TEGAS.CO, KONAWE SELATAN – Pernyataan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Konawe Selatan (Konsel) Sulawesi Tenggara (Sultra) yang disampaikan Koordinator Divisi Hukum Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa, Awaluddin AK akan melakukan investigasi terkait dugaan Mahar politik yang diduga dilakukan salah satu bakal calon Bupati Konsel di salah satuh media online, ditanggapi Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Konsel sebagai pemantau Pilkada 2020.
Ketua JaDI Konsel, Sutamin Rembasa secara tegas mendorong Bawaslu untuk proaktif menindaklanjuti dugaan pemberian mahar politik dalam proses pencalonan pada pemilihan bupati Konawe Selatan 9 Desember 2020 mendatang.
Menurut Sutamin, calon dan partai politik yang memberi dan menerima mahar harus ditindak tegas. Apalagi, larangan soal mahar ini sudah diatur secara tegas dalam Pasal 47 Undang- Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
“Ancaman sanksi tergolong berat, baik bagi partai politik selaku penerima dan bakal calon selaku pemberi,” tegas Sutamin Rembasa melalui pesan WhatsAppnya. Sabtu, 25/7/2020.
Mantan Komisioner KPU Konsel ini menjelaskan, bagi pasangan calon yang memberikan mahar apabila terbukti maka pencalonannya dibatalkan. Hal itu sesuai pasal 47 Ayat 5 UU Pilkada.
Terbukti atas putusan pengadilan yang inkracht, berdasarkan proses pidana pemilihan yang ditangani Gakkumdu (berdasarkan tuntutan Jaksa Gakkumdu). Dengan kata lain barulah penanganan pelanggaran administrasinya sempurna terhadap sanksi “dibatalkan dan dilarang mengajukan” ketika penanganan pelanggaran pidana pemilihannya yang diproses oleh Gakkumdu telah diputus terbukti oleh Pengadilan (inkracht).
Sementara bagi partai politik penerima mahar, lanjutnya, akan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama. Ini diatur dalam pasal 47 Ayat 2, dan jika terbukti parpol/gabungan parpol dikenakan denda 10 kali lipat dari nilai imbalan yang diterima.
Masih di pasal 47 ayat 6 UU No. 8 tahun 2015 perubahan dari UU No.1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pengganti Undang-Undang No.1 tahun 2014 pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota .
“Ini sanksi yang serius,” ungkap Sutamin.
Bahkan tak hanya sanksi administratif, sambung Sutamin, oknum di partai politik yang menerima mahar politik juga bisa terancam terkena sanksi pidana. Hal ini diatur dalam Pasal 187b UU Pilkada.
“Ancaman pidananya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah),” jelas Sutamin
Juncto Pasal 187 C yang berbunyi setiap orang atau lembaga yang terbukti dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memberi imbalan pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota maka penetapan sebagai calon, pasangan calon terpilih atau sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota.
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (5), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan pidana penjara paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
“Artinya, peran penegak hukum lain seperti kepolisian dan kejaksaan di dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu haruslah dilakukan secara maksimal,” kata Sutamin.
Secara kelembagaan, tambah Sutamin, JaDI Konsel terus mendorong dan mengawal Bawaslu Konsel (Tim Gakumdu) sebagai upaya pencegahan dan penindakan untuk melakukan investigasi mendapatkan syarat materil berdasarkan pada (minimal) keterangan para pihak, fakta dan peristiwa serta alat bukti yang sah.
“Dan jika semuanya terbukti (Inkrah), Bawaslu Konsel (Tim Gakkumdu) harus tegas merekomendasi saksi diskualifikasi karena masuk ranah pidana uang atau politik uang (mahar). Karena berlaku sejak kandidat paslon dapat dukungan parpol, terkait pencalonan itu akan kita lihat apakah ada mahar politik atau tidak. Sebab mahar politik bisa mendiskualifikasi pasangan calon kepala daerah (Paslonkada), yang terbukti dia melakukan mahar politik,” tutupnya.
MAHIDIN