Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, pada Selasa, 12 Mei 2020 kemarin, telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2020. ( Pikiranrakyat.com, 15/05/20)
Perppu Nomor 1 tahun 2020 tersebut berisi tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan COVID-19. Namun siapa sangka Perppu corona yang telah disahkan tersebut mendapat penolakkan. Salah satunya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menganggap bahwa perpu ini berpotensi melanggar konstitusi.
Meski mendapatkan penolakan dari salah satu partai di Parlemen, Perppu 1 tahun 2020 ini tetap disahkan karena ada 8 fraksi yang menyetujuinya. Perppu 1/2020 yang telah ditanda tangani oleh Presiden Joko Widodo tersebut bernilai fantastis. Bagaimana tidak ditengah pandemi corona saat ini pemerintah menggelontorkan anggaran untuk mengatasi Covid-19 melalui APBN 2020 sebesar Rp 405,1 triliun.
Adapun perincian anggaran tersebut akan dialokasikan di bidang kesehatan termasuk insentif tenaga medis Rp 75 triliun, jaring pengamanan sosial (social safety nett) kepada warga Rp 110 triliun, dukungan untuk sektor industri Rp 70,1 triliun, dan dukungan pembiayaan anggaran untuk Covid-19 Rp 150 triliun. (Kompas.com, 26/04/20)
Maka bagaimana tidak anggaran yang bernilai fantastis tersebut dinilai oleh beberapa pihak berpotensi terjadinya korupsi. Hal yang sama pun diyakini oleh Koordinator ICW Adnan Topan Husodo dalam webinar KOPEL Indonesia, Minggu, 17 Mei 2020. Dikutip dari laman resmi medcom.id, 17/05/20, dirinya mengatakan setidaknya ada beberapa kemungkinan potensi korupsi terjadi dikalangan elit politik yang terlibat langsung dalam penanganan pandemi covid-19 yang bernilai fantastis tersebut.
Pertama, pada sektor kesehatan. Berbagai isu berseliweran seperti kekurangan rapid test, alat pelindung diri (APD), obat-obatan, hingga manipulasi dalam pembuatan vaksin. Pemicunya, struktur monopoli lama yang dibangun badan usaha pengusaha sektor kesehatan. Maka ketika mereka diberi otoritas untuk pengadaan, justru ini memicu potensi fraud (kecurangan) yang terjadi.
Kedua, belanja kesehatan ditangani oleh berbagai institusi. Misalnya, Kementerian Ketahanan berkoordinasi langsung dengan pemerintah Tiongkok terkait bantuan yang didapat pada Senin, 23 Maret 2020. Belum lagi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang juga memiliki anggaran belanja kesehatan sendiri. Dalam krisis tak ada pemusatan atau satu jalur untuk melakukan upaya pengadaan, maka potensi korupsi lebih besar.
Dalam hal ini Adnan juga menyoroti distribusi bantuan sosial (bansos) yang rawan korupsi. Informasi terbaru, terungkap bahwa data pemerintah terkait penerima bansos bukan yang terbaru, tapi data 2015. Belum lagi, bentuk Bansos beragam. Mulai dari bantuan tunai, bantuan sembako, hingga proyek Kartu Prakerja.
Disamping itu Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan mengatakan bahwa pandemi virus Corona atau Covid-19 telah menciptakan reformasi besar di pemerintahan. ( Bisnis.com, 22/04/20)
Luhut menyatakan ada hikmah yang bisa diambil dari pandemi Covid-19. Dia menuturkan bahwa Covid-19 mendorong pemerintah untuk melakukan langkah efisiensi, efektivitas, dan digitalisasi, sambungnya.
Disisi lain pula Sri Mulyani menuturkan upaya pemulihan dan reformasi bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi, harus dimulai bersama dengan penanganan pandemi dan diperkirakan berlangsung hingga 2021.
Di Indonesia sendiri korupsi telah membudaya bahkan mendarah daging dikalangan para elit politik. Ketiadaan payung hukum yang mampu memberikan efek jera, menjadikan praktik haram tersebut tumbuh subur dinegeri ini. Miris dan ironis kenyataan memang seperti itu yang terjadi saat ini. Parahnya lagi, jeratan hukuman yang diberikan pun tebang pilih hingga fasilitas kelas elit politik yang terlibat korupsi dengan rakyat biasa pun telihat nyata.
Tak heran bila korupsi semakin merajai bangsa ini tanpa pedulikan kepentingan dan kebutuhan rakyat. Bagi para praktik korupsi menggemukan isi dompet adalah perihal utama. Maka penanganan pàndemi corona yang diupayakan bersama reformasi disegala sektor menjadikan rezim korup semakin absolut karena budaya korupsinya.
Padahal penangan wabah corona tidak seharusnya diringi pengadaan reformasi secara besar-besaran. Sebab hal ini justru akan memicu kuatnya cengkraman kapitalis dan semakin makmurnya koruptor dinegeri ini. Jika hal demikian terjadi, maka taruhannya adalah nasib rakyat.
Oleh karena itu, sudah seharusnya umat sadar dan meninggalkan sistem kapitalisme yang jelas-jelas menjadi ancaman keutuhan negara. Dan umat seyogyanya sadar diri bahwa islamlah satu-satunya sistem yang mampu membawa perubahan atas segala kondisi yang terjadi saat ini.
Islam sebagai agama paripurna jelas melarang keras praktik korupsi. Bahkan ancaman hukumannya pun sangat berat bagi pelakunya. Islam tidak akan membiarakn praktek haram tumbuh subur dan merugikan umat.
Allah SWT telah memperingatkan hamba-Nya untuk tidak korup dalam surah an-Nisa ayat 29, ”Hai orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.” Praktik korupsi pun sangat dibenci dan diperangi Rasulullah SAW. Ibnu Umar RA berkata, ”Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW bersabda; tidak diterima shalat tanpa wudhu dan sedekah dari hasil korupsi (ghulul).” (HR Muslim, Sahih Muslim). Bahkan, Rasulullah SAW menolak menshalatkan jenazah sahabatnya yang terbukti melakukan tindakan korupsi.
Karenanya, dalam mengurusi urusan umat apalagi terkait masalah keselamatan maupun kesejahteraan umat tentunya harus jelas arahnya. Dan tak kalah penting lagi ialah pengurusan tersebut haruslah orang-orang yang jujur dan amanah. Gambaran seperti ini hanya akan kita dapati tatkala ketika syariat islam benar-benar telah ditegakkan secara menyeluruh.
Ketika syariat islam ditegakkan maka siapapun akan takut untuk melakukan praktek haram tersebut karena merasa takut dan diawasi oleh Allah SWT. Kini saatnya umat harus bangkit dan sadar memperjuangkan syariat islam. Karena hanya dengan tegakknya khilafah maka seluruh syariatnya akan terlaksana secara menyeluruh.
Wallahu A’lam Bishshowab
Oleh: Hamsina Halisi Alfatih