Pemberlakuan New Normal, Masyarakat Serbu Tempat Wisata

Inayah

Siga kuda kaluar ti gedogan, peribahasa Sunda ini menggambarkan keadaan masyarakat Jawa barat khususnya kabupaten Bandung yang rencana pemerintah akan memberlakukan New normal, ternyata kebijakan ini membuat masyarakat langsung menyerbu kawasan wisata.

Meskipun obyek wisata belum dibuka, tapi ribuan pengendara menyerbu kawasan wisata selatan kabupaten Bandung, pantauan Minggu (7/6/2020). Ribuan kendaraan terlihat menuju kawasan wisata di Kecamatan Pasirjambu Ciwidey dan Rancabali Kabupaten Bandung. Banyaknya kendaraan yang menuju kawasan selatan Kabupaten Bandung sampai terjadi antrean di sejumlah titik. Seperti persimpangan pasar Ciwidey, tanjakan penundaan dan sejumlah titik lainnya. Kendaraan di dominasi oleh warga lokal, khusus anak-anak muda, namun tidak sedikit kendaraan dari luar daerah seperti Jakarta dan sekitarnya. Kawasan Ciwidey menjadi buruan wisatawan, namun sejak pandemi Covid-19, aktivitas pariwisata ditutup sampai batas waktu yang belum ditentukan.

Iklan Pemkot Baubau

Pemerintah Kabupaten Bandung hingga saat ini belum mengeluarkan kebijakan untuk membuka industri pariwisata, namun seiring dengan direncanakan penetapan New normal dalam waktu dekat aktivitas pariwisata akan dibuka. Memang bisa dimaklumi keadaan masyarakat yang selama tiga bulan lalu dilockdown atau di rumah saja, maka ketika pemerintah akan mengeluarkan New normal mereka langsung menyerbu kawasan wisata karena sudah merasa jenuh di rumah terus. Namun sayangnya banyak masyarakat tidak mematuhi protokol kesehatan.

Hal ini diakui oleh Bupati Bandung Dadang M. Naser, jika banyak warganya yang kurang taat dalam menerapkan protokol kesehatan. Bahkan bupati sempat membandingkan dengan kedisiplinan warga Jepang. Menurut Dadang selama pandemi Covid-19 sampai ada pemberlakuan PSBB. “Kesadaran masyarakat kabupaten Bandung terhadap protokol kesehatan masih tidak maksimal, tatkala masyarakat beraktivitas tidak memakai masker” ujar Dadang, Rabu (3/5/2020). Di samping hal itu, Bupati mengajak masyarakat menanamkan nilai-nilai Pancasila untuk melawan Covid-19. Kesadaran masyarakat yang rendah, maka salah satunya euforia wisata berpotensi memunculkan gelombang kedua Covid-19 yang lebih dahsyat. Dan tentunya hal ini akan membawa dampak lebih besar dibandingkan dengan gelombang pertama. Belum adanya vaksin serta penanganan yang masih dalam fase penelitiaan adalah dua hal yang menjadi penyebab mengapa kehidupan New normal di tengah pandemi ini sangat rawan.

Namun solusi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dengan menanamkan nilai-nilai Pancasila sebagai upaya mengahadapi wabah Covid-19 perlu dikritisi, terutama statement bupati ‘menjalankan nilainilai dalam syariat Islam, kebersamaan dan toleransi, itu juga berarti menjalankan Pancasila’. Karena berkaitan dengan kedisiplinan yang kurang maksimal bisa jadi masyarakat memang tidak memiliki dana untuk memaksimalkan menjaga kesehatannya. Memang dalam cara pandang kapitalisme, rakyat sendirilah yang harus memenuhi kebutuhan kesehatan maupun kebutuhan hidup yang lainya. Artinya negara abai dalam mengurus rakyatnya.

Berbeda dengan Islam, sebagai sebuah peradaban dan agama yang sempurna maka Islam memberikan solusi yang mengakar, karena Islam berasal dari Sang Pencipta manusia dan yang Maha Pengatur kehidupan manusia yaitu dalam bentuk syariah atau hukum, yang mengajarkan konsep-konsep keimanan sekaligus menuntun manusia dalam menjalani kehidupan sesuai dengan fitrah penciptaa-Nya.

Sementara Pancasila adalah falsafah Bangsa Indonesia yang digali dari akar budaya dan adat istiadat masyarakat. Dimana selanjutnya dijadikan dasar negara dan secara yuridis formal ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Maka pada faktanya Islam tentu tidak sama dengan pancasila. Islam telah ada sebelum pancasila lahir. Bahkan jauh sebelum Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya sebagai sebuah negara. Kegemilangan Islam dalam menyatukan berbagai agama, bangsa, etnik, suku dan ras serta Islam mampu menyelesaikan seluruh permasalahan kehidupan manusia telah terbukti dan teruji sepanjang sejarah peradaban manusia.

Negara dalam Islam memiliki kapasitas untuk melindungi dan pihak yang bertanggung jawab untuk mencegah segala bentuk kesengsaraan dan penderitaan masyarakat. Dan negara memiliki peran sentral dan mendasar dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Maka saat wabah menyerang, pelaksanaan kebijakan karantina wilayah (lockdown) ada di pundak negara. Tentu agar wabah hanya berada di wilayah asalnya dan tidak meluas.

Demikian juga kebijakan karantina dan isolasi, selain testing-screening epidemilogi, contact tracing dan perawatan setiap individu masyarakat dan anggota keluarga yang sakit. Semua harusnya disediakan gratis oleh negara dan berkualitas. Sebab, dari sisi manapun hanya negara yang memiliki kapasitas untuk melakukannya. Apalagi negara adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam mencegah segala bentuk kesengsaraan dan penderitaan masyarakat, ini sebagaimana sabda Rasulullah saw.,
“tiada bahaya dan kesengsaraan dalam Islam.” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad)

Negara adalah pengurus urusan kehidupan masyarakat. Ini pun sebagaimana ditegaskan Rasulullah saw.,
“Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggungjawab terhadap rakyat yang dia urus.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Semua kebijakan itu jelas sangat penting untuk menjaga khususnya kesehatan masyarakat dari bahaya serangan wabah. Wilayah yang dikarantina adalah wilayah yang terbukti terserang wabah, tidak bergantung pada wilayah kekuasaan. Bahkan harus bebas dari aspek sekat negara, bangsa dan otonomi daerah.

Kebijakan ini semata-mata berdasarkan ketetapan ahli klinis, virologi dan epidemilogi. Pada daerah ini tidak boleh seorang pun diizinkan masuk dan keluar areal. Strategi lockdown adalah tindakan pertama dan utama yang harus dilakukan negara. Apalagi Rasulullah saw. telah menegaskan,
“jika kalian mendengar wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu. Dan jika terjadi wabah, sedangkan kamu berada ditempat itu, maka janganlah keluar dari sana,” (HR. Muslim)

Hal ini tentu mengakibatkan aktivitas normal kehidupan sehari- hari masyarakat akan terganggu. Demikian pula akibat kebijakan isolasi dan karantina. Pada titik inilah, upaya pemenuhan kebutuhan hidup tidak akan teratasi oleh setiap individu dan masyarakat. Ia harus didukung secara penuh oleh fungsi negara yang normal.

‌Dalam sistem kehidupan Islam, khususnya sistem ekonomi Islam dan sistem politik Islam, negara harus memiliki kemampuan logistik yang memadai untuk membuat daya imunitas tubuh masyarakat berada pada puncaknya. Negara harus menjamin pemenuhan semua kebutuhan dasar tiap orang secara sangat manusiawi sebagaimana yang lazim dilakukan saat tidak terjadi wabah, baik pemenuhan kebutuhan pangan, air bersih, perumahan, energi maupun transportasi. Demikian juga pemenuhan kebutuhan pendidikan, keamanan dan pelayanan kesehatan yang gratis dan berkualitas.

‌Tempat-tempat umum yang harus selalu difungsikan dalam kondisi wabah atau tidak, seperti masjid sebagai sarana ibadah, harus dipastikan kebersihan dan steril dari kuman, khususnya yang mewabah. Demikian juga tempat-tempat umum lainnya, seperti pasar, jalan-jalan umum yang dibutuhkan untuk dilewati, tempat wisata, termasuk transportasi publik yang difungsikan di dalam areal yang dikunci. Kebutuhan lainnya yang tidak kalah penting adalah alat pelindung diri (APD), seperti masker. Demikian juga perangkat teknologi yang memudahkan pemenuhan kebutuhan di saat wabah. Negara bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya menjamin akses setiap orang terhadap pelayanan kesehatan gratis berkualitas. Untuk memudahkan akses publik di areal terkena dampak. Negara bisa memperbanyak rumah sakit keliling.

Jelas semua itu membutuhkan dana besar. Negara harus memiliki kemampuan finansial yang mencukupi bagi fungsi-fungsi politiknya karena melaksanakan anggaran berbasis Baitulmal yang bersifat mutlak. Baitulmal adalah institusi khusus pengelola semua harta yang diterima dan dikeluarkan negara sesuai dengan ketentuan Syariah. Bersifat mutlak maksudnya ada atau tidak ada kekayaan negara untuk pembiayaan pelayanan kemaslahatan masyarakat termasuk penanggulangan wabah, maka wajib diadakan negara. Bila dari pemasukan rutin tidak terpenuhi, diatasi dengan pajak temporer yang dipungut negara dari orang-orang kaya saja sesuai dengan jumlah kebutuhan anggaran mutlak.

‌Demikianlah buah manis yang akan dirasakan oleh setiap individu masyarakat ketika negara berfungsi secara benar. Yakni ketika berfungsi sebagai pelaksana syariah Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah. Tidak saja kebutuhan yang mendesak, selain kembali ke pangkuan kehidupan Islam. Dimana ia juga merupakan kewajiban syar’i yang wajib diupayakan oleh seluruh masyarakat. Dan tidak harus membandingkan dengan negara lain, karena Islam itu tinggi dan tidak ada yang dapat menyamai atas ketinggian Islam karena memiliki nilai-nilai yang luhur, sempurna dan menyeluruh. Islam sejak awal mengajarkan untuk selalu menjaga kebersihan, baik mencuci tangan, berwudhu dan lainnya, karena kebersihan sebagian dari iman. Fungsi negara akan teraksana dan syariah Islam dapat diterapkan dalam tatanan kehidupan bermasyrakat dan bernegara dengan tegaknya kembali institusi Daulah Khilafah Islamiyah.
‌Wallahu a’lam bi ashashwab.

Oleh : Inayah (Ibu Rumah Tangga)