Sungguh ironi ditengah pandemi, bak kata pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula. Begitulah gambaran kesulitan yang dialami rakyat ditengah pandemi covid 19. Ditengah kesulitan ekonomi yang menyiksa rakyat. Sulitnya mencari sesuap nasi ditengah pandemi ini. Tatkala pemerintah menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) rakyat dihimbau untuk tetap dirumah saja. Saat-saat ini pula keterpurukan ekonomi hadir ditengah rakyat. Ditengah pandemi ini pula banyak kita menyaksikan orang-orang kelaparan. Tak semua mendapatkan bantuan. Dan tak jarang pula bantuan yang tidak tepat sasaran.
Lebih menyayatkan hati lagi, ditengah kesulitan ini. Alih-alih rezim memberikan solusi an uluran tangan untuk membantu. Justru rezim saat ini tak punya hati. Sudah sulit, malah ditambah bebannya. Kita pasti sudah menyadari saat ini listrik naik, bahan pokok naik, dan kini BPJS pun naik. Sungguh ironi rezim tak punya hati.
Dilansir dari laman SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Anggota DPD RI asal Aceh, HM Fadhil Rahmi Lc, mengatakan, kenaikan iuran BPJS telah melukai hati masyarakat di seluruh Indonesia, termasuk Aceh.
Apalagi kebijakan tersebut dilakukan di tengah-tengah pandemi Corona seperti sekarang ini.
Hal ini disampaikan Syekh Fadhil, sapaan akrab senator muda asal Aceh itu, kepada Serambinews.com, Minggu (17/5/2020).
“Kebijakan ini melukai hati masyarakat. Di tengah wabah Corona seperti sekarang, banyak masyarakat mengalami kesusahan di bidang ekonomi serta PHK terjadi di mana-mana,” kata Fadhil Rahmi.
Menurutnya lagi, banyak UMKM serta perusahaan terancam bangkrut, pemerintah justru mengeluarkan kebijakan kenaikan BPJS.
Kebijakan menaikkan tarif BPJS disaat pandemi ini merupakan kebijakan yang miskin empati, bahkan zalim. Lebih dari itu merupakan upaya liberalisasi bidang kesehatan yang melanggar konstitusi.
Kebijakan yang sungguh menabrak konstitusi. Bahkan terindikasi ada pelanggaran hukum. Sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 28H (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI 1945) yang berbunyi: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Kemudian diperjelas kembali pada Pasal 34 ayat (3) yang berbunyi: “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum umum yang layak”.
Bagaimana dikatakan negara bertanggungjawab jika biaya justru dibebankan tanggungjawabnya kepada rakyat. Bahkan gaji para pengelola BPJS begitu tinggi, gaji direksi mencapai ratusan juta rupiah perbulan, sementara rakyat yang susah masih dibebani iuran yang dinaikkan.
Hadirnya BPJS ini bentuk nyata dari berlepas tangannya pemerintah dalam mengurusi rakyat.
Harusnya lyanan kesehatan merupakan kewajiban pemerintah terhadap rakyat yang harus dipenuhi secara langsung melalui dana APBN bukan melalui mekanisme asuransi.
Pelayanan Kesehatan, bukan ajang mencari keuntungan secara komersial. Harus lebih dititikberatkan kepada kemanusiaan dan sebagai wujud tanggungjawab negara.
Bagaimana mungkin rakyat dapat hidup sejahtera, jika kesehatan semakin mahal dan membenani. Bahkan dalam kondisi sulit pun biayanya malah dinaikkan. Sungguh ini merupakan ironi rezim tak punya hati.
Inilah wujud asli sistem kapitalis. Tatkala urusan rakyat bisa menjadi ajang mencari keuntungan. Urusan rakyat seolah tak berarti yang terpenting dapat meraup keuntungan setinggi-tingginya. Tak peduli rakyat yang mati apalagi sakit. Sudah saatnya kita berlepas diri dari sistem bobrok. Yang menyengsarakan diri.
Dalam Islam, penyediaan layanan kesehatan yang berkualitas merupakan tanggungjawab penuh pemerintah tanpa ada intervensi dari swasta. Rakyat tidak boleh dibebankan biaya sepeserpun sebab itu hak untuk seluruh rakyat. Tak memandang agama, suku, maupun rasnya. Semua dokter dan perawat digaji dengan manusiawi. Diberikan penghormatan penuh terhadap mereka.
Pemerintahan dalam Islam tak membiarkan urusan mendasar rakyat terbengkalai. Sebab kepengurusan mereka terhadap rakyatnya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Pemimpin dalam Islam teramat takut dengan murka Allah dan tentunya menjalankan sistem dari sang pencinpa yaitu Allah. Dan meninggalkan aturan manusia yang menimbulkan banyak kesengsaraan. Wallahu a’lam
Ade Irma (Pemerhati Sosial)