Pembukaan Sekolah, Anak Terancam Ditengah Pandemi

Sri Sundari

Kasus positif covid-19 terus meningkat setiap harinya. Hingga Senin, 06 Mei 2020 sebanyak 847 kasus. Sehingga total kasus positif di Indonesia mencapai 32.033 kasus. Virus ini terus menjangkiti masyarakat dengan efektivitas transmisinya yang sangat pesat. Akibatnya, beberapa aktivitas diluar rumah yang normal terjadi memaksa masyarakat untuk menjalaninya dari rumah saja. Hal ini jelas menjadi tugas besar bagi pemerintah untuk menjamin kebutuhan pokok masyarakat yang aktivitasnya dibatasi. Terlebih lagi menangani persoalan yang muncul akibat pandemi tersebut.

Pemerinah sendiri telah memberlakukan berbagai kebijakan yang sejak awal dianggap minim dari sikap “serius” menangani penyebaran wabah covid-19 tersebut. Berbagai kebijakan yang diambil mulai dari sosial distancing, menutup sementara sekolah, pembatasan tempat ibadah, kantor, serta perusahaan lainnya. Kemudian pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berlaku mulai 28 April 2020. Ketika PSBB begitu ketat diberlakukan pada masyarakat saat mudik ataupun keluar masuk ibu kota, namun aturan tampak longgar pada pusat-pusat perbelanjaan, akses bandara serta kerumunan tempat-tempat lainnya.

Iklan Pemkot Baubau

Upaya tersebut mulai dilepas pemerintah satu-persatu dengan mulai menggaungkan kebijakan baru, yakni “New Normal Life” atau kondisi hidup normal versi baru (Kompas.com, Rabu 20 Mei 2020). Pola hidup seperti ini dimaksudkan bahwa masyarakat terpaksa harus beradaptasi dengan virus covid-19 dalam beraktivitas dan terbiasa dengan protokol kesehatan yang berlaku. Kebijakan ini digulirkan demi alasan melemahnya pertumbuhan ekonomi negeri. Hal ini telah menunjukkan bahwa pemerintah lebih berorientasi pada ekonomi dibandingkan penanganan virus covid-19 yang terus menginfeksi dan bermutasi.

Dengan adanya pemberlakuan new normal tersebut, muncullah wacana pembukaan kembali aktivitas belajar mengajar di seluruh instansi pendidikan di Indonesia, mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA, dan juga Perguruan Tinggi lainnya. Dilansir dari (Kumparan.com 1 Juni 2020), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI telah menyatakan, Tahun Ajaran Baru 2020/2021 akan tetap dilaksanakan pada 13 Juli 2020 mendatang.

Meskipun dimulainya tahun ajaran baru berbeda dengan dimulainya Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) untuk tatap muka, tetap saja pemerintah harus mempertimbangkan kembali apakah mengaktifkan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) ditengah wabah Covid-19 adalah kebijakan yang tepat?.
Koordinator Protokol Komunikasi Covid-19, M. Fikser mengungkapkan telah ditemukan data di Surabaya terdapat 127 anak berusia 0-14 tahun dinyatakan positif Covid-19, (Kumparan.com 1Juni 2020). Menurut Retno Listyarti, “Anak-anak yang tertular Covid-19 tersebut, menunjukkan bukti bahwa rumor covid tidak menyerang anak-anak atau ringan pada anak-anak tidaklah benar” tegasnya.

Kondisi ini menegasikan kepada kita bahwa sejatinya Indonesia belum siap dengan kebijakan pembukaan sekolah tersebut. Berdasarkan laporan KPAI, bahwa hanya terdapat 18% sekolah yang siap dengan protokol kesehatan sementara 80% lebih lainnya tidak siap membuka sekolah dengan protokol kesehatan pencegahan covid-19. (medcom.id, 27/05/2020).

Tentu wacana pembukaan sekolah ditengah pandemi merupakan suatu kebijakan yang perlu dipikirkan secara matang. KPAI sendiri telah meminta Kemendigbud dan Kemenag harus belajar dari beberapa negara dengan kebijakan yang sama.
Karena itu, semestinya Pemerintah harus lebihdulu bergerak menyiapkan sekolah-sekolah yang belum siap tersebut dan masyarakat yang masih abai beraktivitas dengan protokol kesehatan. Mulai dari masker, tempat cuci tangan sampai disinfektan. Apa lagi kesiapan guru dan orang tua dalam memastikan anak-anaknya tetap tertib memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan setelah beraktivitas. Agar kedepannya kebijakan tersebut jauh dari kata “coba-coba” yang menjadi pertaruhan besar bagi keselamatan generasi bangsa di masa depan.

Islam Hadir Sebagai Solusi

Inilah bentuk kegagalan pemimpin negeri yang menjalankan pemerintahan Kapitalis dalam menjamin keselamatan jiwa rakyat, yang tak lebih utama dibanding pertumbuhan ekonomi menuju “New Normal Life”. Sangat jauh dibandingkan dengan pemimpin dalam Islam yang memiliki kapabilitas ri’ayah (mengurusi) umat sehingga fokus memberikan solusi serta pelayanan atas segala kebutuhan rakyat dengan tepat. Pemimpin akan hadir digarda terdepan untuk menyelamatkan rakyatnya dari wabah sebagai cerminan ketaqwaannya terhadap Allah SWT.

Sejak awal Islam telah memberikan solusi ketika wabah terjadi di suatu negeri, Rasullullah SAW bersabda kepada umatnya ketika dulu pernah terjadi wabah penyakit lepra, “Larilah dari orang yang sakit lepra, sebagaimana kamu lari dari singa.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Lari disini bukanlah pada arti sebenarnya melainkan menjaga jarak dan tidak bersama dengan orang yang terkena penyakit menular sejauh mungkin, artinya berikhtiar dengan maksimal untuk menghindar dari orang yang terinfeksi penyakit menular.
Dalam suatu riwayat dikisahkan, Khalifah Umar pernah keluar untuk melakukan perjalanan menuju Syam. Saat sampai di wilayah bernama Sargh, beliau mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam.

Abdurrahman bin Auf kemudian mengabari Umar bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meningggalkan tempat itu.” (HR al-Bukhari). Atas dasar dalil tersebut, keputusan yang diambil Khalifah Umar bin Khattab adalam memberlakukan lockdown wilayah, yaitu memisahkan interaksi antara daerah yang terkena wabah dengan yang belum.

Dalam kondisi yang sangat genting ini hal yang penting harus dimiliki oleh seorang kepala negara adalah kemampuan pemimpinnya yang berpadu dengan sistem kepemimpinannya yang mandiri, memiliki ketahanan pangan, ekonomi dan politik. Tentu berjalan sesuai dengan koridor syariat Islam secara kaffah, sehingga mengutamakan keselamatan rakyatnya tanpa ada hitung-hitungan untung-rugi ekonomi.
Rasulullah saw. bersabda:
الإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari dan Ahmad).
Wallahu’alam bisshawab.

Oleh : Sri Sundari (Aktivis Dakwah Kampus)