Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkap bahwa situasi pandemi virus corona semakin memburuk di seluruh dunia. WHO mencatat jumlah tertinggi infeksi virus corona baru setiap hari, termasuk di Amerika ketika aksi protes massal untuk menegakkan keadilan rasial.
Virus corona telah menewaskan lebih dari 403.000 orang dari setidaknya 7 juta yang terinfeksi sejak wabah itu muncul di China Desember lalu. Setelah Asia Timur, Eropa sempat menjadi pusat penyakit. Namun, kini pusat penyebaran virus corona telah berpindah ke Amerika. “Meskipun situasi di Eropa membaik, secara global keadaannya memburuk,” kata Ketua WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers virtual di Jenewa, Selasa (9/6).
Pandemi ini sungguh telah membuat dunia terpuruk tak berdaya. Seluruh sektor kehidupan nyaris lumpuh. Sang adidaya pun dibuat bertekuk lutut. Negara yang konon katanya merupakan kampiun demokrasi tak mampu keluar dari pusaran virus SarsCov 2 ini. Peradaban kapitalis itu kini diambang kehancuran di hempas gelombang kerusuhan rasial yang semakin memanas dan terus menggerogoti tubuh Sang polisi dunia. AS di era Trump seakan terseok menghadapi virus corona. Tercatat warga yang terinfeksi tembus 2 juta orang, sebanyak 758.460 orang dinyatakan sembuh dan 112.469 pasien meninggal dunia (sumber worldometers 9/6/2020). Ditambah lagi dengan krisis multi dimensi yang tak kunjung membaik. Rezim Trump menuai banyak kritikan bahkan kecaman karena tak mampu mengeluarkan negaranya dari pandemi covid-19. Hal ini semakin menegaskan bahwa tidak ada satupun negara di dunia yang memiliki sistem demokrasi yang sempurna.
WHO sebagai badan kesehatan dunia pun tak bisa berbuat banyak. Pasalnya, kasus-kasus baru terus bermunculan setiap hari dengan peningkatan yang drastis dan diperkirakan pandemi belum mencapai puncaknya. WHO mendesak negara-negara di dunia untuk melanjutkan upaya dalam mengatasi virus. “Pandemi telah berlangsung selama lebih dari enam bulan, belum saatnya bagi negara mana pun untuk melepaskan diri,” ujar Ghebreyesus pada Selasa (9/6).
Berharap pada sistem Kapitalisme untuk menyelamatkan umat manusia dari wabah corona bagaikan pungguk merindukan bulan. Sungguh hal yang mustahil. Bagaimana tidak sejak kemunculan virus ini alih-alih memikirkan cara jitu untuk meredam amukan pandemi mereka malah memikirkan penyelamatan ekonomi. Ya, sebagai sistem yang berlandaskan materialistik maka yang ada dikepala para pemimpin negara kapitalis diseluruh dunia adalah bagaimana mengamankan kepentingan ekonomi para pemilik modal tak peduli seberapa banyak nyawa rakyat yang harus melayang karena kapitalisme dirancang bukan untuk memenuhi kebutuhan manusia tetapi untuk meraup profit alias keuntungan. Lihat saja ditengah krisis kesehatan dimana pengadaan suplai medis (masker, APD, hand sanitizer, alat tes, alat ventilator, obat-obatan) begitu dibutuhkan para kapitalis justru menggunakan kesempatan ini untuk meraup keuntungan dengan menjual ke pihak yang mampu membayar harga yang tertinggi, sesuai dengan hukum pasar bebas. Sehingga banyak rumah sakit kekurangan peralatan medis akibat distribusi yang buruk. Demikianlah tabiat kapitalis, bisnis adalah diatas segalanya, pelayanan kebutuhan dan keselamatan rakyat bukanlah prioritas. Untung rugi selalu jadi pertimbangan, semboyan no free lunch benar adanya. Jangan berharap sistem Kapitalisme akan melayani rakyatnya dengan tulus tanpa pamrih. Setiap bantuan yang diberikan selalu ada timbal balik yang menguntungkan mereka, selalu memanfaatkan krisis dan kebutuhan rakyat demi kepentingan kelompok elite global.
Saat ini hampir tidak ada yang bisa dijadikan tumpuan harapan untuk mengakhiri pandemi ini. Segala upaya yang ditempuh nyaris gagal, semua jalan seakan buntu. Penguasa pun tak bisa dijadikan tempat untuk menggantungkan harapan. Sejatinya penguasa hari ini adalah pelayan kaum berduit bukan rakyat jelata. Sungguh pengharapan akan ketulusan pemerintah dalam mengurus urusan rakyat hanya terealisasi jika Islam yang menjadi pengatur atas kehidupan manusia. Suatu sistem yang melahirkan sosok pemimpin yang melayani rakyat dengan tulus dalam memenuhi segala kebutuhannya. Mereka tidak akan mengingkari amanah dipundak karena amat takut dengan konsekuensi dunia akhirat. “Tidak seorang hamba pun yang diberi kekuasaan oleh Allah untuk memimpin rakyat, lalu dia tidak memperhatikan mereka dengan nasihat, kecuali dia tidak akan mendapatkan surga.” (HR Bukhari). Itulah dorongan keimanan yang melahirkan rasa takut pada Allah Azza Wajalla.
Islam adalah satu-satunya jalan keluar dari masalah wabah hari ini. Konsep rahmatan lil alamin akan terwujud dalam intitusi negara bernama Daulah Khilafah yang membawa keberkahan di seluruh alam semesta. Khilafah Islamiyah meskipun menjadi negara adikuasa tidak akan memanfaatkan kelemahan rakyat. Khilafah juga steril dari kepentingan bisnis dan tidak berpihak pada korporasi yang mengeruk keuntungan ditengah kenestapaan umat seperti saat ini. Kini pilihan yang tersisa adalah Kapitalisme akan mengubur kita atau kita yang akan mengubur Kapitalisme dan membuangnya dalam tong sampah peradaban. Sungguh sangat tidak layak lagi dipakai mengatur dunia. Mari bersama-sama menginstal kembali peradaban agung nan mulia warisan Rasulullah dan para sahabat.
Wallahu a’lam bis showwab.
Oleh : Teti Ummu Alif
(Aktivis Muslimah Kendari)