Stop Arus LGBT, Cukupkah dengan Boikot?

Syarifah

Dukungan Unilever terhadap gerakan lesbian, gay, biseksual, transgender, dan queer (LGBTQ+) telah menuai kecaman di dunia maya. Tak sedikit seruan untuk memboikot produk Unilever. (29/06/2020)
Belakangan ini jagat dunia maya dihebohkan karena adanya unggahan di akun instagram resmi unilever global yang menampilkan logonya yang berwarna pelangi. Bukan hanya itu aplikasi instagrampun menampakkan keberpihakannya terhadap kaum LGBT.

Aplikasi instagram memperlihatkan adanya fitur tambahan yang tersemat selama sebulan yang lalu. Sontak warganet ramai menyerukan agar seluruh produk Unilever segera di boikot termasuk dari MUI itu sendiri.
Melihat fakta yang semakin masifnya berbagai macam dukungan kepada para kaum sodom tentunya sangat mengkhawatirkan. Apatahlagi kaum LGBT sekarang semakin banyak bahkan indonesia bisa dikatakan masuk dalam kategori darurat LGBT.

Iklan KPU Sultra

Kini mereka semakin berani dan bangga menampakkan dirinya dipublik. Terlihat dengan adanya berbagai macam akun-akun gay di media sosial dan melakukan pesta seks. Bahkan membuat komunitas gay di berbagai kota, naudzubillah.

Mereka semakin percaya diri menampakkan dirinya dipublik karena diabad 21 ini, LGBT bukan lagi aktivitas individual atau komunitas sosial belaka. Melainkan bisa dikatakan sudah menjadi gerakan politik karena didukung oleh Amerika Serikat, yakni negara super power yang telah terlihat dengan melegalkan pernikahan sejenis sejak pada tahun 2015 lalu.

Hal ini sangat berbahaya ketika dibiarkan begitu saja karena akan membahayakan kondisi negara kita kedepannya. Bahkan hal ini diduga kuat bahwa LGBT adalah propaganda politik yang akan merusak peradaban Islam.

Seruan untuk memboikot produk Unilever adalah sesuatu yang kurang pas, dan hal itu tidaklah cukup jika hanya sekedar boikot. Sebab, tidak menghilangkan bibit penyakit kaum pelangi yang sudah mengakar kuat.
Coba kita lihat yang pernah terjadi dulu ketika marak seruan pemboikotan pada produk israel agar pembantaian yang terjadi di gaza dihentikan. Tapi yang terjadi ternyata tidak menyelesaikan masalah karena pada faktanya pengeboman masih saja berlangsung digaza hingga saat ini.

Jadi, kita bisa melihat hal yang sama bahwa hanya sekedar memboikot produknya itu tidaklah cukup untuk menghilangkan penyakit kaum pelangi ini. Tetapi kerugian yang dialami pun tak seberapa ketika dilakukan pemboikotan, Karena tatkala ketika kita belanja di pasar, supermarket, hampir seluruh produk baik makanan, alat rumah tangga, sabun, dll adalah produk yang berlabel unilever. Bagaimana mungkin boikot tersebut akan menurunkan derajat mereka sebagai raksasa dunia?

Isu perjuangan gerakan pelangi ini adalah isu Hak Asasi Manusia (HAM) yang dikampanyekan dimana-mana demi mendapat pengakuan internasional. Konsep HAM terdapat 2 prinsip yang melatarbelakanginya yakni prinsip kebebasan dan prinsip kesamaan.

Adapun banyaknya dampak yang ditimbulkan ketika kaum pelangi ini terus tumbuh. Fakta yang ada bahwa angka penderita HIV/AIDS makin meningkat bersama dengan menyuburnya gerakan elgebete di dunia.

Barat sangat vokal bicara HAM ketika menyangkut elgebete. Tapi diam/ bungkam ketima berkaitan dengan isu keumatan.
Adakah HAM ketika terjadi pembantaian di Uyghur, Rohingnya, Palestina, Kashmir, dan kaum muslim lainnya yang masih terjajah? Kemana HAM saat umat islam yang menjadi korban islamofhobia?. Jadi sejatinya HAM hanya alat propaganda barat untuk mengaruskan kampanye elgebete atas nama kebebasan.

Sejatinya kita sebagai umat muslim harus melihat bahwa aktivitas ini adalah aktivitas menyimpang yang notabenenya telah Allah perlihatkan sejarahnya dimasa dahulu yakni pada masa Nabi Luth yang kaumnya para pelaku sodom yang Allah telah mengazabnya. Tidakkah kita mengambil pelajaran pada masa itu?.

Oleh : Syarifah (Forum Pena Ideologis Maros)