Hidup di zaman now dengan kemajuan dan kecanggihan teknologi, ternyata memiliki dampak negatif yang luar biasa terhadap generasi bangsa. Sebenarnya, jika peran negara aktif dalam mengawasi maka dampak negatif tersebut bisa teratasi bahkan hilang sama sekali. Akan tetapi jauh panggang dari api, penguasa seperti tak peduli akan maraknya prostitusi online yang menjerat kalangan generasi. Mereka menilai kasus tersebut sebagai hak asasi manusia untuk bebas bertingkah laku.
Prostitusi online sudah lama terjadi baik di kalangan kampus maupun pelajar sekolah. Baru-baru ini diberitakan prostitusi online berkedok jasa pijat. Seorang mahasiswa berinisial AP, warga Purworejo Jawa Tengah diringkus petugas kepolisian Sektor Mlati Sleman Yogyakarta. Akibat kasus tersebut AP dijerat dengan pasal 2 ayat (1) atau pasal 12 UU No.21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, atau pasal 296 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun. (Kompas.Com, 15/07/2020)
Kasus serupa juga terjadi di Bengkulu, mahasiswa berinisial MH (23) diringkus Polda Bengkulu karena menawarkan jasa prostitusi yang diunggah ke jejaring sosial. MH menawarkannya kepada pelajar dan mahasiswa. (Detik.Com, 24/06/2020). Masih banyak kasus serupa yang sudah terungkap. Pemicunya hanya sekedar ingin mengejar kesenangan materi yang sebenarnya bukan menjadi kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi.
Maraknya prostitusi online tak hanya menjerat kalangan generasi seperti pelajar dan mahasiswa, akan tetapi dikalangan masyarakat umum pun kian marak. Sebuah riset lembaga peneliti aktivitas pasar gelap, Havocsope, menghimpun data 12 negara teratas yang warganya paling banyak berbelanja prostitusi dalam hitungan pertahun. Indonesia masuk urutan ke 12 dengan pengeluaran dibidang esek-esek sebesar Rp 30 triliun pertahun. (Sumber: Koran Sindo, 2016)
Fakta diatas membuktikan bahwa negara ini telah gagal dalam membentuk karakter pendidikan unggul, cerdas, berakhlak baik, serta berorientasi pada peningkatan keahlian dan kelulusan. Generasi merupakan sumber daya manusia yang seharusnya menjadi aset terbaik bangsa untuk memajukan negara, bukan justru terlibat pada aktivitas prostitusi yang mengumbar syahwat.
Berdasarkan penelitian dari seorang psikolog Hidayat, M.Psi, menyampaikan bahwa penyebab dari para generasi terlibat kasus prostitusi adalah keinginan mereka untuk mendapatkan uang dengan mudah dan cepat dalam jumlah yang banyak. Pola konsumtif dan hedonis para pelajar dan mahasiswa yang berlebihan inilah yang memicu mereka melakukan perbuatan hina untuk menjual diri dan kehormatan.
Perilaku konsumtif yang berlebihan ini adalah hasil dari pola hidup materialis liberalis dalam sistem sekuler kapitalis. Pandangan hidup yang berorientasi pada kesenangan, bermewah-mewahan, keinginan instan untuk cepat kaya merupakan gaya hidup yang dibiasakan oleh sistem yang menolak agama mengatur semua lini kehidupan. Mereka rela menjual harga diri demi tuntutan trend atau fashion untuk mendapatkan uang banyak, gadget terbaru, yang sebenarnya bukanlah kebutuhan mendasar, akan tetapi hanya sekedar keinginan sesaat.
Sikap hedonis yang serba bebas, menginginkan kenikmatan dunia sebanyak-banyaknya untuk meraih kebahagiaan syahwat semata yang semu adalah akibat dari ketidak mauan mereka diatur oleh agama yang seharusnya menjadi pijakan dan pandangan dalam perbuatan. Standar benar dan salah berdasarkan akal manusia dan hawa nafsu, bukan berstandarkan dari Sang Pencipta Allah Swt. Mereka beranggapan bahwa agama hanya sekedar mengatur urusan peribadahan. Padahal agama Islam merupakan agama sempurna yang mengatur segala aspek kehidupan, dari bangun tidur sampai bangun negara, termasuk dalam hal ini mengatur tata pergaulan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sistem demokrasi sebagai asas liberalisme (kebebasan) menjadi akar permasalahannya. Sistem yang berasal dari peradaban kafir barat ini menjadi patokan gaya hidup masyarakat kita, baik diambil oleh individu maupun negara. Sebagaimana tampak dari kurikulum pendidikan yang sarat dengan sekulerisme dan liberalisme, yang tidak menyentuh kesadaran keimanan sama sekali. Terbukti dari pelajaran agama hanya diberlakukan 2 jam dalam sepekan, untuk kampus hanya diberlakukan pada semester pertama saja.
Secara preventif, Islam memiliki seperangkat aturan mendasar dan fundamental, sehingga kasus prostitusi tidak akan terjadi. Diantaranya adalah pertama Islam mengatur pergaulan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sosial, seperti melarang khalwat (berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahram), melarang ikhtilat (campur baur antara laki-laki dan perempuan) kecuali yang diperbolehkan dalam aturan Islam, yakni dalam hubungan pendidikan (belajar mengajar), kesehatan, muamalah (ekonomi, perdagangan, tolong menolong dalam kebaikan), serta dalam peradilan (pemberian sanksi).
Kedua, Islam menerapkan aturan yang tegas kepada setiap manusia yang melanggar hukum syara’. Seperti kasus prostitusi ini adalah perbuatan zina, dimana ALLAH Swt telah menyampaikan firman Nya dengan jelas didalam Al Quran dan Hadist Rasulullah Saw bahwa hukuman bagi yang berzina baik laki-laki maupun perempuan yang belum menikah dengan dijilid atau dicambuk sampai 100 kali dan diasingkan selama satu tahun (dalil Al Quran Surat An Nur (24): 2 dan HR Al Bukhari : 2649, Muslim : 1697). Sedangkan bagi yang sudah menikah dihukum rajam hingga mati (dalil HR. Abu Daud : 353 dan 14342).
Ketiga, sanksi hukum yang tegas yang diberlakukan didalam sistem Islam adalah sebagai Zawajir yakni pencegah agar orang lain tidak melakukan pelanggaran serupa, serta memberi efek jera kepada pelaku yang melanggar aturan. Kemudian sebagai Jawabir yakni penebus dosa di akhirat. Hal ini hanya bisa diberlakukan didalam sistem hukum Islam dibawah naungan kepemimpinan negara Islamiyah.
Keempat, negara akan menutup atau memblokir akses terhadap situs-situs porno, menyita buku, majalah, film, gambar porno yang dapat menstimulasi nafsu libido. Bahkan negara akan memberikan sanksi yang tegas terhadap siapa saja yang membuka dan menyebarluaskan akses pornografi dan pornoaksi tesebut.
Kelima, negara akan menjaga pelaksanaan hukum Islam secara paripurna dengan tiga pilar kekuatan, yakni ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan ketakwaan negara dalam penerapan syariat. Ketakwaan individu akan menghasilkan konsekuensi dari keimanan untuk taat kepada syariat Allah Swt secara keseluruhan, seperti menutup aurat, berakhlak mulia, tidak berkhalwat, tidak berikhtilat serta melakukan aktivitas yang menyibukkan diri pada kebaikan.
Adapun terkait kontrol masyarakat yang dididik oleh negara untuk bersikap saling peduli yakni melaksanakan aktivitas mengajak berbuat kebaikan dan mencegah segala kemungkaran. Islam melarang sikap individualis, tak peduli pada lingkungan sekitar. Masyarakat dituntut untuk segera melaporkan kepada pihak berwenang ketika melihat kemaksiatan pelanggaran terhadap hukum syara’ seperti pelecehan seksual, zina, dan sebagainya.
Selanjutnya ketakwaan negara yang menerapkan hukum Islam menjadi pilar yang paling penting dalam mengatasi kasus pelanggaran hukum termasuk prostitusi online. Negara berperan dalam menjaga keberlangsungan ketakwaan individu, dan masyarakat serta berperan aktif dalam mengawasi aktivitas warga negara nya yang dibantu oleh jajaran instansi keamanan dan kepolisian.
Keenam, pemberlakuan sistem pendidikan didalam Daulah Islam yang berbasis aqidah Islam sangat mendukung penuh pembentukan kepribadian pola sikap dan pola pikir para generasi agar sesuai dengan tuntunan syariat yang mengedukasikan hingga terbentuk pribadi yang bertakwa. Peran dakwah negara dilakukan secara langsung dengan mengirimkan para ulama disetiap daerah, atau secara tidak langsung peran dakwah negara melalui media cetak maupun elektronik.
Negara di dalam Islam juga menugaskan para kepolisian (surthoh) untuk berpatroli dalam melihat kondisi masyarakat secara langsung setiap harinya, sehingga segala kemaksiatan dapat diatasi atau dicegah demi terciptanya keamanan dan kenyamanan di tengah-tengah masyarakat.
Solusi yang ditawarkan di dalam Islam tersebut hanya bisa diberlakukan secara sistemik dalam bingkai kepemimpinan negara Islam. Insya Allah ketika hukum ALLAH Swt diterapkan maka segala kemaksiatan yang terjadi di kalangan para generasi maupun masyarakat secara umum akan mampu dicegah dan diatasi. Sebagaimana firman ALLAH Swt dalam Al Quran surat Ar Rum ayat 41 yang artinya :
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan manusia, supaya ALLAH meraskan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar.”
Wallahu’alam biashowab.
SITI JUNI MASTIAH, SE
(Anggota Penulis Muslimah Jambi dan Aktivis Dakwah) / MAS