaksaan yang dilakukan pemerintah. Inilah bentuk pemerintahan yang tidak merujuk pada sistem alquran, sehingga hukum yang diterapkan hanya akan menimbulkan kemudharatan bagi rakyat juga bagi diri mereka sendiri. Wallahu’alam bii sawwab.
Oleh : Zulhilda Nurwulan, S. Pd (Aktivis Dakwah)